Header Ads

Halaqoh Online Senin, 6 Juli 2009 - Demokrasi + Islam = Demokrasi Islam

PilPres sudah di depan mata, tepatnya hari Rabu, tanggal 8 Juli 2009. Kampanye PilPres pun sudah selesai digelar, para Capres dan Cawapres pun sudah menyampaikan janji-janji politiknya atas nama rakyat untuk meraih sebanyak-banyaknya suara rakyat.

3 Triliun! lebih para Capres, Cawapres dan tim suksesnya telah dihamburkan hanya untuk iklan media (Baca: http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/06/19/1355172/wuih....nilai.iklan.kampanye.pilpres.rp.3.triliun). Belum dihitung biaya kampanye, sosialisasi, kegiatan lain dan biaya lain-lain yang tidak tercatat.

Ditambah lagi biaya pemilu yang harus ditanggung oleh Negara yang jumlahnya mencapai Rp 47,9 triliun! Yang tidak dapat dipenuhi oleh APBN (Baca: http://www.detiknews.com/read/2007/11/02/161200/847976/10/mendagri-apbn-tak-sanggup-penuhi-anggaran-pemilu-2009)
Ditambah lagi cara-cara kotor yang digunakan para pasangan calon presiden dan wakil presiden kita. Mega merasa di-“intel”-i (Baca: http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/06/22/20101437/megawati.babinsa.intel.koramil.jangan.tekan.rakyat), JK di- “sadap” (Baca: http://cetak.fajar.co.id/news.php?newsid=89439) dan SBY di-“santet” (Baca: http://pemilu.detiknews.com/read/2009/07/05/152218/1159300/700/mui-zikir-itu-karena-allah-bukan-untuk-kepentingan-lain).

Tapi yang paling menyedihkan adalah kondisi terpecah belahnya ummat Islam dalam PilPres kali ini. Bukan hanya terpecah oleh nasionalisme, mereka juga terpecah oleh parpol-parpol Islam. Tidak hanya itu, parpol Islam inipun mulai pecah suara di Tingkat Pusat atau elit parpolnya tidak sesuai dengan arus bawah yang akhirnya mengakibatkan perpecahan ummat yang sedemikian dahsyat.

Lalu pertanyaannya, apa sih pentingnya demokrasi bagi ummat Islam di Indonesia? Bisakah Demokrasi dan Islam bersatu menjadi Demokrasi Islam atau Islam yang Demokratis atau Demokrasi yang Islami atau apapun itu istilahnya?

ASAL USUL
=======

Demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara. (Baca: http://id.wikipedia.org/wiki/Montesquieu)

Adapun Islam tak lepas dari sejarah hidup Rasulullah Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul Allah SWT. Beliau lahir sekitar tahun 570, menjadi Rasul pada usia 40 tahun (tahun 610), berhijrah dan mendirikan Daulah Islam di Madinah pada tahun 622, kemudian haji Wada’ pada tahun 632, dimana Allah SWT menurunkan wahyu terakhirnya QS. Al-Maidah ayat 3 yang menjadikan Islam sebagai agama yang sempurna dan wafat pada tahun 632.

CORE SYSTEM DEMOKRASI
=================

Demokrasi mempunyai latar belakang sosio-historis yang tipikal Barat selepas Abad Pertengahan, yakni situasi yang dipenuhi semangat untuk mengeliminir pengaruh dan peran agama dalam kehidupan manusia. Demokrasi lahir sebagai anti-tesis terhadap dominasi agama dan gereja terhadap masyarakat Barat. Karena itu, demokrasi adalah ide yang anti agama, dalam arti idenya tidak bersumber dari agama dan tidak menjadikan agama sebagai kaidah-kaidah berdemokrasi. Orang beragama tertentu bisa saja berdemokrasi, tetapi agamanya mustahil menjadi aturan main dalam berdemokrasi.

Dalam demokrasi, kedaulatan berada di tangan rakyat dan rakyat sebagai sumber kekuasaan. Berdasarkan prinsip bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan, pemilik dan pelaksana kehendak, maka rakyat berhak membuat hukum yang merupakan ungkapan dari pelaksanaan kehendak rakyat dan ungkapan kehendak umum dari mayoritas rakyat. Rakyat membuat hukum melalui para wakilnya yang mereka pilih untuk membuat hukum sebagai wakil rakyat. Kekuasaan juga bersumber dari rakyat, baik kekuasaan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Dalam demokrasi, yang menjadi pemutus untuk memberikan penilaian terpuji atau tercelanya, halal atau haramnya sesuatu adalah akal manusia yang penuh hawa nafsu dan tipu daya.

Sistem semacam ini juga sudah ada ketika masa Rasulullah hidup. Pada masa itu, para pembesar Qurays yang merupakan perwakilan dari kabilah masing-masing melakukan musyawarah di sebuah tempat bernama Darun Nadwah (Dar al-Nadwah).

CORE SYSTEM ISLAM
=============

Berbeda dengan Demokrasi, Islam berasal dari Allah SWT, yang telah diwahyukan-Nya kepada rasul-Nya Muhammad SAW. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :

>> “Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut hawa nafsunya,
>> ucapannya itu tiada lain hanya berupa wahyu yang diwahyukan.”
>> (QS. An-Najm : 3-4)

Islam dibangun di atas landasan Aqidah Islam, yang mewajibkan pelaksanaan perintah dan larangan Allah –yakni hukum-hukum syara’ yang lahir dari Aqidah Islam– dalam seluruh urusan kehidupan pribadi, masyarakat dan kenegaraan. Aqidah ini menerangkan bahwa manusia tidak berhak membuat peraturan hidupnya sendiri. Manusia hanya berkewajiban menjalani kehidupan menurut peraturan yang ditetapkan Allah SWT untuk manusia.

Islam menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan syara’, bukan di tangan umat. Sebab, Allah SWT sajalah yang layak bertindak sebagai Musyarri’ (pembuat hukum). Umat secara keseluruhan tidak berhak membuat hukum, walau pun hanya satu hukum. Allah SWT berfirman :

>> “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.”
>> (QS. Al An’aam: 57)

Dalam Islam seorang muslim wajib terikat dengan hukum syara’ dalam segala perbuatannya. Tidak bisa bebas dan seenaknya. Terikat dengan hukum syara’ bagi seorang muslim adalah wajib dan sekaligus merupakan pertanda adanya iman padanya. Allah SWT berfirman :

>> “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga
>> mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim (pemutus) terhadap
>> perkara yang mereka perselisihkan.”
>> (QS. An Nisaa’: 65)


SINERGI
======

Ditelaah dari pembahasan diatas, maka bisakah Demokrasi dan Islam bersinergi?

Pokok pemikirannya sebetulnya terletak pada kedaulatan (hak pembuatan hukum atau peraturan) dimana Demokrasi mengijinkan sekelompok orang membuat hukum berdasar suara terbanyak yang diwakili sekelompok orang di dalam Parlemen. Untuk hal ini, sebenarnya Allah telah memperingatkan kita:

>> “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi, niscaya
>> mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Mereka tidak lain
>> hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tiada lain
>> hanyalah berdusta”
>> (Qs Al-an’am: 116)

>> “dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut
>> apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu >> mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka
>> tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan
>> Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah
>> diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
>> menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan
>> sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan
>> manusia adalah orang-orang yang fasik.”
>> (QS. Al-Maidah: 49)

Adapun Islam tidak mengizinkan manusia (sebanyak apapun, dengan tingkat social dan pendidikan yang setinggi apapun) untuk membuat hukum. Segala hukum bagi manusia sudah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah.


Lalu bagaimana dengan syuro? Bukankah Syuro juga demokrasi?
=======================================

Sesungguhnya persamaan antara Syuro dan Demokrasi itu sangat kecil, yaitu hanya terletak pada musyawarah. Musyawarah sendiri diizinkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an:

>> “… dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian
>> apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
>> Allah…”
>> (QS. Ali-Imran: 159)

dan hadist Rasulullah SAW:

>> “Tidak merugi orang yang istikharah, tidak menyesal orang yang
>> musyawarah dan tidak kesulitan orang yang hemat”.
>> (Hadits Riwayat Imam Thabrani)

Tetapi perbedaannya seperti langit dan bumi. Dalam Demokrasi, apabila terdapat “deadlock” dalam musyawarah, yang biasanya diakibatkan oleh kehendak yang sama kuatnya, maka akan dilakukan “voting” atau pemungutan suaran dan keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Demokrasi tidak mempermasalahkan apakah yang jadi pokok permasalahan adalah hal yang halal atau haram. Dalam demokrasi yang halal bisa menjadi haram, begitu pula sebaliknya, selama dimenangkan oleh suara terbanyak.

Dalam Syuro, hal yang dimusyawarahkan adalah hal-hal yang mubah atau halal saja, dan apabila terjadi “deadlock”, maka keputusan akhir akan dikembalikan kepada Al-Qur’an dan Sunnah seperti yang diperintahkan Allah SWT:

>> “Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
>> kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah)…”
>> (Qs An-Nisa [4] :59)

Dari uraian diatas, maka jelaslah, bahwa Demokrasi tidak hanya telah berani membuat hukum sendiri, tetapi juga mencampakkan hukum-hukum Allah sehingga Demokrasi sesungguhnya adalah system kufur yang bertolak belakang dengan Islam sehingga keduanya tidak akan mungkin bisa bersinergi satu dengan yang lainnya.

Lalu apa yang harus kita lakukan?
====================

Mari bersama-sama mengembalikan kedaulatan kepada Allah SWT dengan cara yang telah dicontohkan Rasulullah SAW, yaitu tidak mengambil bagian dari system yang berlaku pada saat itu, yaitu system perwakilan di Darun Nadwah. Bahkan perkataan Rasulullah SAW yang paling terkenal adalah:

>> “Demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku >> dan bulan di tangan kiriku agar aku berhenti dari perkara ini, niscaya
>> aku tidak akan berhenti hingga Allah memenangkan perkara ini atau aku
>> mati karenanya.”

Hal yang paling mungkin dilakukan saat ini adalah tidak mengambil bagian apapun dari proses politik saat ini, dan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang Demokrasi sebagai system kufur dan Islam sebagai solusi

>> “Janganlah kalian mencampuradukan yang haq dengan yang bathil”
>> (QS. Albaqarah : 42)

Adapun system pemerintahan yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist hanyalah Khilafah, hanya satu Khilafah untuk seluruh bumi! Sesuai dengan hadist Rasulullah SAW:

>> “Ada kenabian di tengah-tengah kalian. Dengan kehendak Allah, ia akan >> tetap ada, kemudian Dia pun mencabutnya, jika Dia berkehendak untuk
>> mencabutnya. Kemudian ada kekhalifahan berdasarkan tuntunan Nabi,
>> maka dengan kehendak Allah, ia pun akan tetap ada, lalu Dia
>> mencabutnya, jika Dia berkehendak untuk mencabutnya. Kemudian ada
>> penguasa yang zalim, maka dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada,
>> kemudian Dia pun mencabutnya, jika Dia berkehendak untuk
>> mencabutnya. Kemudian ada penguasa diktator, maka dengan
>> kehendak Allah, ia akan tetap ada, kemudian Dia pun mencabutnya, jika
>> Dia berkehendak untuk mencabutnya. Kemudian akan ada khilafah
>> berdasarkan tuntunan Nabi. Lalu, beliau pun diam.”
>> (Musnad Imam Ahmad (v/273))

>> Abdullah bin Umar meriwayatkan, “Aku mendengar Rasulullah
>> mengatakan, ‘Barangsiapa melepaskan tangannya dari ketaatan kepada
>> Allah, niscaya dia akan menemui Allah di Hari Kiamat dengan tanpa
>> alasan. Dan barangsiapa mati sedangkan di lehernya tak ada bai’ah
>> (kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.”
>> [HR. Muslim].

Ibnu Fatih

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.