Header Ads

Marvi Marmara dan Strategi Keamanan Nasional Baru ala Obama

Penjajahan (al Isti’mar) sebagai metode politik luar negeri negara Kapitalis tidak akan pernah berubah, yang berubah hanyalah strategi praktisnya saja.

Pemerintahan Obama telah mengungkapkan strategi keamanan nasional yang baru, dengan menekankan perlunya meningkatkan kerjasama diplomatik internasional, dan menggunakan kekuatan militer sebagai upaya terakhir. Ia menolak apa yang disebut ‘Doktrin Bush’ yang pada menekankan pada kekuatan unilateral dan hak untuk melancarkan perang pre-emptive. Satu poin penting yang termuat dalam strategi itu adalah Obama menekankan Amerika tidak lagi ‘memusuhi’ Islam.

Strategi keamanan nasional menekankan apa yang oleh Clinton disebut smart power. Clinton berkomitmen untuk menggunakan berbagai alat kebijakan luar negeri secara lebih luas , termasuk diplomasi, pembaharuan ekonomi, bantuan pembangunan, mungkin militer dan pendidikan. Untuk itu Obama telah menawarkan dialog kepada lawan AS, seperti Iran dan Korea Utara, dan akan menjadi latar untuk upaya non-proliferasi nuklirnya.

Penasihat Keamanan Nasional Jenderal James Jones mengatakan strategi baru ini ditandai dengan dua hal penting pentingnya cybersecurity dan peningkatan peran G-20 dalam kerjasama ekonomi internasional. Dalam doktrin ini ditekankan pemulihan ekonomi AS sangat menentukan keamanan nasional AS.

Sekilas, doktrin strategi keamanan AS yang baru ini berbeda dengan era Bush. Namun, kita jangan lupa, Negara Paman Sam ini adalah negara yang berideologi kapitalisme. Dalam politik luar negerinya, satu hal yang tidak pernah berubah , yaitu metode penjajahan (al isti’mar). Yang berbeda hanyalah strategi praktisnya saja. Kalau dimasa Bush pendekatan lebih mengedepankan militer, sekarang bergeser ke pendekatan smart power seperti ekonomi, bantuan pendidikan, sosial dan lainya. Namun bukan berarti AS akan meninggalkan pendekatan militer.

Dalam dokumen setebal 52 halaman yang dirilis hari Kamis (27/05), Presiden Barack Obama mengatakan militer harus digunakan tetapi tidak dengan berlebihan. Strategi ini juga mempertahankan hak AS untuk memulai aksi militer sepihak, tapi dilakukan lebih ketat dibanding dengan Bush. Serangan militer dianggap jalan terakhir. Artinya, dengan alasan jalan terakhir, AS tetap saja merasa berhak menyerang siapapun secara militer yang tidak sejalan dengan kepentingannya.

Dimasa Bush AS dengan diplomasi cowboy-nya melegalkan pre-empative strike dan unilateral . Dengan ini AS berhak menyerang siapapun dengan alasan mencegah serangan musuh dan tanpa peduli dengan persetujuan negara lain. Dalam doktrin baru ini Obama menyatakan negaranya memulai era baru strategi strategi keamanan nasional berakar pada keterlibatan diplomatik dan aliansi internasional yang berakar pada keterlibatan dan kerjasama. Ini berarti, serangan militer bukan hal yang tidak memungkinkan dilakukan oleh AS, namun kali ini dilakukan dengan persetujuan internasional seperti PBB dan NATO. Seperti yang dilakukan AS sekarang di Afghanistan dan Pakistan saat ini. Ujung-ujungnya tetap saja sama serangan militer dengan target negeri Islam.

Dalam doktrin baru ini, Obama menjadikan Islam sebagai target dalam perang melawan terorisme. Penasihat Kontrateroris Obama, John Brennan, mengatakan AS saat ini sedang berperang melawan al Qaidah dan jaringannya. Yang menjadi persoalan tudingan al Qaida, terlibat jaringan al Qaida, atau terlibat membantu al Qaida, atau sejalan dengan ideologi al Qaida, sering dijadikan legitimasi untuk menyerang kelompok Islam atau negeri Islam mana pun yang tidak sejalan dengan kepentingan AS.

Meskipun AS menyatakan tidak memerangi Islam, namun AS ke depan akan tetap menggunakan stempel al Qaida untuk melegalkan tindakannya. Termasuk mencap pemikiran Islam yang mengancam penjajahan seperti penegakan syariah dan Khilafah, sebagai ideologi al Qaida. Sekali lagi, korbannya tetap saja umat Islam dan Islam.

Walhasil, tidak ada perbedaan mendasar antara Bush dan Obama. Bukti nyata di depan mata kita adalah Obama malah meningkatkan operasi militernya di Afganistan dan meluas ke Pakistan. Bahkan di era Obama, untuk pertama kalinya, jumlah pasukan AS di Afghanistan lebih banyak daripada di Irak. Menurut Pentagon terdapat 94.000 tentara AS sekarang di Afghanistan, sementara 92.000 tentara masih di Irak .Biaya perangnya juga sekarang lebih mahal dari pada di Irak. Pentagon pada bulan Februari 2010 menghabiskan 6,7 milyar dollar di Afghanistan, bandingkan dengan 5,5 milyar dollar di Iraq. Pembunuhan terhadap umat Islam pun masih berlangsung hingga kini.

Obama juga masih menjadi pendukung sejati Negara Zionis Israel dan menyatakan mendukung keamanan Israel adalah harga mati. Sikap Obama terhadap penyerangan kapal misi kemanusiaan Marvi Marmara, meneguhkan sikap ini. Obama tidak mengecam pembantaian ini secara tegas , malah menganggap apa yang dilakukan Israel adalah wajar karena merasa terancam oleh Hamas. Sikap senada ditunjukkan wapresnya Joe Biden yang membela blokade Israel dari Jalur Gaza dan keputusan untuk mencegat armada pembawa bantuan kemanusiaan. AS juga menolak draft yang berisi kecaman terhadap Israel di PBB.

Obama juga tetap mendukung rezim-rezim korup dan bengis di negeri Islam seperti rezim Mesir, Uzbekistan, Saudi , Turki, Irak, dan Afghanistan. Seperti yang dikatakan Robert Fisk tentang Obama : “new actor on the same old stage”, pemain baru dalam panggung lama yang sama.(Farid Wadjdi)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.