Header Ads

Negara Wajib Menjaga Akidah Umat

Bentrok Kelompok Ahmadiyah dengan warga di Cikeusik, disusul rusuh Temanggung pasca vonis penghujat Islam, kembali memunculkan perdebatan tentang hubungan antara agama dan negara. Kelompok Liberal dengan gencar mengkampanyekan bahwa negara tidak boleh menghakimi keyakinan warga, negara harus melindungi semua keyakinan atas dasar kebebasan berkeyakinan.

Menurut kelompok Liberal maraknya berbagai kerusuhan atas nama agama terjadi karena negara mencampuri urusan keyakinan, antara lain dengan menerbitkan SKB Tiga Menteri berkaitan dengan Ahmadiyah dan pendirian gereja. SKB ini disebut-sebut menjadi sumber legitimasi bagi aksi kekerasan. Mereka juga menuding negara tidak hadir untuk melindungi kebebasan beragama.

Tentu harus dibedakan dengan tegas kebolehan beribadah dengan penghinaan atau penyesatan agama. Dalam Islam, kebolehan beribadah bagi non-Muslim (kafir) tidak dipersoalkan. Berdasarkan syariah Islam, mereka diberi hak untuk beribadah menurut keyakinan agama mereka. Syariah Islam pun melarang pemaksaan terhadap orang-orang kafir untuk memeluk agama Islam. Karena itu, keberadaan orang-orang kafir sebagai warga negara Khilafah dilindungi oleh negara sebagai ahlul dzimmah. Rasulullah saw. dengan tegas menyatakan kewajiban untuk melindungi ahlul dzimmah ini.

Tidak aneh saat Daulah Islam tegak di Madinah dan kemudian berkembang ke seluruh penjuru dunia, terdapat banyak gereja dan sinagog berdiri di berbagai penjuru negeri Khilafah seperti Mesir, Suriah, Irak, Lebanon, Palestina, atau Spanyol. Artinya, negara membiarkan orang-orang kafir untuk beribadah. Hingga saat ini gereka-gereja tua masih berdiri di wilayah yang tadinya merupakan bagian dari negeri Khilafah.

Namun, hal ini bukan berarti Islam membenarkan ajaran agama-agama tersebut. Islam dengan tegas menyatakan mereka adalah kafir dan ajarannya adalah keliru. Karena itu, mereka dilarang menyebarluaskan ajaran agama mereka di tengah-tengah masyarakat Muslim.

Islam pun dengan tegas melarang, mencegah dan memberikan sanksi bagi siapapun yang melakukan penodaan atau penghinaan agama atau penyesatan akidah Islam. Dalam Islam, akidah adalah persoalan yang penting, mendasar, dan paling menentukan. Akidah akan menentukan eksistensi Islam, umat Islam dan negara. Masalah akidah ini masuk dalam katagori al-qadhaya al-masiriyah, yaitu masalah utama yang harus disikapi secara serius.

Karena itu, Islam dengan tegas melarang seorang Muslim murtad dan menghukum pelakunya dengan hukuman mati. Ini dilakukan setelah melalui proses peradilan yang adil dan pelakunya diberikan kesempatan waktu untuk bertobat. Sanksi ini penting sebab kalau orang-orang murtad dibiarkan, masalah akidah yang menjadi pilar penting Negara akan dianggap remeh.

Imam Asy-Syaukani menukil pendapat para fukaha antara lain Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hanbali tentang hukuman mati bagi yang menghina Rasulullah saw. Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nayl al-Awthar mengemukakan hadis tentang hukuman mati bagi penghina Rasulullah saw. Antara lain diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra. yang berbunyi, “Pernah ada seorang wanita Yahudi yang sering mencela dan menjelek-jelekkan Nabi saw. Lalu perempuan itu (karena tindakannya itu) telah dicekik sampai mati oleh seorang laki-laki. Ternyata Rasulullah saw. menghalalkan darahnya.” (HR Abu Dawud).

Sejak masa Rasulullah saw. sudah ada orang yang mengaku dirinya nabi dan rasul, di antaranya adalah Musailamah al-Habib yang berasal dari Yamamah dan al-Aswad bin Kaab al-’Ansiy dari Shuna’a. Hanya saja, Rasulullah saw. belum memerangi mereka karena kesibukan beliau menangani urusan-urusan lain yang lebih penting.

Pada masa Kekhalifahan Abu Bakar, barulah para Sahabat ra. memerangi Musailamah al-Kadzdzab, nabi-nabi palsu, kaum murtad dan para penolak zakat (Lihat: al-Hafidz asy-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa’, hlm. 55-59].

Pada dasarnya hal ini merupakan hal yang biasa yang juga akan dilakukan oleh negara manapun. Setiap negara yang berideologi apapun memiliki apa yang dirumuskan sebagai kepentingan nasional, yang dianggap sebagai persoalan hidup dan mati.

Tidaklah aneh, meskipun mengklaim menganut ide liberalisme, negara-negara Barat tetap saja tidak membiarkan berkembangnya ajaran atau praktik keyakinan yang mereka khawatirkan mengancam ideologi liberalisme mereka. Atas dasar itu, mereka melarang pemakaian kerudung di Prancis dan beberapa negara di Eropa. Terbukti, negara-negara Barat tak segan-segan mencampakkan demokrasi dan HAM demi kepentingan nasional atau eksistensi Kapitalisme.

Tanpa malu mereka pun mempraktikkan pelanggaran HAM dan demokrasi dengan menyerang Irak, Afganistan atau Pakistan untuk kepentingan ekonomi mereka. HAMAS (Palestina) dan FIS (Aljazair) yang benar-benar menang secara demokratis pun, dengan berbagai cara diberangus, karena tidak sejalan dengan kepentingan Amerika.

Mereka juga menyiksa tahanan perang di Penjara Guantanamo, Abu Ghuraib atas nama perang melawan terorisme, membela habis-habisan tindakan terorisme negara yang dilakukan Israel, termasuk mendukung sampai puluhan tahun rezim-rezim represif seperti Soeharto, Reza Pahlevi, Husni Mubarak, Hafedz Assad, Raja Abdullah, Karimov, Moamar Gadafi dll yang melakukan berbagai kejahatan kemanusiaan.

Kembali ke masalah Ahmadiyah. Masalah Ahmadiyah adalah masalah penodaan agama dan penyebaran aliran sesat. Ajaran Ahmadiyah jelas-jelas kafir, karena menganggap Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi setelah Rasulullah saw. Mereka pun melakukan penghinaan terhadap al-Quran dengan membajak ayat-ayatnya seperti yang terdapat dalam ‘kitab suci’ mereka, Tadzkirah.

Dalam hal ini negara tentu tidak boleh lepas tangan dengan dalil kebebasan beragama. Apalagi kalau keyakinan itu akan mengancam eksistensi ideologi negara. Tentu sangat berbahaya kalau negara berlepas diri dalam masalah ini. Akan muncul main hakim sendiri yang berujung pada konflik horisontal di tengah masyarakat. Kalau itu terjadi , negara gagal menjalankan dua tugas pokoknya: menjaga eksistensi akidah/ideologi negara dan menjaga ketertiban masyarakat. [Farid Wadjdi]

1 komentar:

  1. hidup sejahtera dalam naungan khilafah ... Allahu Akbar

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.