Header Ads

Anak Benua India Takluk di Tangan Anak Usia 20 Tahun

Oleh: Hafidz Abdurrahman

Dua tahun setelah jatuhnya wilayah Wara' an Nahr, anak benua India pun jatuh ketangan kaum Muslim yang dipimpin oleh Muhammad bin al-Qasim, yang saat itu usianya belum genap 20 tahun. Tepat tahun 89 H/708 M, wilayah ini jatuh ke tangan panglima belia ini. Dimulai dari Sind, pasukan Muhammad al-Qasim bergerak ke Mukran. Pasukannya dikonsentrasikan di sini, dan Mukran dijadikan titik tolak dan pangkalan militernya. Dari sana, pasukan kemudian bergerak ke Dubail, menyusuri pantai Laut India. Wilayah ini pun jatuh ke tangannya, setelah ditinggal lari oleh Raja Sind.

Kota ini pun didesain ulang oleh Muhammad al Qasim, dengan menempatkan 4000 kaum Muslim di kawasan itu, kemudian wilayah tersebut dijadikan pangkalan marinirnya. Penaklukan wilayah ini mempunyai dampak yang besar kepada penduduk di sekitarnya, sehingga mereka mengajukan perdamaian dengan kaum Muslim.

Dari sini, Muhammad al-Qasim menuju ke Birwan, yang terletak di Tepi Barat sungai Sind, yang terkenal dengan nama Mahran. Pendudukanya, dan penduduk Sarbidus, Sahban dan Sadusan (Tepi Timur sungai Sind) mengajukan perdamaian dengan kaum Muslim. Kota Barhemnabad dan Rur, ibukota Sind, akhirnya jatuh ke tangan kaum Muslim setelah empat bulan dikepung.

Pasukan kaum Muslim pun melanjutkan penaklukan hingga sungai Biyas, anak sungai Sind, hingga Multan. Wilayah ini pun jatuh, setelah dikepung dan ditaklukkan dengan paksa. Pasukan kaum Muslim kemudian memasuki kota Bailaman, penduduknya pun mengajukan perdamaian. Dilanjutkan ke Kiraj, yang ditaklukkan dengan paksa.

Setelah penaklukan demi penaklukan ini, Islam pun tersebar luas di anak benua India, di bawah pimpinan seorang panglima belia, Muhammad al-Qasim, yang usianya belum mencapai 20 tahun itu. Panglima belia ini pun kemudian melakukan penataan wilayah-wilayah yang ditaklukkannya. Meleburkannya dengan negara induknya, Khilafah Islam yang ketika itu berpusat di Damaskus, Suriah. Sebagaimana strategi penaklukan yang lainnya, wilayah yang nota bene bukan wilayah Arab pun dilebur dalam satu negara, satu kepemimpinan (khalifah), satu bahasa (Arab) dan satu budaya (Islam).

Wilayah ini juga tidak kalah dengan wilayah Wara' an-Nahr, yang telah melahirkan ulama hadits sekaliber Imam al-Bukhari, at-Tirmidzi, dan ulama tafsir sekaliber az-Zamakhsyari, dan lain-lain. Karena dari sini lahir ulama-ulama hadits, bahkan hingga kini India juga dikenal sebagai salah satu pusat kajian hadits. Sebut saja, Ala'uddin al-Hindi, yang menulis kitab, Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al; Nidzamuddin dan sejumlah ulama' India (awal abad 12 H/18 M) yang menulis Al Fatawa al-Hindiyyah al-Ma'arufah bi al-Fatawa al-Aalamkiriyyah fi Mazdhab al-Imam Abi Hanifah an-Nu'man, hingga Waliyullah ad-Dahlawi dengan karyanya, al-Fauz al-Kabir fi ‘Ulum al-Qur'an, al-Hujjah al-Balighah, dan lain-lain, juga al-Kandahlawi, dengan karyanya, Hayat as Shahabat.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.