Header Ads

Insan Kesehatan, Antara Idealisme Dan Realitas

“Beberapa kali saya merujuk pasien yang menggunakan Jampersal (Jaminan Persalinan), tapi selalu ditolak rumah sakit”

Ucapan di atas keluar dari mulut Bidan Risma pada acara Talk Show Tokoh Kesehatan di Bogor, Ahad, (25/11/2012) di Akademi Kebidanan Prima Husada Kota Bogor. Bidan praktik di daerah Curuk Nangka, Kabupaten Bogor, itu juga menceritakan bahwa penolakan pasien rujukannya tidak terjadi sekali-dua kali, tapi berkali-kali.


Ia pernah terpaksa membantu proses kelahiran seorang ibu di angkutan kota (angkot) karena belum juga mendapatkan rumah sakit yang mau menerima pasien Jampersal. “Dengan alasan kelas tiga penuh,” ujarnya di hadapan ratusan dokter, bidan dan praktisi kesehatan wilayah Kota Bogor dan Kabupaten Bogor.

Menanggapi kisah Bidan Risma, Kepala Bidang Promosi dan Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Ir. Sri Basuki Dwi Lestari, menyatakan bahwa layanan kesehatan saat ini memang masih terbatas. Jumlah dokter terhitung sedikit, apalagi dokter spesialis.

Akar masalah dari kekurangan tenaga medik ini, menurutnya, adalah mahalnya biaya pendidikan. Untuk menempuh jenjang Pendidikan Kedokteran saja, calon dokter harus menghabiskan dana ratusan juta.

“Seharusnya bagaimana caranya biaya pendidikan itu murah agar bisa menghasilkan dokter-dokter berkompeten yang banyak,” ujarnya dalam acara yang diprakarsai oleh Muslimah HTI DPD II Bogor tersebut.

Ternyata kendala di atas tidak hanya dialami Bidan Risma. Kisah serupa juga menimpa Bidan Nung Rohimah dari Cibinong, Bogor. Ia menceritakan banyak dari pasiennya kerap tidak mendapat kejelasan walau sudah melakukan klaim ke rumah sakit.

Ia pun terpaksa harus bertanya besaran uang jaminan dan riwayat keluarga jika didatangi pasien dengan kasus berat. “Bila tidak ada penjaminnya, kami pun berat untuk menerima,” jelasnya sedih.

Menurutnya, kondisi seperti ini kerap membuat para bidan diliputi rasa sedih dan bingung. Bila hanya satu pasien yang mengalami hal tersebut, mungkin solusinya mudah ditempuh. Dokter bisa saja menggratiskan biaya sang pasien.

“Tapi begitu banyak ibu-ibu yang kamampuan ekonominya rendah, lalu siapa yang harus menanggungnya?” tanyanya.

Negara Harusnya Menjamin
Menanggapi pertanyaan tersebut, Lajnah Siyasiyah Muslimah HTI, dr. Arum Harjanti, menjelaskan solusi problematika kesehatan berpulang kepada negara. Negara dituntut untuk menjamin kebutuhan pokok setiap warganya, termasuk pemenuhan kebutuhan kesehatan.

“Sehingga tidak ada lagi warga negara yang ditolak rumah sakit dengan alasan tidak ada uang,” tandasnya.

APBN Republik Indonesia sebenarnya bisa menanggulangi permasalahan pelik ini asal seluruh Sumber Daya Alam (SDA) dapat dikelola pemerintah. “Di masa kekhilafahan Rumah Sakit itu tidak membeda-bedakan kelas. Bahkan pasien yang telah sembuh pulang  dengan memperoleh insentif,” jelas dokter umum ini.

Pada akhir acara peserta menginginkan diadakannya pertemuan tokoh kesehatan lebih lanjut untuk membahas bagaimana sistem kesehatan dalam Islam. (Ayfa/Islampos) [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.