Header Ads

Jubir HTI: BP Migas dibubarkan, Liberalisasi Migas Tetap Jalan

Akar Liberalisasi UU-Migas belum dicabut, Syariah Islam solusi pengelolaan Migas di Indonesia.
 
Mediaumat.com. Jakarta- Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto menilai pembuburan BP Migas tidak akan menghentikan liberalisasi migas Indonesia. Sebab, menurutnya Pangkal dari liberalisasi Migas adalah UU Migas Nomor 22/2001.


“Pembubaran BP Migas yang baru saja ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi itu tidaklah merubah substansi dari UU itu. Dan sejak UU itu berlaku, Pertamina tidak lagi sebagai single player (pemain tunggal) dalam pengelolaan migas di Indonesia,” ujarnya saat dihubungi mediaumat.com, rabu (14/11).

Pertamina, seperti tersebut dalam Pasal 9 UU tersebut,  disamakan kedudukannya dengan perusahaan migas lain, termasuk dengan perusahaan swasta asing.

Menurutnya, Meski BP Migas dibubarkan, maka tetap saja bila Pertamina  berkehendak mau mengelola sebuah blok migas tertentu, Pertamina harus juga ikut tender seperti perusahaan migas lain. Dan dalam tender itu, Pertamina bisa menang, bisa juga kalah.

Akibatnya, porsi Pertamina  (baca: pemerintah) dalam pengelolaan sumur migas di Indonesia  kian hari kian berkurang. Bila sebelum era liberalisasi saja, Pertamina dan mitra hanya memproduksi sekitar 15%, maka kini lebih sedikit lagi. Sudah begitu, Pertamina juga tidak lagi memiliki kontrol atas sumur-sumur migas yang kini dikuasai oleh perusahaan migas asing.

“Jadi, meski BP Migas dibubarkan, liberalisasi migas tetap akan terus berjalan, baik di sektor hulu maupun di sektor hilir industri migas,” tegasnya.

Pernyataan BP Migas, kalau pembubaran BP Migas akan merugikan Indonesia. Menurut Ismail, itu mungkin ada, sebab itu merupakan reaksi dari perusahan-perusahaan migas asing yang tidak senang karena kepentingannya  mereka terancam.

“Mereka akan melakukan  sesuatu yang merugikan Indonesia, tapi tak mengapa, kerena tidak pernah ada keputusan yang bisa menyenangkan semua pihak,” imbuhnya.

Ismail menambahkan justru dengan keputusan itu, pemerintah Indonesia mempunyai kesempatan untuk menata industri migas secara lebih baik. Dengan catatan  kalau mau, sebab kita tahu bahwa tidak sedikit birokrat kita memang berkehendak agar tata kelola  migas kita menguntungkan perusahaan asing. “Mereka telah menjadi kaki tangan dari perusahaan-perusahaan itu,” ucapnya.

“UU Migas yang sangat konyol itu harus dicabut. Diganti dengan yang benar,” tegasnya.

Caranya? Menurut Ismail, dengan menghentikan  sistem kapitalisme. “Tidak ada cara lain untuk membebaskan rakyat dari sistem sampah yang telah terbukti menyengsarakan rakyat ini kecuali melalui penerapan syariah secara kaffah di bawah  naungan daulah  Khilafah,” jelasnya.

Syariah akan mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya migas, sehingga memberi rahmat bagi semua, baik muslim maupun non muslim.

Akar Persoalan Migas
Mindset kapitalisme, menurut Ismail Yusanto, yang menjadi akar persoalan di negeri ini. Kekuatan mindset itu terus dipompakan oleh kekuatan kapitalisme global di dalam negeri ini.

“Diantaranya adalah para pejabat, termasuk pejabat tertinggi di negeri ini, yang mau menjadi kacung dari para kapitalis global itu demi untuk mendapat dukungan politik dan keuntungan materi,” jelasnya.

Selama mindset kapitalis itu masih ada, maka mereka akan terus mencari jalan untuk terus mengeruk kekayaan alam negeri ini. Bila sekarang BP Migas dibubarkan, pasti mereka sudah berpikir tentang cara lain agar usaha mereka tetap bisa terus berjalan.

“Jadi, rusaknya pengelolaan migas, sesungguhnya berpangkal pada sistem kapitalisme yang dianut oleh negara ini. Dalam sistem itu, peran negara diminimalkan, dan hanya diposisikan sebagi regulator. Maka, peran swasta khususnya swasta asing akan semakin besar menguasai perekonomian negeri ini,” terangnya.

Tuntutan HTI untuk Migas
Ismail menyampaikan, HTI inginkan agar migas dan sumberdaya alam lain yang begitu melimpah di negeri ini dikelola secara benar. Yakni sesuai dengan syariah Islam.

Dalam pandangan Islam, migas masuk dalam kategori barang milik publik (al milkiyyah al-ammah). Pengelolaan milik umum harus dilakukan oleh negara karena negaralah dengan segenap kewenangannya mampu mendistribusikan kekayaan ini dengan sebaik-baiknya kepada seluruh masyarakat.

Menurutnya, menyerahkan kepada individu atau kumpulan individu (perusahaan swasta, apalagi swasta asing) hanya akan membuat kekayaan alam milik rakyat ini dinikmati oleh segelintir orang.

“Akibatnya, ketimpangan pendapatan makin menganga dan kesejahteraan masyarakat menjadi tidak terwujud. Inilah ironi Indonesia. Rakyat dari negara kaya SDA, tapi hidup dalam kemiskinan,” terangnya.

Ismail sangat mengapresisasi tuntutan ormas Islam untuk membubarkan BP Migas dan telah dikabulkan putusannya oleh Mahkamah Konstitusi. Menurutnya ini bukti bahwa ormas Islam bisa juga mempunyai sikap.
Hanya saja, Lanjutnya, sayangnya belum mengangkat syariah sebagai solusi. “Memang, bila sekadar mengikuti ketentuan legal formal, gugatan hanya bisa diajukan dengan argument bahwa UU atau pasal tertentu dalam sebuah UU itu bertentangan dengan UUD 45.

Tetapi menurutnya, sebagai ormas Islam mestinya harus mengangkat perspektif Islam (juga) agar terlihat oleh umat bahwa Islam itu punya solusi.[] fatih[www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.