Pejabat Orientasinya Materi, Awalnya Minta Mahar Terus Minta Maharanie
Korupsi
yang terjadi di negara ini merupakan persoalan sistemik. Bisa
dikatakan, semua pejabat tidak ada yang tidak terlibat korupsi. Hanya
tingkatan korupsinya saja yang berbeda.
"Good Governance itu utopia. Karena tidak ada komitmen yang sungguh-sungguh untuk membangun Indonesia yang bersih bebas dari korupsi," kata mantan anggota DPR Ustad Mashadi, dalam Majelis Taqarrub Ilallah dan Temu Pembaca Suara Islam, di Masjid Baiturahman, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (23/2/2013).
Menurut Mashadi, hal itu diakibatkan komitmen kekuasaan bukan untuk beribadah kepada Allah Swt tetapi sebatas untuk meraih materi. Kasus korupsi yang menimpa sejumlah tokoh politik, termasuk ketua umum parpol, dinilai Mashadi hanya merupakan puncak gunung es.
"Walaupun menjadi pemimpin partai dakwah, awalnya minta Mahar terus minta Maharanie," kata pendiri Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu sembari menyindir seorang bekas ketua partai yang didirikannya itu.
"Dia
bilang, sudah terima saja nanti dosanya saya yang nanggung," kata
Mashadi menirukan ucapan kawannya itu. Untungnya, Mashadi adalah salah
satu dari segelintir politikus DPR yang saat itu dikenal bersih dan
sederhana. Sehingga segala bentuk suap itu ditolaknya. "Saya
jadi merasa paling malu itu ya jadi anggota DPR," ungkap Mashadi yang
pernah duduk di Komisi I DPR itu dengan sorot matanya yang tajam.
Mashadi yang pada periode 1999-2004 juga menjadi anggota Badan Anggaran DPR itu lantas mengkritik keras perilaku para politikus Muslim, termasuk parpol Islam saat ini yang menerapkan prinsip menghalalkan segala cara dalam meraih tujuan. "Ini fenomena penyimpangan (inhiraf) yang luar biasa di Indonesia," katanya.
Mantan anggota dewan yang tak malu-malu menggunakan motor Kymco saat berkantor di Senayan itu lantas membandingkan kondisi di Indonesia dengan kondisi di Timur Tengah saat ini. Menurut Mashadi, jika di Timur Tengah orang berbondong-bondong dari sekuler kembali kepada Islam, di Indonesia malah sebaliknya.
"Di sini dari Islam menjadi sekuler. Mereka bobrok, tidak ada komitmennya terhadap Islam," tandasnya.[sionline/www.al-khilafah.org]
"Good Governance itu utopia. Karena tidak ada komitmen yang sungguh-sungguh untuk membangun Indonesia yang bersih bebas dari korupsi," kata mantan anggota DPR Ustad Mashadi, dalam Majelis Taqarrub Ilallah dan Temu Pembaca Suara Islam, di Masjid Baiturahman, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (23/2/2013).
Menurut Mashadi, hal itu diakibatkan komitmen kekuasaan bukan untuk beribadah kepada Allah Swt tetapi sebatas untuk meraih materi. Kasus korupsi yang menimpa sejumlah tokoh politik, termasuk ketua umum parpol, dinilai Mashadi hanya merupakan puncak gunung es.
"Walaupun menjadi pemimpin partai dakwah, awalnya minta Mahar terus minta Maharanie," kata pendiri Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu sembari menyindir seorang bekas ketua partai yang didirikannya itu.
Mashadi
lantas bercerita. Anggota Dewan bergelimangan dengan uang haram itu
sebenarnya tidak hanya terjadi saat ini saja. Pada saat dia menjadi
anggota DPR praktik-praktik suap itu telah merajalela. Suatu waktu dia
disodori segepok uang berjumlah Rp20 juta oleh koleganya di DPR.
Mashadi yang pada periode 1999-2004 juga menjadi anggota Badan Anggaran DPR itu lantas mengkritik keras perilaku para politikus Muslim, termasuk parpol Islam saat ini yang menerapkan prinsip menghalalkan segala cara dalam meraih tujuan. "Ini fenomena penyimpangan (inhiraf) yang luar biasa di Indonesia," katanya.
Mantan anggota dewan yang tak malu-malu menggunakan motor Kymco saat berkantor di Senayan itu lantas membandingkan kondisi di Indonesia dengan kondisi di Timur Tengah saat ini. Menurut Mashadi, jika di Timur Tengah orang berbondong-bondong dari sekuler kembali kepada Islam, di Indonesia malah sebaliknya.
"Di sini dari Islam menjadi sekuler. Mereka bobrok, tidak ada komitmennya terhadap Islam," tandasnya.[sionline/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar