Header Ads

Merintis Dakwah, Mengalirkan Pahalan

Pagi itu saya mendapatkan amanah mengisi ceramah di salah satu kota di Jawa Tengah. Acara baru saja dimulai, ketika tiba-tiba ada seseorang yang mendekat dan mengajak salaman. Mungkin sengaja, beliau hanya tersenyum dan sama sekali nggak membuka pembicaraan. Tapi, tunggu.... ingatan saya langsung connect, "Lho, antum di sini sekarang?", saya kaget. Anak muda yang saya temui pagi itu dulu di Surabaya. Kami sama-sama aktif di UKKI, saya di IKIP Surabaya, sementara beliau dari salah satu PTS di Surabaya


Saya tak ingat kapan terakhir kami ketemuan. Cuma kalau dihitung dari masa-masa kuliah dulu, kira-kira kami sudah berpisah sekitar 20 tahunan. "Wajah antum tetap seperti yang dulu. Bedanya, dulu pas kuliah klimis, sekarang belum dicukur bersih, jadi rada brewokan dikit". Hahaha... kami lantas tertawa. Sayang, kami belum bisa ngobrol panjang bernostalgia, MC sudah memanggil nama saya untuk naik ke panggung. Ketika acara selesai, saya sudah tak melihat beliau lagi.

Baru pada malam harinya, pimpinan daerah HTI di kota tersebut mengirim message japri ke Fesbuk saya, "Yang tadi menemui Ustadz, adalah orang pertama yang merintis dakwah HTI di kota ini, dan kemudian juga menjadi cikal bakal pertumbuhan HTI di kota-kota sekitarnya. Bahkan saya ini termasuk anggota halqoh pertama beliau".

Subhanalloh... Alhamdulillah... Allohu Akbar!!!

Saya mengenal sosok anak muda ini semenjak sama-sama mahasiswa dulu. Memang sudah terlihat saat kuliah, ghirah Islamnya sangat tinggi. Tapi yang saya tidak menduga adalah setelah selesai kuliah dan pulang kampung, ternyata dakwahnya bukan berhenti karena jauh dari kami di Surabaya, justru malah sekarang merintis dakwah HTI di kotanya. Seorang diri di sebuah kota, dan kemudian memulai dakwah tanpa ditemani siapapun, dan sekarang di kota tersebut dakwah HTI bisa bertumbuh sangat pesat, sungguh, sungguh, sungguh luar biasa.

Sebelum ini, saya juga pernah bertemu sang perintis dakwah HTI di salah satu kota di Kalimantan. Beliau dulu mahasiswa di Malang, dan selepas kuliah merantau ke luar Jawa memang dalam rangka mengembangkan dakwah. Hasilnya, subhanalloh... saat saya mengisi acara HTI di kota tersebut, pertumbuhan dakwahnya sungguh pesat. Padahal, ketika syabab ini pertama kali datang, beliau kadang harus menggunakan transportasi sungai untuk menjangkau lokasi-lokasi yang menjadi tujuannya.

Selalu menyenangkan berada di sebuah kota dengan dakwah HTI yang semarak, lalu mengenal sang perintis dakwah di kota tersebut. Sebab kita semua tahu, tidak mudah menjadi perintis dakwah. Berjuang sendirian, tiada kawan yang mendampingi. Dengan berbekal kepercayaan diri, dan keyakinan bahwa Alloh selalu menemaninya, sang perintis ini memulai dakwahnya menemui seorang demi seorang, masjid demi masjid, dari rumah ke rumah, dari kampung ke kampung, dan seterusnya. Sampai kemudian, JEBRET... dakwah HTI pun berkembang pesat di kota tersebut.

Bayangkan, betapa tak mudahnya melalui itu semua...
Bayangkan, betapa besar rintangan dan hambatannya...
Tapi, lihatlah, ketika dakwah sudah berkembang pesat, insya Alloh semuanya akan mengalirkan pahala...

Pahala kebaikan yang terus menerus tanpa putus...
Pahala karena ilmunya bermanfaat
Pahala karena menjadi wasilah datangnya hidayah Alloh melalui tangannya...

Saya sengaja menyamarkan nama syabab HTI yang saya maksudkan. Saya juga tak menuliskan nama kota tempat beliau berkiprah dan merintis. Saya tahu beliau ikhlas dalam berjuang, dan saya tetap ingin menyembunyikan amal beliau agar tidak ada peluang timbulnya riya'.

Sungguh, ini pelajaran berharga untuk saya pribadi. Dan semoga juga untuk antum semua yang membaca catatan ini. Jika suatu saat kita berada di kota yang sama sekali baru, atau di tempat di mana kita sendirian tanpa ada syabab lain yang menyertai kita. Saran saya, tetaplah bersemangat dalam berdakwah.

Memang mungkin ada pikiran pesimis yang mengganggu, "Ah, di sini kita sendirian, tak ada syabab HTI apalagi kantornya. Berat ah dakwah sendirian. Ya sudah, berhenti saja, nggak usah dakwah". Ini sikap yang dipengaruhi sikap pesimis.

Yang kita inginkan adalah justru sikap optimis, "Alhamdulillah... ini kota atau tempat yang baru. Memang di sini belum ada HTI, nggak ada syababnya, dan belum ada siapa-siapa untuk diajak bekerja sama dalam berdakwah. Tapi, BUKANKAH INI PELUANG MENJADI PERINTIS DAKWAH DI KOTA INI?"

Dua kawan saya di atas, yang satunya di Jawa Tengah dan satunya lagi di Kalimantan, telah menjadi teladan kesuksesan dalam merintis dakwah di satu kota. Tentu tidak mudah. Tapi, kalau semua jerih payah tersebut akan diganti Alloh dengan surga-Nya kelak, bukankah itu yang kita cari?


Surabaya, 25 September 2013
Muhammad Ihsan Abdul Djalil
[www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.