Header Ads

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), PELUANG ATAU ANCAMAN ?

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), PELUANG ATAU ANCAMAN ?
Oleh Imam Subahar (Lajnah Siyasiyah HTI Gresik)

Abstrak

Pemberlakuan MEA tahun 2015 menyebabkan lalulintas perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara menjadi tanpa kendala. MEA merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi kurang lebih 600 juta penduduknya. Perdagangan bebas dapat diartikan tidak ada hambatan tarif ( bea masuk 0-5% ) maupun hambatan nontarif bagi negara-negara anggota ASEAN. Sebenarnya AFTA dibentuk sejak Konferensi Tingkat Tinggi ( KTT ) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. MEA suatu keniscayaan setelah MEE juga telah diberlakukan oleh eropa.


Latar Belakang

Indonesia kini tengah berpacu dengan waktu dalam menyambut pelaksanaan pasar bebas Asia Tenggara atau biasa disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN ( MEA ) yang akan dimulai pada tahun 2015. ASEAN telah menyepakati sektor-sektor prioritas menuju momen tersebut. Ketika berlangsung ASEAN Summit ke-9 tahun 2003 ditetapkan 11 Priority Integration Sectors ( PIS ). Namun pada tahun 2006 PIS yang ditetapkan berkembang menjadi 12 yang dibagi dalam 2 bagian yaitu 7 sektor barang industri terdiri atas produk berbasis pertanian, elektronik, perikanan, produk berbasis karet, tekstil, otomotif dan produk berbasis kayu. Sedangkan 5 sektor jasa adalah transportasi udara, e-asean, pelayanan kesehatan, turisme, dan jasa logistik.

Keinginan ASEAN membentuk MEA didorong oleh perkembangan eksternal dan internal kawasan. Dari sisi eksternal, Asia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi baru dengan disokong oleh India, Tiongkok dan negara-negara ASEAN. Sedangkan secara internal, kekuatan ekonomi ASEAN sampai tahun 2013 telah menghasilkan GDP sebesar US$ 3,36 triliun dengan laju pertumbuhan sebesar 5,6 % dan memiliki dukungan jumlah penduduk 617,68 juta orang. 1

Konsep Masyarakat Ekonomi ASEAN

Sejalan dengan pesatnya dinamika hubungan antar bangsa di berbagai kawasan, ASEAN menyadari pentingnya integrasi negara-negara di Asia Tenggara. Pada pertemuan informal para kepala negara ASEAN di kuala lumpur tanggal 15 Desember 1997 disepakati ASEAN Vision 2020 yang kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan di Hanoi yang menghasilkan Hanoi Plan of Action (HPA). Visi 2020 termasuk HPA berisi antara lain : kondisi yang ingin diwujudkan di beberapa bidang, seperti orientasi keluar, hidup berdampingan secara damai dan menciptakan perdamaian internasional.

Beberapa agenda kegiatan yang akan dilaksanakan untuk merealisasikan Visi 2020 adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, ekonomi, lingkungan hidup, sosial, teknologi, hak cipta intelektual, keamanan dan perdamaian serta turisme melalui serangkaian aksi bersama dalam bentuk hubungan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan diantara negar-negara ASEAN.

Selanjutnya pada KTT ASEAN ke 9 di Bali pada tahun 2003 dihasilkan Bali Concord II, yang menyepakati pembentukan ASEAN Community yang disesuaikan dengan 3 pilar didalam ASEAN Vision 2020, yaitu pada bidang keamanan politik, ekonomi, sosial budaya. MEA adalah tujuan akhir integrasi ekonomi seperti yang dicanangkan dalam ASEAN Vision 2020 adalah :

“To create a stable, prosperous and highly competitive ASEAN economic region in which there is free flow of goods, services, investment, skill labor and free flow of capital, equitable economic development and reduced poverty and socio-economic disparities in year 2020.”

Untuk membantu tercapainya integrasi ekonomi ASEAN melalui AEC, maka dibuatlah AEC Blueprint yang memuat 4 pilar utama yaitu (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdididik dan aliran modal yang lebih bebas; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan dan e-commerce; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara Kamboja, Myanmar, Laos, Vietnam; (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi diluar kawasan dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.

Dengan berlakunya MEA 2015, berarti negara-negara ASEAN menyepakati perwujudan integrasi ekonomi kawasan yang penerapannya mengacu pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint.
Posisi Indonesia

Guna menyambut era perdagangan bebas ASEAN di ke-12 sektor yang telah disepakati, Indonesia telah melahirkan regulasi penting yaitu UU no. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan yang telah diperkenalkan ke masyarakat sebagai salah satu strategi Indonesia membendung membanjirnya produk impor masuk ke Indonesia. UU ini antara lain mengatur ketentuan umum tentang perijinan bagi pelaku usaha yang terlibat dalam kegiatan perdagangan agar menggunakan bahasa Indonesia di dalam pelabelan dan peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Melalui UU ini pula pemerintah diwajibkan mengendalikan ketersediaan bahan kebutuhan pokok bagi seluruh wilayah Indonesia. Kemudian menentukan larangan atau pembatasan barang dan jasa untuk kepentingan nasional misalnya untuk melindungi keamanan nasional.

Pada periode Jan-Agust 2013, ekspor Indonesia ke pasar ASEAN baru mencapai 23% dari total ekspor, hal ini terjadi karena tujuan ekspor Indonesia masih fokus pada pasar tradisional seperti AS, Cina dan Jepang. Peringkat Indonesia menurut global competitivenes index masih berada di posisi ke-38 dari 148 negara. Sementara Singapura menempati posisi ke-2, Malaysia ke-24, Thailand ke-37, Vietnam ke-70, dan Filipina di posisi 59.

Untuk pilar ekonomi, Indonesia masih harus meningkatkan daya produk Indonesia. Indonesia masih harus mengembangkan industri yang berbasis nilai tambah. Pemerintah telah melakukan upaya percepatan pemerataan pembangunan sebagai bagian dari penguatan ekonomi kerakyatan. Antara 2011-2013, investasi Indonesia banyak diarahkan pada wilayah-wilayah diluar pulau Jawa dengan memberikan rangsangan tax holiday. Bukan hanya tantangan akan kekhawatiran terhadap Indonesia hanya menjadi pasar bagi produk sejenis dari negara ASEAN lainnya, tetapi juga peluang. Sektor-sektor yang akan menjadi unggulan Indonesia dalam MEA 2015 adalah SDA, Informasi Teknologi dan Ekonomi Kreatif. Ketiga sektor ini merupakan sektor terkuat Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Pandangan Economics

Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Hendri Saparini, kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 baru mencapai 82 persen. Hal ini ditengarai dari 4 isu penting : 1) Indonesia berpotensi sekedar pemasok energi dan bahan baku bagi industrialasasi di kawasan ASEAN, sehingga manfaat yang diperoleh dari SDA minimal, tetapi defisit neraca perdagangan barang Indonesia yang saat ini paling besar diantara negara-negara ASEAN semakin bertambah, 2) Melebarkan defisit perdagangan jasa seiring peningkatan perdagangan barang, 3) Membebaskan aliran tenaga kerja sehingga Indonesia harus mengantisipasi dengan menyiapkan SDM karena potensi membanjirnya tenaga kerja asing (TKA), 4) Masuknya investasi ke Indonesia dari dalam dan luar ASEAN.

Solusi Alternatif

Perdagangan luar negeri adalah hubungan antarnegara, antarbangsa dan antarumat dalam aspek perdagangan yaitu pelayanan urusan perdagangan umat dan aspek luar negeri. Politik ini harus dibangun diatas landasan tertentu dan harus terikat dengan landasan tersebut. Perdagangan pasar bebas yang terlahir dari ideologi kapitalisme tentu mempunyai tujuan tertentu diantaranya tetap terus menancapkan hegemoni negeri maju kepada negara berkembang atau miskin. Adanya liberalisasi ekonomi akan menghilangkan peran dalam aktivitas ekonomi dan lebih mengedepankan peran individu dalam hal ini swasta.

Memang terdapat dampak positif dari adanya pasar bebas seperti terbukanya akses pasar ekspor keluar negeri, meningkatnya arus investasi antara negara dan meningkatnya kerjasama antara pelaku bisnis antar negara. Akan tetapi, dampak negatifnya yakni sektor-sektor ekonomi negara berkembang akan hancur, negara lemah mengalami deindustrialisasi, menumbuhkan ekspor bahan mentah daripada bahan jadi dan adanya pergeseran jenis usaha dari produsen menjadi importir atau pedagang.2

Lalu bagaimanakah pandangan ekonomi Islam mengenai perdagangan bebas ini, Islam merupakan satu-satunya agama yang mengemukakan prinsip-prinsip yang meliputi semua segi kehidupan manusia. Perdagangan luar negeri memang sudah pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW sejak belia seperti saat di ajak pamannya Abi Thalib berdagang ke Syam dan nnegeri lainnya. Tidak hanya membicarakan tentang nilai-nilai ekonomi, Islam juga telah menanamkan kerangka kerja yang luas berdasarkan kesempatan berekonomi yang sama dan adil. Islam memilki sejumlah regulasi mengenai perdagangan luar negeri yang sangat kontras dengan perdagangan bebas :


  1. Perdagangan merupakan hal yang mubah. Hanya saja, karena perdagangan luar negeri melibatkan negara dan juga warga negara asing, maka negara Islam dalam hal ini Khalifah, bertanggung jawab untuk mengontrol, mengendalikan dan mengaturnya sesuai dengan ketentuan syariah. Membiarkan bebas tanpa adanya kontrol dan intervensi negara sama dengan membatasi kewenangan negara untuk mengatur rakyatnya. Padahal Rasulullah SAW “ Imam itu adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya”.
  2. Seluruh barang yang halal pada dasarnya dapat diperniagakan ke negara lain. Meski demikian ekspor komoditas tertentu dapat dilarang oleh Khalifah jika menurut ijtihadnya bisa memberikan dharar bagi negara Islam. Dalam kaedah Ushul dinyatakan “ Setiap bagian dari perkara yang mubah jika ia membahayakan atau mengantarkan pada bahaya, maka bagian tersebut menjadi haram sementara bagian lain dari perkara tersebut tetap halal”
  3. Hukum perdagangan luar negeri dalam Islam disandarkan pada kewarganegaraan pedagang ( pemilik barang ), bukan pada asal barang. Jika pemilik barang adalah warga negara Islam, baik muslim maupun kafir dzimmi, maka barang yang dia import tidak boleh dikenakan cukai. Rasulullah SAW bersabda “ Tidak akan masuk surga orang yang memungut cukai. Namun jika barang yang masuk ke wilayah negara Islam adalah milik warga negara asing, maka barang tersebut dikenakan cukai sebesar nilai yang dikenakan negara asing tersebut terhadap warga negara Islam, atau sesuai perjanjian antara negara Islam dengan negara asing tersebut. Namun demikian demikian, Khalifah diberikan kewenangan untuk mengatur besar tarif tersebut. Ketika misalnya pasokan komoditas yang dibutuhkan oleh penduduk negara Islam langka sehingga menyebabkan inflasi, maka tarifnya dapat diturunkan. Dari Abdullah bin Umar, ia berkata : “ Umar mengenakan setengah ’usyur (5 persen) untuk minyak zaitun dan gandum agar barang tersebut lebih banyak dibawa ke Madinah. Sementara quthniyyah (biji-bijian seperti kacang) beliau mengambil sepersepuluh (10 persen).” (HR. Abu Ubaid)
  4. Pedagang dari negara kafir mu’ahid (negara kafir yang memiliki perjanjian damai dengan negara Islam akan diperlakukan sesuai isi perjanjian yang disepakati antara kedua belah pihak. Akan tetapi pedagang dari negara kafir harbi ( AS, Inggris, Cina, Israel dll) ketika memasuki wilayah negara Islam harus memiliki izin (paspor) khusus.
  5. Membolehkan perdagangan bebas dengan alasan sejalan dengan Islam karena adanya larangan Islam terhadap penarikan cukai (al-maks) atas barang import milik warga negara Islam, tidak dapat dibenarkan. Hal ini karena perdagangan bebas saat ini asasnya adalah kapitalisme.
  6. Perdagangan bebas sejatinya adalah strategi penjajahan negara barat terhadap negeri-negeri Islam, padahal Allah SWT berfirman “ Allah tidak membolehkan orang-orang kafir menguasai kaum muslim” (QS. An-Nisa 141). 3

Wallahu a'lam.

1 .Berkas.dpr.go.id/ Info Singkat Vol. VI, no.10/II/P3DI/Mei/2014
2 . www.globalmuslim.web.id, june 10,2014 : Pasar bebas sejatinya adalah alat penjajahan ekonomi.
3 . Sistem Ekonomi Islam, Taqiyuddin an-Nabhani : HTI Press 2010, 403-418

[www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.