Header Ads

Reposisi Militer Indonesia

Reposisi Militer Indonesia
Reposisi Militer Indonesia
(Refleksi Konstruktif HUT TNI Ke-69)

Oleh Hanif Kristianto (Lajnah Siyasiyah HTI Jawa Timur)

Luar biasa dan wah! Itulah ungkapan rakyat negeri ini menyaksikan puncak perayaan HUT TNI Ke-69 di Koarmatim, Tanjung Perak, Surabaya. Selasa, 7 Oktober 2014, menjadi hari bersejarah bagi Surabaya dan Indonesia. Perhelatan akbar untuk unjuk gigi militer Indonesia. Sedari awal persiapan dan gladi bersih, langit Surabaya dan kota sekitarnya menyaksikan helikopter dan pesawat tempur. Anak-anak kecil merasa terhibur, karena mereka menyaksikan pesawat dan helikopter. Bahkan, seorang anak bercita-cita ingin menjadi tentara kelak dewasa.


Spandukisasi (pemasangan spanduk) menghiasai jalan-jalan di Surabaya. Spanduk bertuliskan Dirgahayu TNI Ke-69 “Bersama Rakyat TNI Kuat, Patriot Sejati, Profesional, dan Dicintai Rakyat”. Spandukisasi ini dipasang atas inisiatif sendiri. Ada yang perorangan, perusahaan, ormas, hingga elemen masyarakat. Spandukisasi ditujukan juga kepada Presiden bahwa rakyat masih cinta berat pada TNI.

Melalui perayaan ini, TNI ingin menunjukan kejayaan di udara, laut, dan darat. Setelah sekian dekade kemiliteran Indonesia dipandang sebelah mata. Meskipun Indonesia aktif dalam perdamaian dunia di bawah bendera PBB. Perayaan kali ini seolah yang terbesar dan termegah dengan biaya milyaran rupiah. Di sisi lain, pengusaha kapal melalui Indonesia National Shipoowners Association (INSA) Surabaya pasrah merugi Rp 1 miliah hingga Rp 2 miliar akibat serangkaian kegiatan menjelang HUT TNI (30/9/2014, www.antarajatim.com).

Perayaan TNI yang meriah ini mengindikasikan beberapa hal: pertama, hadiah terakhir Presiden SBY di akhir masa kekuasaan. SBY sendiri Presiden berasal dari unsur militer. Maka wajar, junior yang berada di militer ingin mempersembahkan kepada seniornya. SBY pun ingin menunjukkan kepada rakyat bahwa militer masih dapat dipegang oleh presiden berkuasa. Kedua, unjuk kekuatan alutsista sebagai rasa terima kasih kepada rakyat. Karena alutsista dibeli dengan pajak yang dibayar rakyat. Serta untuk menunjukan keakraban dan keakuran TNI AL, TNI AD, dan TNI AU. Ketiga, pesan bagi Jokowi-JK bahwa militer dan alutsista sudah baik dan agar diperbaiki di masa jabatan berikutnya. Pelajaran bagi Jokowi-JK sebagai presiden dari kalangan sipil. Pemerintahan berikutnya diharapkan memberikan dana tambahan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kinerja militer. Keempat, penghapusan citra negatif selama ini kepada militer karena ada beberapa anggotanya yang menyakiti hati rakyat. Tanda cinta dan penghapusan dosa diwujudkan dengan mengundang rakyat hadir pada HUT TNI. Beberapa diantaranya, jalan sehat dan tasyakuran bersama. Kelima, TNI sadar bahwa kebersamaan bersama rakyat sebagai pengokoh keberadaan militer. Karena itu, Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, menerima penghargaan ‘Karya Wira Bhakti Kerta Raharja’ dari Panglima TNI Jendral Moeldoko, karena kerjasama dengan TNI dalam pembangunan rumah tidak layak huni (sumber: 26/9/2014, www.beritajatim.com).

Catatan bagi Militer

Militer merupaka unsur penting ketiga dalam bangunan negara, setelah politik dan ekonomi. Militer merupakan penjaga kedaulatan, kemanan, dan mencegah serangan luar negeri. Militer menjadi alat pagi panglima tertinggi yaitu kepala negara. Tak ayal, militer senantiasa dipengaruhi oleh kepentingan politik dan ekonomi. Meskipun, militer sering menyangkal apolitik (tak berpolitik) dan jauh dari intervensi ekonomi.

Sejarah pembentukan TNI tak berlepas dari perjuangan rakyat yang didorong oleh pemikiran yang sama dan dorongan keimanan untuk mengusir penjajah. Ulama’ dan kalangan santri menjadi pelopor perjuangan ini. Karena merekalah orang yang terdidik. Barulah mereka menyebarkan kesadaran dan mengajak rakyat luas untuk ‘berjihad’ melawan penjajah. Resolusi Jihad dari KH Hasyim Asy’ari menjadi tonggak perjuangan di Surabaya. Kegagahan Jendral Sudirman dalam perang Gerilya menjadikan rakyat semakin bersatu kuat. Serta menginspirasi rakyat luas untuk tetap teguh mengusir penjajah. Semangat ini pun menjalar luas seluruh Indoesia. Lantas, bagaimanakah kondisi saat ini?

Memang masih banyak catatan bagi militer Indonesia. Beberapa di antaranya:
  1. Pemikiran dan perasaan militer Indonesia sudah tercampuri oleh ideologi asing yang tidak benar. Semisal: sekularisme, kapitalisme, dan demokrasi. Tak jarang terjadi bentrok antar kesatuan.
  2. Militer menjadi kepentingan elit penguasa. Peristiwa G-30 S PKI, kenaikan Jendral Soeharto sebagai Presiden, Peristiwa Talangsari dan Tanjung Priok, dapat dijadikan contoh. Tak hanya untuk memukul lawan politik, lawan ideologi pun dilibas atas nama keamanan negara.
  3. Sistem komando dalam kemiliteran akhirnya menjadikan prajurit sebagai korban atau pelaku kejahatan. Hanya beralasan perintah atasan dan tanpa memandang benar atau salah, serta ketidaktahuan informasi yang benar, militer bertindak represif.
  4. Militer Indonesia masih dibenturkan dua hal: bela negara ataukah bela agama? Karena sering ada kebijakan yang tidak sesuai dengan aqidah yang dipeluk, khususnya bagi umat Islam. Serta belum masifnya, penggunaan pakaian syar’i oleh militer wanita.
  5. Militer juga sering dimanfaatkan kalangan pengusaha nakal untuk melindungi bisnis ilegalnya. Peristiwa perebutan lahan perkebunan hingga menimbulkan korban tewas kerap terjadi. Baru-baru ini demi meningkatkan kesejahteraan rakyat, Paglima TNI Jendral Moeldoko mengangkat, Prof. Dr. Datuk Sri Tohir (Pengusaha/CEO Mayapada Group) sebagai penasihat TNI bidang kesejahteraan.
  6. Purnawirawan militer sering menjabat posisi penting baik di perusahaan ataupun organisasi massa atau politik. Semisal Prabowo (Gerindra), Wiranto (PKP), TB Silalahi, dan lainnya. Sehingga pada pilpres 2014 terjadi perang Jendral dalam dukungan capres-cawapres.
  7. Intervensi asing masih membayangi militer. Pelatihan gabungan bersama pasukan AS, Singapura, Korea Selatan, dan beberapa negara lainnya dijadikan asing untuk mengukur kekuatan militer Indonesia. Ajang latihan bersama dijadikan sebagai bahan untuk kebijakan selanjutnya terkait kepentingan politik luar negeri mereka. Hasrat itu tampak pada kepentingan AS di Asia Pasifik untuk menghadapi pengaruh China. Serta menjaga kepentingan bisnis AS di Indonesia. Pangkalan militer di Darwin Australia jadi bukti.
  8. Militer Indonesia belum pernah berperang dalam kondisi sesungguhnya. Akibatnya, lulusan akademi militer banyak yang berada di barak. Akhirnya kegiatannya dialihkan untuk urusan administrasi dan membantu kepentingan rakyat,semisal membangun rumah tidak layak, bersih sungai, bersih desa, dan terjud membantu korban bencana. Jika hal ini terjadi, maka rasa patriotisme dalam jiwa militer semakin memudar. Kekuatan pun hilang dan dihinggapi rasa enggan jika ditugaskan di medan pertempuran. Alutsista yang ada sekadar jadi pajangan dan untuk gagah-gagahan.
Catatan penting bagi alutsista masih bergantung pada militer asing. Kekuatan militer Indonesia belum mampu menaikan tawar Indonesia di kancah Internasional. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negera pengekor. Berbeda dengan kekuatan negara kapitalis, AS. Kekuatan militernya digunakan untuk melindungi kepentingan bisnis AS di negera asing. Pengaruhnya berasa di Timur Tengah, Singapura, dan Australia. Keberadaan perang di beberapa wilayah dimanfaatkan untuk menjual alutsista buatan Amerika. Tak ayal, industri militernya berkembang pesat, meskipun mereka diterpa krisis tak berkesudahan.

Pembelian alutsista dari luar negeri tak lepas dari kepentingan politik. AS, Rusia, China, dan Inggris menjadi negara pembuat alutsista yang kompeten. Pembelian Shukoi (Rusia) pada era megawati ditengarai ada tukar guling dengan kebijakan ekonomi. AS pun mengembargo suku cadang F-16 dengan alasan Indonesia masih terjadi pelanggaran HAM berat. Alasan itu sesungguhnya dibuat-buat untuk menekan Indonesia agar tunduk pada kepentingan asing.

Reposisi Militer

Usia ke-69 TNI selayaknya dijadikan perenungan bagi semua. Dari presiden hingga rakyat. Dari anggota dewan hingga pimpinan tentara. Reposisi militer digunakan untuk memungsikan militer agar menjadi patriot sejati, profesional, dan dicintai rakyat. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam pembinaan anggota militer:

Pertama, anggota militer dibina baik mental maupun perasaan dengan ideologi yang benar (Islam). Mereka dibina dengan aqidah Islam dan ditunjukan tujuan hidupnya. Hal ini untuk mendorong mereka sebagai patriot yang solih dan solihah. Taat pada Allah dan Rasul-Nya. Keimanan yang kuat inilah yang mendorong prajurit pada masa penjajahan untuk rela berkorban.

Kedua, anggota militer dibekali dengan ulumul quran-hadits, ilmu fiqh, ilmu peperangan, dan sains-teknologi. Profesional akan terwujud pada diri anggota. Mereka tak hanya cakap di medan peran tapi juga sekaligus menjadi inovator, ulama, dan profesional dalam segala bidang.

Ketiga, dimunculkan rasa saling menghormati dan menyayangi. Musuh mereka bukanlah rakyat biasa. Islam pun menegaskan dalam peperangan tidak boleh membunuh rakyat sipil, wanita, anak-anak, orang tua, dan pemuka agama. Mereka seharusnya memoncongkan kepada musuh yang sesungguhnya yang akan merebut negara dari tangan rakyat. Intinya, militer sebagai penjaga keamanan dari serangan luar negeri.

Ketiga, anggota militer jika ingin dicintai haruslah bersama rakyat. Janganlah anggota militer menjadi penjaga demokrasi yang bobrok. Rakyat pun diajak untuk berjuang dengan pandangan yang benar sebagaimana yang diperintahkan Allah dan Rasulnya. Mereka seharusnya menyampaikan dakwah di tengah-tengah masyrakat. Membina rakyat dengan ideologi Islam dan turut aktif menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia.

Keempat, anggota militer, khususnya yang muslim, selayaknya dikirimkan ke daerah konflik untuk menolong saudara muslim lainnya. Berjihadlah membantu rakyat Palestina, Irak, Afghanistan, dan lainnya. Buanglah sekat nasionalisme yang membelenggu. Utamakan dorongan aqidah. Pasti, militer Indonesia akan dicintai umat Islam seluruh dunia. Karena inilah hakikat partisipasi dalam perdamaian dunia dan mengeyahkan penjajah.

Terkaait alutsista maka dibutuhkan sistem perindustrian yang dilandasi politik perang. Agar negara menjadi negara maju yang jauh dari pengaruh negara lain, maka dia harus mampu membangun industri persenjataannya, serta meningkatkan kecanggihan persenjataannya terus-menerus, sehingga secara pasti akan sanggup mengukuhkan kekuatannya sendiri. Dia juga harus sanggup memiliki dan menguasai persenjataan yang paling canggih dan paling kuat sekalipun, apapun bentuk kecanggihan dan kemajuan persenjataan tersebut. Sehingga semua persenjataan yang dibutuhkan bisa dikuasai, yang akhirnya bisa menggentarkan semua musuh, baik yang jelas-jelas kelihatan maupun musuh-musuh dalam selimut. Sebagaimana firman Allah SWT.:

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuh-musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya." (Q.S. Al Anfal: 60)

Negara yang menjual persenjataan kepada negara-negara lain, jelas tidak akan menjual semua jenis persenjataannya, terutama jenis senjata-senjata yang canggih. Dia juga tidak akan menjual, tanpa syarat apapun, termasuk bagaimana cara mempergunakannya. Dia pun tidak akan menjual begitu saja, selain dengan kadar tertentu yang menurutnya tidak ada masalah. Dan jelas tidak akan memenuhi begitu saja, sesuai dengan permintaan negara yang ingin membelinya. Hal-hal itulah yang menjadikan negara pemasok sebagai pengendali dan pencengkram negara pembeli persenjataannya.

Hal itu juga yang memungkinkan negara pemasok tersebut menjadi pengendali kehendak negara pembeli. Terutama, kalau negara pembeli sedang dalam keadaan perang, maka pasti saat itu dia membutuhkan tambahan pasokan senjata, spare parts, amunisi maupun yang lain. Semuanya itu menjadikan ketergantungan negara pembeli kepada negara pemasok persenjataan tersebut sangat besar, begitu pula ketundukan kepada permintaan-permintaan negara pemasok tersebut juga amat besar. Inilah yang memperkuat posisi negara pemasok, sehingga dia bisa menguasainya bahkan menjadi penentu kehendak-kehendak negara pembeli. Terutama pada saat perang serta dalam keadaan yang sangat membutuhkan persenjataan maupun spare parts tersebut. Dengan begitu, negera pembeli senjata tadi telah menggadaikan dirinya, kehendak, perang dan kekuatannya kepada negara yang memasok persenjataan tersebut.

Wahai militer Indonesia yang menjadi anak keturunan KH Hasyim Asy’ari, Pangeran Diponegoro, Bung Tomo, dan Jendral Soedirman. Penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya sebagai orang-orang yang beriman. Saudaramu menunggu kehadiranmu untuk mengusir Israel, AS, dan sekutunya. Usirlah mereka yang mengokohkah penjajahan dan merampas kekayaan negeri kaum muslim. Ingatlah, dominasi kapitalis-demokrasi telah membelenggu dirimu dan negeri muslim lainnya. Maka enyahkanlah dominasi itu. Turunkanlah pemimpin boneka yang memberikan loyalitas kepada asing penjajah dan jauh dari rakyatnya. Sungguh kemuliaan jika engkau turut berjuang mewujudkan NKRI (Negara Khilafah Rasyidah Islamiyah) yang bermanhaj kenabian. Berikanlah loyalitas Anda kepada para pejuang Syariah dan Khilafah. Khilafahlah yang akan menghapus dominasi asing di negeri muslim dan seluruh dunia. Inilah negara sahih yang akan memberikan kesejahteraan bagi umat manusia dan engkau akan tercatat sebagai penolong agama Allah.
“tolonglah agama Allah, niscaya Allah akan menologmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS Muhammad:7)

Jadilah engkau sebaik-baik pasukan sebagaimana hadits Rasulullah yang diwujudkan Muhammad Al-Fatih ketika menaklukan konstantinopel. Ini kesempatan kedua untuk menjadi pasukan terbaik dengan menaklukan Roma dan menegakan Khilafah. Surga sudah merindukanmu. Insya Allah. [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.