Jangan Ada Depolitisasi Islam
Oleh Fajar M (Khilafah Community Lamongan)
Bukan kali ini saja umat Islam coba dibungkam keinginannya untuk kembali kepada Islam. Tak heran jika aktifis pergerakan Islam menghadapi ancaman dan tantangan itu. Padahal, jika kembali kepada sejarah depolitisasi politik Islam ternyata langkah itu dilakukan oleh kolonial penjajah. Lantas, manusia zaman sekarang apa akan sama dengan masa kolonial? Ini zaman kemerdekaan, bukan masa ototitarian atau pemberlakuan hukum rimba.
Belajar Pada Sejarah
Jangan sekali-kali melupakan sejarah (JASMERAH). Balatentara Jepang tidak menghendaki adanya partai politik yang didirikan pada masa Kebangkitan Kesadaran Nasional. Oleh karena itu dikeluarkanlah perintah pembubaran segenap organisasi sosial politik-deparpolisasi dan deormasisasi. Sampai saat pendudukan, partai politik yang masih eksis adalah Partai Sjarikat Islam Indonesia-P.S.I.I dan Partai Islam Indonesia, serta Partai Indonesia Raja-Parindra. Dengan adanya larangan aktivitas parpol itu, PSII mengumumkan pembubarannya pada 2 Mei 1942. Disusul PII pada 20 Mei 1942.
Tindakan bala tentara Jepang ini jelas menunjukkan rasa takutnya terhadap partai politik Islam. Di satu pihak, Bala tentara Jepang menyadari akan menghadapi serangan balik dari Sekutu dan sangat memerlukan bantuan ulama dan santri yang memiliki latar belakang sejarah yang diperjuangkan secara konsisten, yaitu anti-Penjajah Kristen.
Sejarah Berulang
Rasanya Allah telah memberikan pelajaran bagi kita semua, agar umat Islam senantiasa waspada dan tak terpedaya. Karena musuh-musuh umat Islam tidak pernah tidur dalam membungkam umat Islam. Jangan sampai umat Islam terhasut oleh rayuan jahat yang mencoba menjadikannya sebagai pion untuk menghancurkan saudara sesama muslim.
Kondisi Indonesia pasca kemerdekaan tak mampu tegak berdiri. Sekadar menentukan model dan rezim saja berganti-ganti. Demokratisasi sekadar kedok untuk menutupi kelanggengan penjajahan di negeri ini. Partisipasi umat Islam dalam rangka terlepas dari belenggu penjajahan jarang yang diapresiasi. Sebaliknya, silau kepada ide dan jargon-jargon yang menyudutkan umat Islam.
Depolitisasi Islam tampaknya berhasil di negeri ini. Puluhan Partai Islam, namun tidak boleh menerapkan Syariah Islam dan menjadikan rujukan dalam pembuatan aturan. Islam dikandangkan dalam lelaku ritual dan terkotak-kotak. Kalangan ulama dan santri ditakut-takuti ketika hendak memperjuangkan tegaknya syariah Islam. Ungkapan satire senantiasa dialamatkan kepada Islam dan umatnya. Akibatnya ulama, santri, dan umat Islam menjauh dari perjuangan politik. Kondisi itu akhirnya membuat jumud yang berlanjut hingga generasi berikut.
Di tengah kejumudan itu, ada upaya untuk memecah kebuntuhan di tengah gejolak dan persoalan Bangsa. Neoliberalisme dan neo-imprealisme merongrong sendi-sendi kehidupan. Bahkan negera terkadang kalah di tangan pengusahan. Negera kadang tersandera oleh kepentingan kapitalisme global dan menjadi bancaan penjajah dalam hegemoni ekonomi-politik. Untuk itulah, Hizbut Tahrir yang mendklarasikan diri sebagai Partai Politik Islam Ideologis menawarkan Syariah dan Khilafah sebagai solusi bagi negeri ini. Upaya membangkitkan umat dengan ideologi islam inilah yang saat ini ditakuti oleh musuh-musuh Islam. Karena mereka tak mampu menawarkan gagasan solusi yang ideal, akhirnya membuat larangan.
Depolitisasi HT sama saja menunjukan kekalahan intelektual. Gagasan HT adalah upaya penyadaran untuk terbebas dari segala penjajahan fisik dan non-fisik. Umat sejatinya tahu bahwa sistem Kapitalisme-Demokrasi telah gagal memberikan harapan. Justru topeng kepalsuan dan kehinaan yang datang. Karena itu, segeralah berhenti melakukan depolitisasi pada gerakan Islam manapun. Jangan pernah mengotakkan perjuangan politik Islam yang menjadikan gerakan Islam melunak dan membebek pada kepentingan Barat. Sejarah cukup menjadi pelajaran, bagaimana kesudahan setiap rezim yang melarang Islam.
Bala tentara Jepang pun akhirnya tunggang langgang dan menyerah kepada rival dalam perang dunia. Husni Mubarak pun akhirnya tumbang meski didukung oleh kekuatan AS secara global. Yang terbaru, Islam Karimov mendapatkan balasannya di akhir hayatnya. Apakah rezim ini akan mengulangi sejarah yang sama yaitu mengubur dirinya sendiri dalam kehinaan abadi. Berfikirlah. Pejuang Islam itu adalah kekasih Allah. Maka Allah akan mencerai-beraikan setiap usaha yang mencoba menghadang perjuangan Islam. Gusti Allah Mboten Sare, dulur! [www.al-khilafah.org]
Bukan kali ini saja umat Islam coba dibungkam keinginannya untuk kembali kepada Islam. Tak heran jika aktifis pergerakan Islam menghadapi ancaman dan tantangan itu. Padahal, jika kembali kepada sejarah depolitisasi politik Islam ternyata langkah itu dilakukan oleh kolonial penjajah. Lantas, manusia zaman sekarang apa akan sama dengan masa kolonial? Ini zaman kemerdekaan, bukan masa ototitarian atau pemberlakuan hukum rimba.
Belajar Pada Sejarah
Jangan sekali-kali melupakan sejarah (JASMERAH). Balatentara Jepang tidak menghendaki adanya partai politik yang didirikan pada masa Kebangkitan Kesadaran Nasional. Oleh karena itu dikeluarkanlah perintah pembubaran segenap organisasi sosial politik-deparpolisasi dan deormasisasi. Sampai saat pendudukan, partai politik yang masih eksis adalah Partai Sjarikat Islam Indonesia-P.S.I.I dan Partai Islam Indonesia, serta Partai Indonesia Raja-Parindra. Dengan adanya larangan aktivitas parpol itu, PSII mengumumkan pembubarannya pada 2 Mei 1942. Disusul PII pada 20 Mei 1942.
Tindakan bala tentara Jepang ini jelas menunjukkan rasa takutnya terhadap partai politik Islam. Di satu pihak, Bala tentara Jepang menyadari akan menghadapi serangan balik dari Sekutu dan sangat memerlukan bantuan ulama dan santri yang memiliki latar belakang sejarah yang diperjuangkan secara konsisten, yaitu anti-Penjajah Kristen.
Sejarah Berulang
Rasanya Allah telah memberikan pelajaran bagi kita semua, agar umat Islam senantiasa waspada dan tak terpedaya. Karena musuh-musuh umat Islam tidak pernah tidur dalam membungkam umat Islam. Jangan sampai umat Islam terhasut oleh rayuan jahat yang mencoba menjadikannya sebagai pion untuk menghancurkan saudara sesama muslim.
Kondisi Indonesia pasca kemerdekaan tak mampu tegak berdiri. Sekadar menentukan model dan rezim saja berganti-ganti. Demokratisasi sekadar kedok untuk menutupi kelanggengan penjajahan di negeri ini. Partisipasi umat Islam dalam rangka terlepas dari belenggu penjajahan jarang yang diapresiasi. Sebaliknya, silau kepada ide dan jargon-jargon yang menyudutkan umat Islam.
Depolitisasi Islam tampaknya berhasil di negeri ini. Puluhan Partai Islam, namun tidak boleh menerapkan Syariah Islam dan menjadikan rujukan dalam pembuatan aturan. Islam dikandangkan dalam lelaku ritual dan terkotak-kotak. Kalangan ulama dan santri ditakut-takuti ketika hendak memperjuangkan tegaknya syariah Islam. Ungkapan satire senantiasa dialamatkan kepada Islam dan umatnya. Akibatnya ulama, santri, dan umat Islam menjauh dari perjuangan politik. Kondisi itu akhirnya membuat jumud yang berlanjut hingga generasi berikut.
Di tengah kejumudan itu, ada upaya untuk memecah kebuntuhan di tengah gejolak dan persoalan Bangsa. Neoliberalisme dan neo-imprealisme merongrong sendi-sendi kehidupan. Bahkan negera terkadang kalah di tangan pengusahan. Negera kadang tersandera oleh kepentingan kapitalisme global dan menjadi bancaan penjajah dalam hegemoni ekonomi-politik. Untuk itulah, Hizbut Tahrir yang mendklarasikan diri sebagai Partai Politik Islam Ideologis menawarkan Syariah dan Khilafah sebagai solusi bagi negeri ini. Upaya membangkitkan umat dengan ideologi islam inilah yang saat ini ditakuti oleh musuh-musuh Islam. Karena mereka tak mampu menawarkan gagasan solusi yang ideal, akhirnya membuat larangan.
Depolitisasi HT sama saja menunjukan kekalahan intelektual. Gagasan HT adalah upaya penyadaran untuk terbebas dari segala penjajahan fisik dan non-fisik. Umat sejatinya tahu bahwa sistem Kapitalisme-Demokrasi telah gagal memberikan harapan. Justru topeng kepalsuan dan kehinaan yang datang. Karena itu, segeralah berhenti melakukan depolitisasi pada gerakan Islam manapun. Jangan pernah mengotakkan perjuangan politik Islam yang menjadikan gerakan Islam melunak dan membebek pada kepentingan Barat. Sejarah cukup menjadi pelajaran, bagaimana kesudahan setiap rezim yang melarang Islam.
Bala tentara Jepang pun akhirnya tunggang langgang dan menyerah kepada rival dalam perang dunia. Husni Mubarak pun akhirnya tumbang meski didukung oleh kekuatan AS secara global. Yang terbaru, Islam Karimov mendapatkan balasannya di akhir hayatnya. Apakah rezim ini akan mengulangi sejarah yang sama yaitu mengubur dirinya sendiri dalam kehinaan abadi. Berfikirlah. Pejuang Islam itu adalah kekasih Allah. Maka Allah akan mencerai-beraikan setiap usaha yang mencoba menghadang perjuangan Islam. Gusti Allah Mboten Sare, dulur! [www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar