Header Ads

Ditolak Rakyat Kok Jadi Menteri

Jakarta - Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Fahmi Idris pagi-pagi terlihat mendatangi rumah mantan Menteri Kesehatan Farid Anfasa Moeloek. Kedatangan Fahmi ke rumah Farid diduga untuk memberi penjelasan terkait batalnya Nila Djuwita, istri Farid, masuk dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid 2.

Pasalnya, Nila yang sebelumnya menjadi kandidat kuat Menteri Kesehatan (Menkes), ternyata beberapa jam sebelum pengumuman daftar menteri ia batal melenggang. Posisinya digantikan Endang Rahayu Sedyaningsih, pejabat eselon 2 yang bertugas di Litbang Depkes. Endang merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tahun 1979 dan bergelar Phd dari Harvard University, Amerika Serikat (AS).

Batalnya Nila jadi Menkes sempat menjadi kontroversi tersendiri. Pagi hari sebelum pengumuman kabinet, beredar kabar santer ada 5 calon menteri gagal dalam tes kesehatan. Tidak ada pihak Istana yang mau memberikan klarifikasi soal isu tersebut hingga SBY kemudian mengumumkan nama-nama menteri. Dari 5 nama calon menteri yang disebut-sebut tidak lolos tes kesehatan, ternyata hanya Nila seorang yang mental dari daftar menteri.

Akhirnya penjelasan muncul dari mulut Nila sendiri. Dosen kedokteran Univeristas Indonesia (UI) itu menceritakan, ia ditelepon Hatta Rajasa yang mengabarkan ia batal ditunjuk jadi menteri karena tidak lolos tes kesehatan. “Jadi (pemeriksaan kesehatan) selesai siang jam 12.00 WIB. (Pak Hatta menelepon) dikatakan saya tidak kuat stres, dan dikatakan sebaiknya tidak ditempatkan di sana. Jadi ya katanya sih saya kurang tahan stres,” terang cerita Nila saat ditemui di rumahnya, Patra Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (22/10/2009).

Nila sempat dipanggil ke kediaman pribadi presiden SBY di Puri Cikeas Indah, Bogor, Minggu, 18 Oktober, untuk menjalani uji kelayakan. Dalam pertemuan itu, ia sempat dibriefing SBY mengenai keadaan Indonesia dan beberapa hal yang ingin dicapai sesuai dengan target Millenium Development Goals (MDGs) di 2015.

Rupanya nasib berkata lain, SBY ternyata lebih memilih Endang dibanding Nila. SBY menjelaskan ia batal memilih Nila karena menilai dokter ahli mata itu bukan orang yang tepat untuk menjabat sebagai Menkes. “Di dalam proses seleksi, memang beliau amat unggul di bidang-bidang lain. Tapi ada satu-dua titik yang menurut saya tidak tepat kalau beliau saya forsir di departemen. Sekali lagi konsep the right person on the right place and the right time,” kata SBY.

Namun beberapa kalangan menilai, dipilihnya Endang Rahayu Sedyaningsih lantaran ada pesan khusus dari Amerika Serikat (AS). Indikasinya, Endang merupakan orang paling dekat dengan Namru-2 milik AS.

“Dipilihnya Endang saya lihat karena ada kepentingan Amerika. Misalnya digesernya Ibu Siti sebagai Menkes. Padahal dia berhasil karena bisa melawan negara besar seperti Amerika dan WHO,” ujar pengamat politik LIPI Syamsudin Haris pada detikcom.

Soal adanya pengaruh AS dalam pemilihan Endang juga dikatakan Ketua Komisi IX (Komisi Kesehatan) DPR Ribka Tjiptaning. Menurut Ribka, dipilihnya Endang tidak lepas dari pengaruh negara yang dipimpin Barack Obama itu.

Ribka juga heran atas penunjukan Endang karena nama yang berkembang sebelumnya Siti Fadilah Supari akan diganti Nila Djuwita FA Moeloek. “Yang mengherankan katanya ada 5-6 calon yang bermasalah. Tetapi kenapa hanya Ibu Nila saja yang diganti, tetapi yang lain tidak?” tandas Ribka.

Namun di mata Ketua Umum IDI Fahmi Idris, terpilihnya Endang merupakan hal yang wajar. Alasannya, rekam jejak Endang cukup baik di lingkungan Depkes dan menjalani kariernya dari bawah.

“Semua tangga karier dari bawah hingga ke atas dia lalui dengan baik. Mulai dari Puskesmas hingga tingkat provinsi. Selain itu dia juga punya latar belakang pendidikan yang bagus. Jadi Endang layak jadi Menkes,” jelas Fahmi saat dihubungi detikcom.

Selain itu ia Soal kedatangannya ke rumah Farid Anfasa Moeloek pagi tadi tidak terkait dengan kegagalan Nila sebagai Menkes. Kata Fahmi, ia datang ke rumah Farid sudah menjadi kebiasaan sebelumnya. Bukan terkait pemilihan Menkes.

“Saya memang sering datang silaturahmi ke rumah Pak Farid. Sebab beliau kan bekas Ketum IDI. Jadi saya sering minta pendapat dan masukan dari beliau. Tidak ada pembicaraan soal pengumuman Menkes,” jelas Fahmi.

Terpilihnya Endang sebagai Menkes, memang menjadi kontroversi. Sebab selain dinilai ada kaitannya dengan kepentingan AS, karier jabatan Endang di Depkes belum begitu mumpuni untuk didapuk menjadi Menkes.

Selain Endang, menteri baru di KIB jilid 2 yang menuai sorotan adalah Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro. Penempatan Purnomo sebagai Menhan dinilai aneh. “Mantan Menteri ESDM jadi Menhan adalah sebuah keanehan. Saya melihat Purnomo kurang siap di bidang pertahanan karena pengalamannya kurang,” jelas pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Maswadi Rauf.

Menurutnya, meski pernah menjabat Wakil Gubernur Lemhanas selama dua tahun (1998-2000), namun belum bisa menjamin Purnomo siap menduduki kursi penting di bidang pertahanan negara.

Berikutnya, yang dinilai penuh kontroversi adalah terpilihnya Agung Laksono sebagai Menko Kesra serta Andi Mallarangeng yang ditempatkan sebagai Menpora. Pasalnya, Agung dan Andi dinilai bukan orang yang pas untuk menempati posisi menteri yang sekarang ini.

Kata Yudi, selama menjadi Ketua DPR, Agung tidak punya prestasi yang membanggakan sebagai Ketua DPR, tapi entah kenapa ia dipilih jadi Menko Kesra. “Dalam Pemilu saja Agung tidak dipercaya oleh rakyat sehingga tidak masuk sebagai anggota DPR. Tapi herannya SBY kok malah memilih Agung sebagai menteri?” tanya pengamat politik Yudi Latief kepada detikcom.

Sementara Andi Mallarangeng, imbuh Yudi, sebenarnya sudah pas untuk posisi jubir kepresidenan, bukan Menpora. Sebab Andi dianggap tidak punya basis dan jaringan di organisasi kepemudaan (OKP). Apalagi dalam bidang olahraga.

“Untuk menangani Menpora harusnya ditempatkan orang yang tegas. Sebenarnya orang yang pas untuk jabatan Menpora seperti Adhyaksa Dault. Dia orangnya tegas dan punya jaringan kuat di OKP,” ujar Yudi.

Banyaknya menteri-menteri yang menuai kontroversi, dianggap Yudi, akibat SBY ingin bermain aman. SBY akhirnya sangat akomodatif terkait penempatan menteri-menteri di kabinetnya. (detikNews/hti)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.