Header Ads

HTI dan Ulama Datangi Kemenlu, Desak Pemerintah Perangi Israel

Jakarta - Israel terus menuai kecaman dari berbagai pihak di berbagai belahan dunia pasca serangannya terhadap kapal kemanusiaan Mavi Marmara yang membawa 10.000 ton bantuan kemanusiaan untuk Gaza, Palestina, beberapa waktu lalu. Bahkan, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan para ulama mendesak pemerintah agar memprakarsai penggalangan tentara perang untuk menghentikan kebiadaban Israel itu.

Desakan tersebut disampaikan HTI dan beberapa pimpinan pondok pesantren saat audiensi dengan Andri Hadi, Director General for Information and Public Diplomacy, Kementrian Luar Negeri beserta staf jajarannya, Senin (7/6) siang di Kantor Kemenlu, Jakarta.

Menanggapi hal itu, Andri Hadi menyatakan bahwa masalah Palestina tidak hanya masalah ukhuwah Islam, tetapi ini juga masalah konstitusi karena kemerdekaan ialah hak segala bangsa. Pemerintah pun tidak mau ada hubungan bilateral dengan Israel sampai Palestina merdeka. Pemerintah pun melakukan langkah-langkah agar relawan kemanusian selamat.

Namun mengirim pasukan perang ke luar wilayah Indonesia tidak dapat dilakukan karena tidak ada Undang-Undangnya. Indonesia bisa mengerahkan pasukan bila diminta PBB untuk menjaga perdamaian di zona konflik.

"Saya mohon pemerintah lebih cepat tanggap, pemerintah itu harus lebih tegas dan jelas, saya nilai SBY ini agak lambat!" ujar Abah Hideung, Pimpinan Ponpes An Nidhamiyah, Cicurug, Sukabumi, menyesalkan.

Pernyataan itu pun disanggah Andri Hadi, setidaknya itu dibuktikan oleh Kemenlu.

"Di OKI Pak Menlu dengan tegas menyatakan kita jangan berhenti di pernyataan-pernyataan, kita harus ambil langkah tegas pada Israel. yaitu memastikan Israel membebaskan seluruh relawan dalam waktu dekat, memastikan ada tim investigasi terkait kasus ini, menuntut segera Israel membuka blokade gaza, Israel harus mematuhi resolusi PBB dan menuntut adanya progres pada perdamaian," paparnya.

Bahkan pemerintah telah melakukan pelatihan kepada 1000 orang Palestina. "Mereka sekolah diplomasi di sini, dan UKM (usaha kecil dan menengah) di sini," jelasnya.

Out of Box

Para delegasi tersebut menegaskan bahwa sebenarnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai panglima perang tertinggi negeri Muslim terbesar di dunia ini mampu berfikir dan bertindak out of box, keluar dari cara-cara konfensional yang telah digariskan sekutu terdekat Israel, yakni Amerika.

Kini saatnya Indonesia memimpin untuk menggalang pasukan perang, bukan pasukan ‘perdamain' PBB yang pada faktanya hanya berfungsi mencegah terjadinya perlawanan setiap kali Israel dan para sekutunya usai melakukan serangan.

"Mengirim pasukan perang bukanlah gagah-gagahan, tetapi solusi wajar yang selama ini belum kita lakukan," jelas Ismail. Pasalnya, Israel adalah sebuah entitas yang tidak mengenal bahasa hukum maupun diplomasi, bahkan bahasa kemanusiaan pun tidak dikenalnya. "Buktinya, ya kasus Mavi Marmara ini," tegasnya.

Senada dengan Ismail, KH Mansyur Muhyiddin, Pimpinan Pusat Pesantren Kiai Wasith Yayasan Al Khairat, Cilegon, Banten, menandaskan bahwa memang yang dimengerti oleh Israel itu hanyalah bahasa kekerasan. "Israel mengatakan siapa saja yang mendekat (Gaza, red) akan kami serang!" papar pimpinan Forum Ulama Banten tersebut.

Sedangkan KH Asep Sudrajat, Pimpinan Pusat Ponpes Ulil Albab yang berpusat di Bandung, menganalogikan Israel dan Palestina bagaikan dua orang anak. Israel diumpamakan sebagai anak yang sangat nakal selalu mengganggu Palestina.

Kalau ada anak yang nakal, ditegur baik-baik tidak nurut maka harus disintreuk (disentil kupingnya). "Jadi mengapa hanya Palestina saja yang diberi bantuan makanan dan obat-obatan tetapi Israel tidak disintreuk?" tanya pimpinan ponpes yang cabangnya tersebar di berbagai daerah di Indonesia itu.

Abah Hideung pun menimpali bahwa bangsa Israel itu benar-benar rasialis. "Kalau dibiarkan akan seperti Nazi di masa lalu," timpal kiai berpakain eksentrik hitam-hitam dan berikat kepala hitam yang pernah membacakan deklarasi Buhuts Ulama Tolak Kedatangan Obama beberapa bulan lalu di depan seribu ulama di Jakarta tersebut.

Pertemuan itu ditutup dengan penyerahan pernyataan sikap HTI secara tertulis. Andri Hadi menyatakan akan menyampaikannya kepada Presiden melalui Menlu.(mediaumat.com)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.