Header Ads

Jelang Berlakunya Larangan Burka, Polisi Prancis Tangkap 61 Orang


Polisi Paris menangkap 61 orang--19 diantaranya perempuan--akhir pekankemarin, menjelang diberlakukannya peraturan larangan mengenakan burka yang secara resmi pada Senin (11/4).

Pejabat Kepolisian kota Paris, Nicolas Lerner mengatakan, mereka menangkap para pengunjuk rasa yang akan melakukan aksi protes di Place de la Nation, sebelah timur Paris, termasuk dua ulama asal Inggris dan Belgia yang datang ke Paris untuk berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa tersebut.

Kepolisian Paris sebelumnya sudah mengeluarkan perintah untuk melarang aksi protes terhadap pemberlakuan aturan larangan mengenakan burka. Lerner mengatakan, seruan untuk melakukan aksi protes yang disebarluaskan oleh sebuah ormas Islam di Prancis itu, "jelas-jelas merupakan hasutan bernuansa kekerasan dan kebencian rasial."

Kelompok Islam yang menyerukan aksi protes itu menamakan dirinya Unicite Tawhib. Lerner mengatakan, kelompok ini menyebarkan pernyataan lewat internet bahwa Islam akan mendominasi Prancis dan dunia. "Jadi larangan unjuk rasa, lebih karena pernyataan-pernyataan mereka," tukas Lerner.

Selain itu, kata pejabat polisi itu, kelompok Yahudi dan beberapa kelompok masyarakat lainnya, juga berencana menggelar protes tandingan, yang bisa memicu ketegangan di masyarakat.

Sebagian pengunjuk rasa yang ditangkap, setelah dimintai keterangan di kantor polisi, sudah dibebaskan. Kecuali enam orang pengunjuk rasa yang dicurigai berada di Prancis secara ilegal, termasuk dua ulama muslim dari Inggris dan Belgia. Otoritas berwenang di Prancis, menurut Lerner, sudah mengelurkan surat perintah pada polisi Prancis untuk menghentikan dan mengusir kedua ulama itu dari Prancis.


Dua ulama itu adalah, Anjem Choudary dari Inggris, yang juga ketua organisasi Islam4UK serta Fuad Belkacem dari Belgia, ketua Sharia4Belgium yang merupakan cabang pergerakan dari Islam4UK.

Choudary akhirnya kembali ke Inggris setelah ditangkap polisi Prancis, dan Kementerian Luar Negeri Inggris menyatakan bahwa Choudary secara permanen dilarang masuk ke negara Prancis.

Choudary bersikeras bahwa dirinya tidak melanggar hukum apapun di Prancis. Ia mengatakan, kebijakan yang dibuat pemerintah Prancis hanya akan memperkuat keyakinan kaum Muslimin bahwa kedaulatan hanya milik Allah semata dan "setiap upaya untuk melawan kedaulatan itu akan ditentang dan ditolak," tukas Choudary.

Dengan diberlakukannya larangan burka secara resmi di Prancis pada hari ini, Senin (11/4), polisi Prancis berwenang menangkap mereka yang kedapatan mengenakan burka di tempat umum.

Namun, kementerian yang bersangkutan di Prancis sudah memberikan pengarahan, bahwa polisi bisa menangkap mereka yang menolak melepas penutup wajahnya termasuk cadar, untuk keperluan pemeriksaan identitas. Petugas di kantor polisi, harus melakukan pendekatan agar yang bersangkutan mau melepas cadarnya, atau bisa mengenakan denda.

Seorang perempuan yang berulangkali tertangkap karena mengenakan burka di tempat umum, bisa dikenakan denda sebesar 150 eruro dan diperintahkan untuk mengikuti kelas bimbingan. Dan para ayah, suami maupun pemuka agama yang memaksa perempuan mengenakan cadar, berdasarkan aturan baru di Prancis, bisa dikenakan denda sebesar 30.000 euro atau penjara selama setahun.

Pemerintah Prancis memperkirakan hanya 2.000 muslimah di negeri itu yang mengenakan burka lengkap dengan cadarnya. (ln/afp/DailyMail/eramuslim.com)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.