Lipsinc Briptu Norman dan Memperbaiki Kepolisian
Aksi Lipsinc Briptu Norman yang diunduh di Youtube baru-baru ini benar-benar membuat heboh masyarakat. Seperti diketahui dalam video Youtube tersebut tampak Briptu Norman dengan mahir mengikuti dendang lagu India. Lagu pilihannya ialah 'Chaiyya, Chaiyya' yang dinyanyikan Shahrukh Khan di film Dil Se tahun 1998. Beragam tanggapan pun muncul atas ulah Briptu Norman ini.
Sebagain besar masyarakat mengapresiasi positif atas kreatifitas Briptu Norman karena telah mampu memberi hiburan yang cukup menyegarkan, bahkan muncul pula dukungan masyarakat melalui jejaring social facebook. Disisi lain, tindakan Briptu Norman tersebut dianggap telah melanggar kode etik dan disiplin POLRI karena dilakukan saat sedang bertugas.
Sementara itu menurut Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (PuKAT) UGM, Zainal Arifin Muchtar mengatakan bahwa briptu Norman tidak perlu dihukum atas tindakannya, karena orang butuh refreshing dan tidak ada yang salah dengan hal itu. "Jangan yang kecil yang dijewer dan yang besar tidak dijewer. Masih banyak begundal-begundal nakal yang lebih butuh dijewer ketimbang prajurit ini" katanya. (detik.com 5/4).
Lipsinc Briptu Norman ini seolah sedikit bisa mengobati kepenatan akan situasi negara ini yang semakin tak menentu. Sekaligus sedikit bisa merubah citra kepolisian yang tampak meyeramkan bagi sebagian orang. Selama ini memang citra polisi dipandang tidak begitu bersahabat bagi masyarakat, tak jarang mereka harus terlibat bentrok langsung dengan masyarakat. Padahal konon mereka adalah pelayan masyarakat.
Sudah saatnya memang kepolisian untuk melakukan pembenahan menyeluruh didalam tubuhnya. Cukup banyak penilaian negatif dalam kacamata masyarakat tentang institusi penegak hukum yang satu ini. Mulai dari kasus korupsi dan suap, penyalahgunaan wewenang, tindakan diskriminatif, dsb. Yang perlu diperhatikan ialah:
Pertama, perbaikan kepempinan. Pemimpin yang kredible, amanah dan jujur dibutuhkan oleh institusi kepolisian sehingga dapat menciptakan sikap keteladanan yang baik bagi aparat polisi. Selain itu ia harus mampu menindak tegas terhadap oknum-oknum kepolisian yang nakal tanpa menutup-nutupi, karena jika tak ditindak tegas maka hal ini seperti penyakit menular yang dapat menjalar ke aparat-aparat lain, penyelewengan akan semakin subur. Serta tak kalah penting, dapat menjalankan roda struktur dan sistem organisasi kepolisian dengan baik.
Kedua, perbaikan sistem kepolisian. Paradigma kepolisian harus benar-banar diarahkan sebagai pelayan, pengayom dan pelindung bagi umat, sesuai dengan slogannya “kami siap melayani anda”. Pada saat ini, organisasi Polri membawahi 31 Polda, 21 Polwil dan Polwiltabes, 456 Polres, 4.567 Polsek, dan 2.763 Pospo (sespim.polri.go.id). Bagaimana fungsi polisi ini harus nyata-nyata menjadi pelayan, pengayom dan pelindung umat, bukan sebaliknya mereka malah bertindak seolah-olah seperti musuh bagi masyarakat, hindari pula tindakan deskriminatif dalam menegakkan hukum, dll.
Terkadang pula masyarakat enggan jika meminta pelayanan dari kepolisian karena tak jarang masyarakat harus terkena resiko finansial. Hingga ada anggapan, jika berurusan dengan polisi ujung-ujungnya pasti duit. Maka image ini pun harus segera dirubah oleh pihak kepolisian karena memang mereka sudah mendapat gaji yang layak dan notabene gaji itu juga sudah dari uang rakyat.
Ketiga, perbaikan moral. Tak bisa dipungkiri, kondisi moral aparat kepolisian saat ini cukup memprihatinkan. Begitu banyak oknum-oknum nakal yang menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang, seperti halnya pungli, korupsi, suap, dll. Itu semua merupakan dampak dari buruknya moral kepolisian.
Karena itu perlu adanya perbaikan. Sebagaimana diketahui, mayoritas anggota kepolisian Indonesia adalah Muslim, mereka memerlukan sentuhan akidah Islam yang mendalam sehingga moral mereka secara otomatis juga mengalami perbaikan. Perlu dijelaskan pula bahwa akidah Islam memancarkan sebuah sistem kehidupan yang menyeluruh yang mengatur urusan pribadi, keluarga maupun Negara. Dan menolak sekulerisme.
Secara umum catatan buruk kepolisian tersebut adalah diakibatkan oleh sistem sekulerisme yang memisahkan agama dengan kehidupan, yang memandang Islam hanya dimasjid-masjid saja, tidak untuk ranah publik. Amanat sistem sekulerisme pula yang membuat mereka terkadang bertindak sebagai musuh bagi masyarakat. Korban dari sistem alias korban instruksi.
Jelaslah bahwa polisi (Asy-Syurthah) harus menjadi pengawal tegaknya hukum-hukum Islam secara kaffah, bukan pengawal tegaknya hukum-hukum Jahiliyah. Untuk polisi yang lebih bersih dan professional. Termasuk Briptu Norman yang sekarang telah menjadi artis dadakan ini tentunya.Wallahu A'lam.
Ali Mustofa
Sebagain besar masyarakat mengapresiasi positif atas kreatifitas Briptu Norman karena telah mampu memberi hiburan yang cukup menyegarkan, bahkan muncul pula dukungan masyarakat melalui jejaring social facebook. Disisi lain, tindakan Briptu Norman tersebut dianggap telah melanggar kode etik dan disiplin POLRI karena dilakukan saat sedang bertugas.
Sementara itu menurut Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (PuKAT) UGM, Zainal Arifin Muchtar mengatakan bahwa briptu Norman tidak perlu dihukum atas tindakannya, karena orang butuh refreshing dan tidak ada yang salah dengan hal itu. "Jangan yang kecil yang dijewer dan yang besar tidak dijewer. Masih banyak begundal-begundal nakal yang lebih butuh dijewer ketimbang prajurit ini" katanya. (detik.com 5/4).
Lipsinc Briptu Norman ini seolah sedikit bisa mengobati kepenatan akan situasi negara ini yang semakin tak menentu. Sekaligus sedikit bisa merubah citra kepolisian yang tampak meyeramkan bagi sebagian orang. Selama ini memang citra polisi dipandang tidak begitu bersahabat bagi masyarakat, tak jarang mereka harus terlibat bentrok langsung dengan masyarakat. Padahal konon mereka adalah pelayan masyarakat.
Sudah saatnya memang kepolisian untuk melakukan pembenahan menyeluruh didalam tubuhnya. Cukup banyak penilaian negatif dalam kacamata masyarakat tentang institusi penegak hukum yang satu ini. Mulai dari kasus korupsi dan suap, penyalahgunaan wewenang, tindakan diskriminatif, dsb. Yang perlu diperhatikan ialah:
Pertama, perbaikan kepempinan. Pemimpin yang kredible, amanah dan jujur dibutuhkan oleh institusi kepolisian sehingga dapat menciptakan sikap keteladanan yang baik bagi aparat polisi. Selain itu ia harus mampu menindak tegas terhadap oknum-oknum kepolisian yang nakal tanpa menutup-nutupi, karena jika tak ditindak tegas maka hal ini seperti penyakit menular yang dapat menjalar ke aparat-aparat lain, penyelewengan akan semakin subur. Serta tak kalah penting, dapat menjalankan roda struktur dan sistem organisasi kepolisian dengan baik.
Kedua, perbaikan sistem kepolisian. Paradigma kepolisian harus benar-banar diarahkan sebagai pelayan, pengayom dan pelindung bagi umat, sesuai dengan slogannya “kami siap melayani anda”. Pada saat ini, organisasi Polri membawahi 31 Polda, 21 Polwil dan Polwiltabes, 456 Polres, 4.567 Polsek, dan 2.763 Pospo (sespim.polri.go.id). Bagaimana fungsi polisi ini harus nyata-nyata menjadi pelayan, pengayom dan pelindung umat, bukan sebaliknya mereka malah bertindak seolah-olah seperti musuh bagi masyarakat, hindari pula tindakan deskriminatif dalam menegakkan hukum, dll.
Terkadang pula masyarakat enggan jika meminta pelayanan dari kepolisian karena tak jarang masyarakat harus terkena resiko finansial. Hingga ada anggapan, jika berurusan dengan polisi ujung-ujungnya pasti duit. Maka image ini pun harus segera dirubah oleh pihak kepolisian karena memang mereka sudah mendapat gaji yang layak dan notabene gaji itu juga sudah dari uang rakyat.
Ketiga, perbaikan moral. Tak bisa dipungkiri, kondisi moral aparat kepolisian saat ini cukup memprihatinkan. Begitu banyak oknum-oknum nakal yang menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang, seperti halnya pungli, korupsi, suap, dll. Itu semua merupakan dampak dari buruknya moral kepolisian.
Karena itu perlu adanya perbaikan. Sebagaimana diketahui, mayoritas anggota kepolisian Indonesia adalah Muslim, mereka memerlukan sentuhan akidah Islam yang mendalam sehingga moral mereka secara otomatis juga mengalami perbaikan. Perlu dijelaskan pula bahwa akidah Islam memancarkan sebuah sistem kehidupan yang menyeluruh yang mengatur urusan pribadi, keluarga maupun Negara. Dan menolak sekulerisme.
Secara umum catatan buruk kepolisian tersebut adalah diakibatkan oleh sistem sekulerisme yang memisahkan agama dengan kehidupan, yang memandang Islam hanya dimasjid-masjid saja, tidak untuk ranah publik. Amanat sistem sekulerisme pula yang membuat mereka terkadang bertindak sebagai musuh bagi masyarakat. Korban dari sistem alias korban instruksi.
Jelaslah bahwa polisi (Asy-Syurthah) harus menjadi pengawal tegaknya hukum-hukum Islam secara kaffah, bukan pengawal tegaknya hukum-hukum Jahiliyah. Untuk polisi yang lebih bersih dan professional. Termasuk Briptu Norman yang sekarang telah menjadi artis dadakan ini tentunya.Wallahu A'lam.
Ali Mustofa
Tidak ada komentar