Header Ads

Sumbang Otoritas Palestina=Sumbang Zionis-Israel?

Sebuah ulasan tentang buku berjudul ”The Political Economy of Aid in Palestine” diterbitkan oleh Electronic Intifada (18/5), mengungkapkan fakta-fakta yang tidak terlalu mengejutkan, namun tetap penting dicermati.

Di antaranya, kalau Anda menyumbang untuk Otoritas Palestina yang dipimpin oleh Mahmud Abbas, uang itu akhirnya akan mengalir ke ‘Israel’.

David Cronin, pengulas buku itu, menulis bahwa sekitar satu dekade silam sebuah rekor terpecahkan. Untuk meredam ledakan Intifadhah berikutnya sesudah dipicu ulah Ariel Sharon yang menginjak-injak Masjidil Aqsha tahun 2000, pemerintah negara-negara Barat secara dramatis menaikkan jumlah dana bantuan untuk Tepi Barat dan Gaza.

Pada tahun 2002, kawasan-kawasan Palestina yang terjajah menjadi penerima bantuan uang pembangunan dan kemanusiaan terbesar per kapita sejak Perang Dunia kedua.

Apakah rakyat Palestina bersyukur diberi uang senilai 1 miliar dolar per tahun? Dari berbagai wawancara yang dilakukan Cronin baru-baru ini di Yerusalem dan Ramallah jawabannya: tidak.

“Kami tidak menginginkan uang Anda; kami menginginkan solidaritas Anda,” kata seorang perempuan.

Beberapa orang lain yang ditemui Cronin menyebutkan, bahwa, bantuan uang dari luar negeri hanya berfungsi sebagai ”perban pembungkus” penjajahan yang terus berlangsung, tanpa menyembuhkan akar penyakitnya.

Dalam buku ”The Political Economy of Aid in Palestine”, penulisnya Sahar Taghdisi-Rad menggambarkan bagaimana bantuan keuangan yang diarahkan kepada rakyat yang terjajah justru sering menyasar ke saku penjajahnya.

Menurut Taghdisi-Rad, dengan menggunakan miliaran dolar dana bantuan itu ‘Israel’ sedang melakukan ”penjajahan mewah”.

‘Israel’ terus melakukan penindasan militer yang brutal, dan membiarkan berbagai penderitaan yang diakibatkannya diobati secara ala kadar oleh berbagai bantuan internasional.

Alih-alih memaksa ‘Israel’ bertanggung jawab atas berbagai pelanggaran besar atas hak-hak asasi manusia dan hukum internasional, para negara donor itu justru membiarkan berbagai kebrutalan itu terus terjadi. Dengan cara memperbaiki infrastruktur Palestina yang bolak-balik dihancurkan ‘Israel’.

”Negara-negara donor itu bukan cuma membantu ‘Israel’ memperpanjang ‘penjajahan mewah’-nya, tapi juga secara sengaja mengurangi segala bentuk kebutuhan darurat (sense of urgency) akan tekanan politik yang efektif untuk menghentikan konflik ini,” demikian penulis buku ini.

Zionis Ambil Untung 
Taghdisi-Rad menjelaskan panjang lebar bahwa negara-negara donor secara sengaja mendesain program-program bantuannya untuk keuntungan ‘Israel’.

Penulis buku ini secara khusus membongkar sebuah program yang bernama ”The Palestinian Reform and Development Plan Trust Fund (PRDP – TF)”, yang dibuat oleh Bank Dunia.

Program ini dijanjikan akan mendapatkan kucuran dana sebesar 7,8 miliar dolar sebagian besar dari pemerintah negara-negara Barat selama periode 2008-2010.

Progam ini mendorong terjadinya ”pergeseran politik penting” dari rencana bantuan yang disodorkan oleh Otoritas Palestina.

Pada saat negara-negara donor membiarkan penjajahan brutal yang dilakukan ‘Israel’, mereka mendesak kerjasama yang lebih dalam antara ‘Israel’ dan Otoritas Palestina.

Caranya dengan mengkondisikan agar Otoritas Palestina menggunakan sebagian uang bantuan yang dijanjikan itu untuk membeli listrik dari PLN-nya ‘Israel’, dengan alasan untuk mengurangi ”pemadaman aliran listrik”.

Dalam skala yang lebih luas, praktik seperti ini dilakukan di semua sektor, di mana Otorita Palestina didorong untuk menggunakan miliaran dolar bantuan dari berbagai negara untuk bekerja sama dengan berbagai perusahaan ‘Israel’ demi memenuhi berbagai ”kebutuhan rakyat Palestina”.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menghitung bahwa 45% uang bantuan internasional untuk Palestina pada akhirnya justru memperkuat ekonomi ‘Israel’.

Penulis buku ini, Taghdisi-Rad tadinya bekerja untuk badan PBB bernama United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) sampai beberapa bulan silam.

Badan PBB tempatnya dulu bekerja pun dikritiknya lewat buku ini. Pada tahun 1990an UNCTAD sempat menyatakan sikap berani ketika menetapkan prasyarat bagi kemajuan ekonomi di Tepi Barat dan Jalur Gaza adalah diakhirinya penjajahan ‘Israel’.

Kini, tulisnya, UNCTAD “nampaknya juga mengikuti jejak negara-negara donor yang tidak ambisius dalam pembangunan Palestina.”

Penulis juga mengejek sandiwara bantuan yang diberikan oleh orang-orang seperti bekas PM Inggris Tony Blair dengan nama ”proyek-proyek berdampak cepat”.

Pada tahun 2007 kebohongan proyek Blair ini tersingkap. Diantaranya proyek yang katanya memberikan pendampingan dan konsultasi pemasaran kepada para eksportir Palestina, sama sekali tidak menyentuh kenyataan, bahwa ‘Israel’ melakukan restriksi khusus untuk mencegah para usahawan Palestina mengekspor berbagai produknya.

Bantuan AS untuk ‘Israel’

Meskipun kemana-mana ‘Israel’ selalu dikategorikan sebagai ”negara maju” setiap tahun masih menerima donasi dari Amerika Serikat sebesar 3 miliar dolar.

Menurut Taghdisi-Rad uang bantuan AS itu mendukung ‘Israel’ secara langsung ”untuk melanjutkan pembangunan berbagai pemukiman (Yahudi) ilegal dan berbagai kekerasan militer”.

Sebaliknya, AS dan Uni Eropa memaksa pemerintah Palestina yang terbentuk dari hasil pemilu sah tahun 2006, yang dimenangkan Hamas, untuk boleh menerima bantuan uang internasional hanya kalau Hamas ”mengakui Israel”.

Paksaan ini sama saja dengan memaksa Hamas yang dipilih oleh rakyat Palestina untuk menerima sistem apartheid ‘Israel’ atas diri mereka.

“Berbeda dengan negara manapun di dunia, Israel, berdasarkan ideologi Zionis, tidak mendefinisikan dirinya sebagai sebuah negara bagi para warganya, melainkan sebagai sebuah negara hanya untuk orang Yahudi saja,” tulisnya.

“Mengakui sebuah negara yang memperlakukan semua warga non-Yahudi sebagai warga kelas dua bahkan merupakan pelanggaran hukum internasional.”

Buku ini tidak mudah dicerna, meskipun kesimpulan-kesimpulannya cukup lugas. Namun isu-isu penting yang diangkat buku ini biasanya diabaikan oleh pemberitaan media-media yang meliput konflik di Palestina.

Ironisnya, buku ini selesai ditulis sebelum diterbitkannya assessment dari Bank Dunia yang menyatakan bahwa Otoritas Palestina “memenuhi segala syarat untuk pendirian sebuah negara dalam waktu dekat” (“Building the Palestinian State: Sustaining Growth, Institutions, and Service Delivery“).

Kenyataannya, baik saat sekarang, maupun kelak jika Otorita Palestina menjalankan sebuah negara sendiri, negara Palestina ”merdeka” versi mereka lagi-lagi hanya akan jadi pendukung sumberdaya bagi ‘Israel’ semata-mata, karena semua prasyarat yang disusun memang hanya diarahkan untuk seperti itu. (hidayatullah.com)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.