Header Ads

Sondang, Nenek Reyot dan Penguasa Palsu

Oleh: Ali Mustofa A
Analis CIIA

Namanya meroket di beberapa hari terakhir ini. Bukan sirkus, tapi nyalinya melebihi pemain sirkus. Ia bakar dirinya di depan istana, si jago merah melalap sekujur tubuhnya, pria ini pun menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya. Sondang Hutagalung, banyak yang tak menyangka ia bakal senekat itu.


Semasa hidup Mahasiswa UBK ini dikenal cukup aktif di organisasi gerakan mahasiswa, ia juga sering terlibat dalam aksi demo memprotes kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Sempat terekam gambarnya oleh media sewaktu demo, Sondang terlihat mengenakan kalung poster bertuliskan “Presiden Palsu”.

Aksi Sondang tersebut mirip dengan “kreativitas” seorang lelaki Tunisia bernama Boauzizi yang kemudian menyulut terjadinya revolusi di Tunisia. Namun disini beda, entah apakah sengaja di desain atau tidak, kisah bara Sondang ternyata kalah tertutup oleh isu kasus Nunun Nurbaiti yang begitu mengheboh.

Pesan perlawanan, itulah indikasi terkuat kenapa Sondang membakar diri. "Ini adalah pesan bahwa kekecewaan masyarakat atas kinerja pemerintah yang gagal sudah mencapai titik klimaks. Ini bukti bahwa perubahan tidak bisa ditunda sekalipun nyawa taruhannya," Begitu kata ketua presidium PMKRI seperti dikutip kompas.com (12/12/11)

Memang, peristiwa tragis ini semestinya bisa membuat pemerintah berkaca diri untuk berbenah, karena pemerintahlah pihak yang paling bertanggung jawab atas keterpurukan bangsa yang diakibatkan salah dalam mengurusnya.

Menjadi pemimpin sebuah Negara memang tidaklah mudah, itulah kenapa para sahabat Nabi dahulu enggan untuk menjadi pemimpin, berbeda dengan zaman sekarang justru orang berlomba-lomba ingin menjadi pemimpin.

Beban berat harus dipikul dipundaknya, karena ia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinanya kelak, bukan sekedar pertanggung jawaban dihadapan manusia ketika akhir jabatan, namun dihadapan Rabb penggenggam alam semesta.

Rasulullah Saw bersabda: “Seorang imam adalah penggembala dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas gembalaannya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hasan Al-Bashri ulama terkemuka di masanya berkata dalam suratnya kepada khalifah Umar Bin Abdul Aziz: “Pemimpin yang adil itu seperti penggembala yang pengasih, tegas, pemurah, yang selalu membawa gembalaannya ke sebaik-baik tempat gembalaan, menjauhkan dari tempat yang membahayakan, menjaganya dari binatang buas, dan melindunginya dari sengatan panas (yang bisa menyebabkan lapar dan haus. pen.). (Umar Bin Abdul Aziz: Ulama dan Pemimpin yang Adil, Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi).

Tengoklah teladan inspiratif kepemimpinan khalifah Umar Bin Khatab. Sang Amirul mukminin hampir setiap malam berkeliling untuk melihat rakyatnya dari dekat, sang khalifah sangat khawatir jika sampai ada aparat pemerintahannya lalai dalam menjalankan tugas mengurus rakyatnya. Mata, hati, dan telinganya berfungsi dengan baik ketika ada rakyatnya sedang kesusahan.

Suatu ketika Umar rela memikul gandum sendirian untuk diberikan seorang warganya yang ketahuan memasak batu. Nenek itu memasak batu untuk menghibur anaknya yang terus menangis supaya diam karena melihat nenek itu memasak. Itulah yang membuat Umar terharu lalu memikul gandum sendirian dari baitul mal.

Seorang sahabat yang menemani Umar, bernama Aslam berkata, “Wahai Amirul Mukminin, biarlah aku saya yang memikul karung itu!” Umar menjawab: “Wahai Aslam, jangan jerumuskan aku ke dalam neraka. Engkau akan menggantikan aku memikul beban ini, apakah kau kira engkau akan mau memikul beban di pundakku ini di hari pembalasan kelak?”.

Kisah diatas seyogyanya dapat menginspirasi para pemimpin negri ini, disaat mereka bergelimang harta, bagaimana dengan kondisi rakyatnya. Padahal di negri ini masih banyak yang ingin mengenyangkan perutnya saja susah.

Satu contoh dari ratusan bahkan mungkin ribuan kasus, kisah ini hampir mirip dengan kisah nenek lapar semasa pemerintahan Umar. Seperti pernah diberitakan beritajatim.com, seorang nenek tua asal Pamekasan, kehidupan sehari-harinya cukup memprihatinkan, sekedar untuk makan saja sulit. Ia selalu menangis jika perutnya terasa lapar. "Jika lapar, saya hanya menangis, Jika ada orang yang memberi uang, saya belikan nasi. Hanya nasi. Hanya Nasi. Hanya Nasi," kata Siti Rahmah, sembari mengeluarkan air mata. (beritajatim.com 19/06/10).

Seorang kakek di Surabaya, Jawa Timur juga ditemukan tewas akibat kelaparan. (okezone.com, 06/10/11). Menurut Sekertaris Hari Pangan Sedunia, Sarsito Wahono bahwa jumlah penduduk yang kelaparan di Indonesia masih terus mengalami lonjakan. Data terakhir FAO mencatat, terdapat sebanyak 150 juta orang kelaparan hingga akhir tahun lalu. (tribunnews.com 12/10/10).

Hal ini tentu amat memprihatinkan terjadi di sebuah Negara yang dikenal sebagai zamrud katulistiwa, negri yang gemah ripah loh jinawi. Sistem kapitalisme benar-benar telah menggerogoti Indonesia. Fakta diatas tersebut mungkin menjadi salah satu alasan Sondang hingga membuatnya nekat membakar diri.

Oleh karena itu, permasalahan kelaparan yang merupakan dampak dari kemiskinan ini harus segera diselesaikan. Problem sosial ekonomi tersebut tentu memiliki hubungan sinergis dengan sektor lain termasuk bidang politik. Maka perlu ada langkah komprehensif. Langkah yang harus ditempuh pemerintah diantaranya:

Langkah temporal: Pertama, penyediaan lapangan pekerjaan harus segera ditingkatkan. Kedua, meningkatkan skill warganya, melalui penyelenggaraan latihan-latihan ketrampilan, dll. Ketiga, Negara mesti menyediakan fasilitas umum dan pelayanan publik yang memadai untuk keperluan masyarakat. Keempat, masyarakat yang tidak mampu bekerja harus menjadi tanggung jawab negara dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Langkah sistemik: Menerapkan sistem Islam secara kaffah dalam bingkai Negara khilafah dan mencampakkan ideologi Kapitalisme. Metode ini sangat ampuh untuk kemandirian ekonomi Indonesia, sehingga kekayaan alam yang kini dikuasai pihak asing dapat dikelola dengan mandiri, serta didistribusikan secara adil untuk kemakmuran masyarakat. Demikian halnya untuk menuntaskan kasus korupsi yang mengakibatkan tersedotnya harta milik rakyat, juga untuk menghindari pemborosan anggaran Negara seperti penyelenggaraan pemilu boros, sehingga rakyat yang menjadi korban, dsb.

Semoga segenap komponen bangsa ini termasuk yang dimaksud “penguasa palsu” oleh Sondang segera menyadari bahwa negri ini memang butuh perubahan, berubah secara hakiki, yakni dari sistem sekulerisme ke arah sistem Islam secara kaffah. Menuju Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghafur. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.