Sebelum Melarang Premium, Bisakah Pemerintah menjawab Pertanyaan berikut?
Oleh : Fahrur Rozi
1. Tentang UU/Kebijakan pengelolaan Energi yang sangat Kapitalistik;
Dampak Buruknya terhadap rakyat;
- Liberalisasi Pasar, Investasi, dan Privatisasi ekstrem di segala bidang ekonomi strategis yang notebene adalah milik rakyat kepada swasta dan asing.
- Negara berlepas tangan dari Tanggung jawab mengelola sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat, sebaliknya menyerahkannya kepada swasta yang utamanya mencari laba sebesar-besarnya. Pantas saja hidup rakyat semakin sulit.
- Pencabutan subsidi sesuai dengan pesanan para kapitalis.
PERTANYAANNYA;
- Apakah ada badan internasional yang membiayai pembuatan UU 22/2001 tentang Migas, UU 20/2002 tentang Kelistrikan, UU 19/2003 tentang BUMN, UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air, UU 25/2007 tentang Penanaman Modal; siapa saja dan berapa besar?
- Kenapa Pemerintah dan DPR membuat UU tersebut yang faktanya menguntungkan asing dan sebaliknya merugikan negara? disengajakah?
- Bukankah isi dan filosofi berbagai UU tersebut bertentangan dengan Konstitusi yg diagung-agungkan, bahkan lebih buruk lagi berlawanan dengan aturan agama yang melarang tegas privatisasi bidang energi dan tambang?
- UU tersebut beberapa diantaranya telah dianulir alias dibatalkan oleh MK, misalnya UU 22//2001 tentang Migas dan UU 20/2002 tentang Kelistrikan. Lantas kenapa Pemerintah dan DPR tetap memakai UU tersebut?
- Siapa sih IMF, World Bank, dan MNC itu? Kenapa mereka begitu berkuasa di negeri ini? Ketika LOI dengan IMF mengharuskan privatisasi energi pemerintah mengikuti, ketika skema MEFP dari Wold Bank mengharuskan pencabutan subsidi pemerintah mengamini. Bahkan reformasi pertamina pun ternyata mereka yang menggawangi sebagaimana tercantum dalam dokumen MEFP, 31 Juli 2001. pemerintah kita bawahan lembaga tersebut atau bagaimana?
2. Tentang Kontrak Karya Pengelolaan Enregi
Dampak Terhadap Rakyat
- Sebagian besar potensi pemasukan negara di dalam APBN menjadi hilang, negara kehilangan kemampuannya untuk mensejahterakan rakyat.
- Seluruh jaminan sosial rakyat atas kesehatan, pendidikan, transportasi, dll menjadi terdegradasi.
- Membuat seluruh harga kebutuhan bahan pokok rakyat semakin tidak terjangkau, karena kekuatan negara dikalahkan oleh pasar dan modal asing.
- Ada berapa banyak seluruh Kontrak Karya, dengan perusahaan apa saja, dan apa isinya?
- mengapa sampai bisa ada kontrak karya yang berdurasi sampai 75 Tahun, dengan konsesi 0% ke pemerintah dan 100% ke MNC sebagaimana kontrak karya Exxon mobil di Natuna?
- Tidakkah seluruh Kontrak Karya tersebut bertentangan dengan prinsip, “energi dan barang tambang adalah milik bersama, yang dikelola oleh negara demi kemakmuran rakyat” ?
- Berapa persen riil pendapatan negara dari seluruh nilai produksi total Sumber Daya Alam perjenisnya, dan berapa persen riil pendapatan swasta/asing?
- Apakah secara aktual seluruh Sumber Daya Alam dan cabang-cabang produksinya masih dikuasai dan dikontrol oleh negara secara penuh? Sejauh mana dan berapa persen dari sumber daya alam yang ada, jumlah produksi, dan potensi cadangan? Berapa perbandingan yang dikuasai antara negara (Pertamina dan BUMN lainnya) dengan perusahaan migas asing?
3. Tentang Cost Recovery (Biaya non-operasional) yang dibebankan kepada Negara
Dampak Terhadap Rakyat;
- biaya Cost Recovery ditanggung penuh oleh pemerintah, akibatnya pemborosan anggaran APBN besar-besaran yang sangat tidak perlu.
- subsidi kesejahteraan rakyat yang menjadi kewajiban negara terus menerus dikurangi.
PERTANYAANYA;
4. Tentang Ironi Pengelolaan Hulu-Hilir
- Mengapa pemerintah tidak mempertimbangkan asas kepatutan dan keadilan di dalam pencairan cost recovery? Contohnya misalnya Lapindo, kenapa harus negara yang membayar ganti rugi?
- Katanya biaya produksi BBM tinggi sehingga harga jual ke konsumen menjadi tinggi, lantas kenapa pemerintah tidak memaksa perusahaan pertambangan untuk memangkas biaya produki misalnya dengan memangkas Standar gaji manajemen yang begitu besar bahkan dibandingkan standar internasional sekalipun ?
- Perusahaan migas asing membangun fasilitas sosial atas nama perusahaannya tetapi kenapa negara yang harus membayar?
- Mengapa dengan cost recovery yang terus menerus melonjak tinggi, pemerintah tidak memiliki standar kepatutan (Bench Mark) untuk merealisasi klaim setiap nilai cost recovery, misalnya tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan?
- Mengapa aparat pemerintah mau dibodohi, misalanya Polri yang menerima Upeti dari freeport, padahal notebene itu dananya dari negara menggunakan dana cost recovery?
- Apakah pemerintah ada komitmen untuk mendukung kemajuan industri jasa maupun produk dalam negeri? Berapa persen unsur lokal baik jasa dan produk dalam klaim cost recovery? Apakah pemerintah tidak memiliki kemauan politik dan tidak berdaya di hadapan modal asing? Padahal konsultan Indonesia baik dari ITB, UGM, dan lain-lain banyak dipakai diluar kerena kemampuannya yang baik.
Dampak Terhadap Rakyat;
1. Kepentingan rakyat terbajak oleh mafia perminyakan
2. Potensi terjadinya perampokan Sumber Daya Alam milik rakyat tanpa kendali.
PERTANYAANYA;
- Mengapa sejak puluhan tahun pemerintah tidak ada mekanisme kontrol/pengawasan produksi yang canggih melalui penghitungan sistem satelit "REAL TIME"?
- Yakinkah rakyat bahwa produksi minyak negara benar-benar sebesar ± 950.000 barel/hari? Apa dasarnya rakyat yakin bila tidak ada penghitungan "REAL TIME" melalui sistem satelit? Bisa saja produksi minyak negara sebenarnya 2 juta barel/hari?
- Dengan luas negara kepulauan yang begitu besar dan dikelilingi oleh lautan yang luas, masuk akal kah pemerintah membiarkan mekanisme kontrol tanpa sistem satelit REAL TIME? Masyarakat membeli bensin di SPBU yang jumlahnya hanya puluhan liter saja masih waspada terhadap meteran yang bisa dimanipulasi SPBU, bagaimana mungkin pemerintah/negara yakin dan membiarkan pencatatan produksi minyak di Indonesia yang jutaan barel/hari tanpa mekanisme canggih melalui pencatatan sistem satelit REAL TIME, dan hanya cukup mengandalkan pencatatan konvensional?
- Kenapa Indonesia harus mengekspor produksi minyaknya dan tidak menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sendiri? Mengapa negara tidak boleh membeli minyak yang dimilikinya sendiri meski dengan harga pasar sekalipun? Padahal Pertamina sanggup melakukan blended sesuai kebutuhan dalam negeri. Apakah negara juga tidak sanggup mewajibkan seluruh perusahaan asing migas untuk membangun bunker dengan jaminan migas dibeli negara?
- Kenapa Indonesia harus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya sementara kekurangan itu bisa ditutupi oleh produksi ladang-ladang minyak di Indonesia bila tidak di ekspor? Bahkan data ESDM/Pertamina Tahun 2000-2007 menyatakan Indonesia tetap dalam posisi net ekspor (produksi> konsumsi)?
- Apakah ekspor dan impor tetap dilakukan meski tidak diperlukan karena memberikan keuntungan super besar kepada para mafia/trader minyak, sementara negara/rakyat sangat dirugikan? Padahal dengan tidak melakukan ekspor-impor, Indonesia dapat menghemat dari penambahan biaya transportasi saat ekspor maupun impor.
- Tanpa adanya mekanisme kontrol satelit "REAL TIME", siapa yang menjamin jumlah sesungguhnya yang benar-benar diekspor dan di impor? Apakah tidak mungkin minyak yang diekspor adalah minyak yang sama persis dengan yang diimpor (di tengah lautan, dokumen ekspor tinggal diubah menjadi dokumen impor)? Bukankah ini perampokan anggaran negara yang dibiarkan?
- Siapa sajakah peserta dan pemenang tender minyak di Pertamina/Negara selama 5 tahun terakhir? Apakah ada perusahaan itu-itu saja yang menang tender? Bila iya, apakah perusahaan tersebut tidak perlu diperiksa KPK?
- Mengapa negara dalam melakukan perdagangan minyak (seandainya sungguh-sungguh dibutuhkan ekspor/impor) tidak dilakukan secara goverment to goverment (G to G) tanpa melalui trader? Mengapa China membeli gas dari Indonesia bisa G to G (meskipun dengan harga jangka panjang yang dipatok di bawah harga pasar yang sangat merugikan rakyat dan negara Indonesia), dan Amerika serta negara lainnya dalam memenuhi kebutuhan minyak dalam negerinya juga melakukan G to G, tetapi Indonesia tidak dapat melakukan yang sama? Apakah ini untuk melindungi mafia perminyakan? Padahal tidak ada Undang-Undang Internasional yang mengharuskan perdagangan minyak melalui trader ?
5. Tentang Penerimaan Negara
PERTANYAANNYA;
**
- Berapa jumlah produksi riil per hari dari crued oil yang dihasilkan oleh seluruh ladang minyak di Indonesia
- Berapa USD atau barel sesungguhnya bagian yang diterima secara riil oleh negara dari total produksi minyak per hari?
- Berapa biaya riil (cogs) minyak/barel, apa saja unsur biayanya?
- Apakah dari minyak yang menjadi hak negara, untuk kemudian diolah dan dijual memenuhi kebutuhan masyarakat, negara mendapat laba? Berapa laba per liternya dan laba total per tahunnya? Bila negara mendapat laba, mengapa pemerintah menyatakan ada subsidi minyak untuk rakyat? Apakah ada kebohongan publik oleh pemerintah?
- Berapa jumlah total cadangan minyak di bumi Indonesia baik yang sudah dieksplorasi maupun yang belum dieksplorasi? Di mana saja letak sumur minyaknya?
- Mengapa data penerimaan negara dari sektor migas berbeda-beda antara data ESDM, BP Migas, Departemen Keuangan, dan APBN? Mengapa perbedaan ini terjadi dan apakah ada kemungkinan terjadinya korupsi?
- Berapa total penerimaan riil negara di dalam APBN dari sektor migas? Berapa persen dari total penerimaan riil APBN tersebut bila dibandingkan dengan nilai total produksi riil per tahun yang dihasilkan oleh seluruh ladang minyak di Indonesia? Apakah negara benar-benar mendapat bagian sebesar 85% dari total produksi minyak?
HAMPIR bisa dipastikan, pemerintah/DPR tidak sanggup bahkan tidak mau menjawab dengan jujur sederetan pertanyaan diatas. Oleh karenanya, dengan gentle pemerintah harus BERANI,
[1] Menghentikan aksi privatisasi energi dn barang tambang dgn memutus semua Kontrak karya dg perusahaan kapitalis
[2] Menggunakan prinsip pengelolaan energi dan tambang sesuai syariah_ http://www.scribd.com/doc/52693866/Solusi-Islam-terhadap-Tata-Kelol-Migas
Tapi, sepertinya kita harus semakin giat berjuang, karena 2 Permintaan diatas sepertinya hanya akan bisa dipenuhi oleh pemerintah yang dipimpin oleh seorang Khalifah yg betul-betul taat SYARIAH, betuul ??? :-)
-----
Beberapa Referensi:
http://pertamina.com
http://dpr.go.id
http://setneg.go.id
http://detik.com
http://kompas.com
http://wikipedia.com
http://mediaindonesia.com
http://jatam.org
dll
Tidak ada komentar