Header Ads

Rakyat Masih Lapar, Banggar Habiskan 20 Miliar Demi Sebuah Kamar

Menyedihkan, ditengah kasus kelaparan dan kemiskinan masih merebak di Indonesia, DPR justru mengalokasikan dana 20 miliar untuk sebuah kamar Badang Anggaran (Banggar). Sekretaris Jenderal DPR RI Nining Indra Saleh menyatakan anggaran sebesar itu adalah hal yang harus dikeluarkan demi mengoptimalkan kapasitas ruangan.


"Renovasi ruang rapat baru Badan Anggaran, dengan mengoptimalkan kapasitas dan fasilitas ruangan, seperti penggunaan furniture yang efisien, penggunaan sound system, dan layar monitor besar, maupun penggunaan akustik ruangan," kata Nining Indra Saleh di Gedung MPR/DPD/DPD RI, Jakarta, Rabu.

Menurut dia, proyek renovasi ruang rapat Badan Anggaran DPR RI dikerjakan oleh PT PP yang memenangkan tender dengan nilai proyek Rp19.995 miliar.

Namun, sebelumnya juga telah dilakukan tender konsultan perencana dan tender konsultas pengawas dengan nilai poyek sekitar Rp800 juta.

Nining menjelaskan, renovasi ruang rapat baru Badan Anggaran yang berada di dekat ruangan Komisi I dan Komisi III DPR RI, agar kegiatan rapat-rapat Badan Anggaran bisa lebih efisien dan optimal.

"Apalagi, kinerja Badan Anggaran cukup padat, seperti membahas perencanaan anggaran maupun pengawasan anggaran," katanya.

Menurut dia, ruang rapat Badan Anggaran DPR sebelumnya yang berada di Gedung Nusantara I DPR sudah kurang layak untuk menampung anggota Badan Anggaran yang jumlahnya 85 orang, apalagi pada saat rapat bersama pemerintah, bisa menampung hingga 150 orang.

Karena itu, kata dia, Setjen DPR RI merenovasi sebuah ruangan di Gedung Nusantara II menjadi ruang rapat baru Badan Anggaran.

Ruang rapat baru Badan Anggaran DPR RI saat ini masih dalam tahap penyelesaian. Interior di ruang rapat baru Badan Anggaran DPR RI terlihat menggunakan fasilutras akustik, ornamen dari kayu, serta terpasang monitor televisi berukuran sekitar tiga meter kali dua meter serta dua monitor lainya berukuran sekitar dua meter kali dua meter.

Di ruang rapat baru Badan Anggaan itu juga ada ruang pimpinan dan ruang tamu VIP.

Kasus Gizi Buruk Masih Merebak di Indonesia

Keputusan banggar untuk mengalokasikan dana 20 Miliar hanya untuk sebuah kamar, tentu melukai hati nurani rakyat. Ditengah kondisi masyarakat yang sedang ditempa badai kelaparan, keputusan tersebut tentu melihatkan bentuk ketidakadilan.

Menurut, dr Jimmy R Tambunan, SpoG kinerja ketahanan pangan secara nasional masih jauh untuk dikatakan baik. Meski adanya penurunan, kenyataan permasalahan kurang gizi dan kualitas sumberdaya manusia masih muncul dimana-mana.Jika pada awalnya kasus Gizi Buruk terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, kini telah diikuti oleh provinsi-provinsi lainnya.

Gizi buruk atau dalam masyarakat sering disebut busung lapar adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor. Gizi buruk secara langsung maupun tidak langsung akan menurunkan kecerdasan anak, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta menurunkan produktivitas, yang pada akhirnya menurunkan kualitas sumberdaya manusia.

Selain, di Nusa Tenggara Timur, wabah gizi buruk juga terjadi di Sumatera Utara. Dikemukakan, persentase rata-rata kasus gizi buruk di Sumut mencapai angka 4,1 persen.

Berdasarkan data di Dinas Kesehatan Sumut daftar balita gizi buruk yang mendapatkan dana pendamping dan menjalani perawatan di rumah sakit tahun anggaran 2011 adalah Kabupaten Asahan 15 orang, Batubara 13, Deli Serdang 4, Dairi 15, Humbahas 8, Karo 10, Langkat 10, dan Labuhan Batu 10. Sedangkan tingkat kota adalah Binjai 8 orang dan Gunung Sitoli 6.

“Total penerima dana yang dirawat di rumah sakit seluruh kabupaten/kota sebanyak 238 orang. Umumnya penderita berusia di bawah 3 tahun,” papar Sofiah MKes, Penanggung Jawab Program Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Sumut di Medan pada Agustus 2011.

Ternyata kasus kurang Gizi, tidak hanya terjadi di luar Jawa. Seperti dilansir Tubusmedia, Di Desa Borobudur, Kabupaten Magelang, yang letaknya sangat dekat dengan lokasi Candi Borobudur, ditemukan 21 anak kurang gizi. Dengan rincian 13 anak di bawah garis titik (BGT) dan delapan anak bawah garis merah (BGM). Jumlah tersebut dilihat dari Kartu Menuju Sehat (KMS) masing-masing balita. (23/07/2011)

Pada KMS tersebut terdapat garis perbandingan usia dengan berat badan balita. Dengan ketentuan jika balita tersebut berada pada bawah garis titik, maka dapat dikatakan balita tersebut tergolong kurang gizi. Jika balita tersebut berada di bawah garis merah, maka balita tersebut condong ke arah gizi buruk.

Jumlah balita di seluruh Kecamatan Borobudur yang tergolong di bawah BGT sebanyak 252 anak, sedangkan yang tergolong di bawah BGM mencapai 87 anak.

Dokter Eka Ari Wibawa mengatakan, data pertumbuhan balita di posyandu se-Kabupaten Magelang pada tahun 2010 berjumlah 95.958 anak. Balita yang tercatat BGT mencapai 3.446 anak, dan yang tergolong BGM 1.374 anak. “Untuk pemulihan semua balita kurang gizi dan gizi buruk diberikan tambahan makanan MP-ASI, namun apabila ada suatu penyakit tertentu maka akan dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lanjutan, ” ucap Eka.

Dari hasil pantauan, balita yang mengalami kurang gizi dan gizi buruk diakibatkan kemiskinan keluarga, yang saat ini diperparah erupsi Gunung Merapi. (Pz/eramuslim)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.