Khilafah Tidak Wajib Karena Hanya Bisyarah, Benarkah?
Tanya
Ustadz, saya pernah membaca buku yang isinya bahwa hadist-hadist yang menyatakan perintah menegakkan khilafah hanyalah sebatas berita gembira (bisyarah) sesudah nabi wafat, bukan merupakan dalil wajibnya menegakkan khilafah. Mohon penjelasannya tentang hukum menegakkan khilafah? (087815324xxx, Banjarmasin)
Jawab
Kewajiban menegakkan khilafah memang tidak didasarkan pada kabar gembira akan kembalinya khilafah. Meskipun hadist-hadist tersebut mencapai derajat mutawatir secara makna karena diriwayatkan 25 sahabat, 39 tabi’in, dan 62 tabi’ut tabi’in (Khilafah Islam dalam hadist mutawatir bil ma’na hlm. 40). Tapi bukan berarti khilafah tidak wajib.
Khilafah wajib diadakan oleh umat Islam berdasarkan al quran, hadist, dan ijma shahabat. Dalil dari al quran adalah firman Allah dalam surah an-nisa ayat 59 mengenai perintah untuk taat kepada ulil amri. Perintah mentaati ulil amri berkonsekuensi (dalalatul iltizam) perintah untuk mengadakan ulil amri tersebut. Ulil amri yang dimaksud ayat ini adalah ulil amri yang mengajak taat pada Allah dan Rasul. Dengan kata lain pemimpin yang menerapkan syariat Islam. diantara syariat Allah dalam bidang politik-pemerintahan adalah sistem khilafah.
Dalil dari hadist nabi diantaranya adalah berdasarkan hadist dari Abdullah Ibnu Umar, Nabi saw bersabda: “Barang siapa yang meninggal sementara tidak ada bait (imam/khalifah) di pundaknya maka dia matinya seperti kondisi jahiliyah (HR Muslim, no 1851). Al Hafizd Ibnu Hajar Atsqalani mensyarah hadist ini dengan menyakan: “seperti mati orang jahiliyah yang berada dalam kesesatan dan tidak memiliki imam yang ditaati. Hanya saja bukan berarti ia mati sebagai orang kafir akan tetapi dia mati sebagai orang yang bermaksiat (Fathul baari 20/58). artinya apa? Hadist ini menjelaskan tentang wajibnya membaiat seorang imam/khalifah. Hukum wajib ini diambil dari qarinah (indikasi) mati seperti orang jahiliyah. Konsekuensinya wajib mengadakan pemimpin seperti yang dimaksudkan hadist di atas yaitu khalifah. Sementara sistem yang diterapkan adalah sistem khilafah (Ajhizatu daulati al-khilafah fil hukmi wal iadarah hlm. 11)
Dalil ijma shahabat adalah bahwa shahabat lebih mendahulukan mencari pengganti Rasul pasca wafatnya beliau. Imam Ibnu Hajar Haitsami menyatakan: “Ketahuilah juga bahwa para sahabat telah berijma’ bahwa mengangkat Imam setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikannya kewajiban paling penting karena mereka menyibukkan diri dengannya dengan menunda penguburan Rasulullah.” (Ash Shawaiqul Muhriqah, hlm. 7)
Demikianlah dalil wajibnya menegakkan khilafah. Mengenai pendapat ulama akan wajibnya khilafah tersebar pada kitab-kitab tafsir, hadits, fiqih bahkan aqidah. diantaranya Imam Al-Qurthubi dalam tafsir Al-Qurthubi (1/264) menyatakan,"Tidak ada perbedaan pendapat mengenai wajibnya yang demikian itu [Khilafah] di antara umat dan para imam, kecuali yang diriyawatkan dari Al-Asham, yang memang asham (tuli) dari syariah (laa khilaafa fi wujubi dzaalika baina al-ummah wa laa baina al-aimmah illa maa ruwiya 'an al-asham haitsu kaana 'an asy-syariah asham...). Imam Nawawi dalam Syarah Muslim (12/205) berkata,"Ulama sepakat bahwa wajib atas kaum muslimin mengangkat seorang khalifah." (ajma'uu 'alaa annahu yajibu 'ala al-muslimin nashbu khalifah). Imam Mawardi dalam Al-Ahkam As-Sulthoniyah hal. 5 berkata,"Mengadakan akad Imamah bagi orang yang melaksanakannya di tengah umat, adalah wajib menurut ijma'." (aqdul imamah liman yaquumu bihaa fi al-ummah waajibun bil ijma'). Dalam kitab Al-Masa`il Al-Khamsuun fi Ushul Ad-Din hal. 70, karya Imam Fakhruddin Ar-Razi (w. 606 H) beliau mengatakan,"Mengangkat Imam [khalifah] adalah wajib atas umat Islam." Pernyataan serupa juga ditegaskan oleh Imam Ibnu Hazm (w. 456 H) dalam kitabnya 'Ilmu Al-Kalam 'Ala Mazhab Ahlis Sunnah wal Jamaah hal. 94 pada bab Mas`alah fi Al-Imamah.
Wallahu ’alam bi shawab
Banjarmasin, 22 Rabi’ul awwal 1433 H
Al faqiir ila ALLAH: Wahyudi Ibnu Yusuf
Ustadz, saya pernah membaca buku yang isinya bahwa hadist-hadist yang menyatakan perintah menegakkan khilafah hanyalah sebatas berita gembira (bisyarah) sesudah nabi wafat, bukan merupakan dalil wajibnya menegakkan khilafah. Mohon penjelasannya tentang hukum menegakkan khilafah? (087815324xxx, Banjarmasin)
Jawab
Kewajiban menegakkan khilafah memang tidak didasarkan pada kabar gembira akan kembalinya khilafah. Meskipun hadist-hadist tersebut mencapai derajat mutawatir secara makna karena diriwayatkan 25 sahabat, 39 tabi’in, dan 62 tabi’ut tabi’in (Khilafah Islam dalam hadist mutawatir bil ma’na hlm. 40). Tapi bukan berarti khilafah tidak wajib.
Khilafah wajib diadakan oleh umat Islam berdasarkan al quran, hadist, dan ijma shahabat. Dalil dari al quran adalah firman Allah dalam surah an-nisa ayat 59 mengenai perintah untuk taat kepada ulil amri. Perintah mentaati ulil amri berkonsekuensi (dalalatul iltizam) perintah untuk mengadakan ulil amri tersebut. Ulil amri yang dimaksud ayat ini adalah ulil amri yang mengajak taat pada Allah dan Rasul. Dengan kata lain pemimpin yang menerapkan syariat Islam. diantara syariat Allah dalam bidang politik-pemerintahan adalah sistem khilafah.
Dalil dari hadist nabi diantaranya adalah berdasarkan hadist dari Abdullah Ibnu Umar, Nabi saw bersabda: “Barang siapa yang meninggal sementara tidak ada bait (imam/khalifah) di pundaknya maka dia matinya seperti kondisi jahiliyah (HR Muslim, no 1851). Al Hafizd Ibnu Hajar Atsqalani mensyarah hadist ini dengan menyakan: “seperti mati orang jahiliyah yang berada dalam kesesatan dan tidak memiliki imam yang ditaati. Hanya saja bukan berarti ia mati sebagai orang kafir akan tetapi dia mati sebagai orang yang bermaksiat (Fathul baari 20/58). artinya apa? Hadist ini menjelaskan tentang wajibnya membaiat seorang imam/khalifah. Hukum wajib ini diambil dari qarinah (indikasi) mati seperti orang jahiliyah. Konsekuensinya wajib mengadakan pemimpin seperti yang dimaksudkan hadist di atas yaitu khalifah. Sementara sistem yang diterapkan adalah sistem khilafah (Ajhizatu daulati al-khilafah fil hukmi wal iadarah hlm. 11)
Dalil ijma shahabat adalah bahwa shahabat lebih mendahulukan mencari pengganti Rasul pasca wafatnya beliau. Imam Ibnu Hajar Haitsami menyatakan: “Ketahuilah juga bahwa para sahabat telah berijma’ bahwa mengangkat Imam setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikannya kewajiban paling penting karena mereka menyibukkan diri dengannya dengan menunda penguburan Rasulullah.” (Ash Shawaiqul Muhriqah, hlm. 7)
Demikianlah dalil wajibnya menegakkan khilafah. Mengenai pendapat ulama akan wajibnya khilafah tersebar pada kitab-kitab tafsir, hadits, fiqih bahkan aqidah. diantaranya Imam Al-Qurthubi dalam tafsir Al-Qurthubi (1/264) menyatakan,"Tidak ada perbedaan pendapat mengenai wajibnya yang demikian itu [Khilafah] di antara umat dan para imam, kecuali yang diriyawatkan dari Al-Asham, yang memang asham (tuli) dari syariah (laa khilaafa fi wujubi dzaalika baina al-ummah wa laa baina al-aimmah illa maa ruwiya 'an al-asham haitsu kaana 'an asy-syariah asham...). Imam Nawawi dalam Syarah Muslim (12/205) berkata,"Ulama sepakat bahwa wajib atas kaum muslimin mengangkat seorang khalifah." (ajma'uu 'alaa annahu yajibu 'ala al-muslimin nashbu khalifah). Imam Mawardi dalam Al-Ahkam As-Sulthoniyah hal. 5 berkata,"Mengadakan akad Imamah bagi orang yang melaksanakannya di tengah umat, adalah wajib menurut ijma'." (aqdul imamah liman yaquumu bihaa fi al-ummah waajibun bil ijma'). Dalam kitab Al-Masa`il Al-Khamsuun fi Ushul Ad-Din hal. 70, karya Imam Fakhruddin Ar-Razi (w. 606 H) beliau mengatakan,"Mengangkat Imam [khalifah] adalah wajib atas umat Islam." Pernyataan serupa juga ditegaskan oleh Imam Ibnu Hazm (w. 456 H) dalam kitabnya 'Ilmu Al-Kalam 'Ala Mazhab Ahlis Sunnah wal Jamaah hal. 94 pada bab Mas`alah fi Al-Imamah.
Wallahu ’alam bi shawab
Banjarmasin, 22 Rabi’ul awwal 1433 H
Al faqiir ila ALLAH: Wahyudi Ibnu Yusuf
BalasHapusarrayah.info : Sambutlah Seruan Negara Islam Global (Khilafah Islamiyah) yang Semakin Dekat Untuk Ditegakkan