Header Ads

Komisi VII: Hizbut Tahrir, Ormas Yang Peduli Permasalahan Bangsa

Pengelolaan sumber daya alam, khususnya untuk sektor minyak dan gas sangat jauh dari kepentingan mensejahterakan rakyat. Apalagi pemerintah berencana untuk melakukan kebijakan mencabut Subsidi BBM dan menaikan Harga BBM. Pastinya akan menjadikan rakyat semakin menderita dan jauh dari apa yang disebut dengan kesejahteraan.



Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) respon kebijakan yang akan dilakukan pemerintah tersebut, tidak saja dengan melakukan aksi damai (baca; masiroh) dijalan menolak kebijakan tersebut. Tetapi juga melakukan audiensi langsung ke DPR-RI menyatakan penolakan liberalisasi migas tersebut.

HTI bersama ormas Islam dan tokoh-tokoh umat Islam melakukan audiensi ke Komisi VII DPR RI pada Rabu (15/02). Delegasi yang dipimpin Dr Muhammad Rahmat Kurnia (Ketua DPP HTI) ini diterima Wakil ketua Komisi VII DPR RI Effendi Simbolon bersama beberapa anggota komisi VII.

“Tujuan kehadiran delegasi HTI bersama pimpinan ormas bukan sekedar menolak pembatasan atau menolak kenaikan harga BBM, Lebih utama adalah untuk menolak liberalisasi Migas dan energi, apalagi kini sektor Migas telah dikuasai oleh asing,” jelas Muhammad Rahmat Kurnia.

Juru bicara HTI, Ismail Yusanto saat membacakan pertanyaan sikap HTI terhadap penolakan liberalisasi migas menyatakan bahwa penolakan rencana pembatasan BBM bersubsidi dikarenakan kebijakan ini merupakan langkah menuju liberalisasi pengelolaan Migas di Indonesia khususnya di sektor hilir setelah liberalisasi di sektor hulu telah sempurna dilakukan.

Pemerintah menyuruh perusahan asing untuk mengelolah migas indonesia, namun mengabaikan perusahan milik negara sendiri dalam hal ini Pertamina. Dalam proses tendernya Pertamina disuruh berebut dengan perusahaan asing padahal kekayaan alam milik negri sendiri.

“Kalau ada istilah umum di masyarakat ada anak yang durhaka, maka itu adalah ayah durhaka. Memberi makan anak orang lain dan menyuruh anak sendiri untuk berebut dengan anak orang,” urai Ismail.

“Liberalisasi tidak lain adalah penguasaan yang lebih besar pengelolaan Migas kepada swasta (asing) dan pengurangan peran negara. Kebijakan seperti ini jelas akan sangat merugikan rakyat yang notabene adalah pemilik sumberdaya alam itu sendiri,” lanjutnya.

Di samping terbukti bakal merugikan rakyat. kebijakan kapitalistik itu akan membuat negeri ini menjadi makin tidak mandiri. Oleh karenanya harus segera dihentikan, dan sebagai gantinya, migas dan SDA lain dikelola dengan sistem yang sejalan dengan aqidah umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk negeri, “itulah syariah Islam. Menurut syariah, migas harus dikelola oleh negara dimana hasilnya diperuntukan bagi sebesar-besar kesejahteraan seluruh rakyat,” tambahnya.

“Dan kami juga menyerukan kepada umat Islam untuk lebih giat dalam perjuangan mewujudkan kehidupan Islam, yakni kehidupan yang didalamnya diterapkan syariah Islam secara kaffah dalam naungan daulah Khilafah. Hanya dengan cara itu kerahmatan Islam yang telah dijanjikan Allah SWT, termasuk dalam pengelolaan sumberdaya alam, khususnya Migas, Insya Allah akan terwujud,” tegasnya.

Efendi Simbolon Ketua Komisi VII DPR-RI mengapresiasi sikap Hizbut Tahrir Indonesia dan akan membahas masukan dari Hizbut Tahrir dalam rapat komisi VII. Effendi Simbolon secara jujur menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Hizbut Tahrir Indonesia atas perhatianya terhadap persoalan pengelolaan sumber daya alam terutama Migas dan persoalan bangsa lainya.

“Hizbut Tahrir merupakan satu-satunya ormas dari sekian banyak Ormas di negeri ini yang peduli dengan pengelolaan sumber daya alam terutama Migas dan permasalahan bangsa lainnya,” ujarnya.

Turut hadir pula dalam audiensi ini, beberapa tokoh umat yang hadir antara lain Azam Khan (pengacara), Jauhari Syamsudin (Ketua Umum Syarikat Islam), Zulkifli (Fungsionaris Al-Ittihadiyah), Ahmad Daryoko (Ketua Umum Federasi BUMN Strategis).[] fatih mujahid(mediaumat.com/200212/al-khilafah.org)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.