Header Ads

Ekonom Unlam: “Kita Membangun untuk Dijajah”

Kesalahan model pembangunan Indonesia adalah karena menggunakan model pembangunan ala kapitalisme,” ungkap Hidayatullah Muttaqin mengkritisi model pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah sejak dahulu sampai sekarang. Pernyataan itu disampaikan dosen Ekonomi Pembangunan Universitas Lambung Mangkurat ini dalam diskusi publik (12/5) dengan tema Khilafah: Model Terbaik Solusi Pembangunan Indonesia di Aula Pemko Banjarmasin.


“Kenapa sampai saat ini banyak masalah yang muncul dari pembangunan? Jangankan mencapai suatu hasil yang diinginkan, yakni seperti kemakmuran dan kesejahteraan. Tetapi yang terjadi banyak sekali permasalahan, yang terjadi adalah kerusakan lingkungan, kemiskinan yang terus berkelanjutan,” tanya Muttaqin pada semua hadirin yang menyimak diskusi publik.

Muttaqin dengan gamblang menguliti problem pembangunan yang berlangsung di Indonesia. Disampaikan oleh beliau bahwa problem fundamental pembangunan di Indonesia tidak semata-mata hitung-hitungan ekonomi, melainkan penjajahan. ”Kita membangun untuk dijajah,” tandas Muttaqin.

Lantas bagaimana penjajahan yang dimaksud? Mengingat saat ini secara de jure Indonesia dianggap telah merdeka. Koordinator Lajnah Siyasah itu secara historis memaparkan bagaimana penjajahan yang dilakukan melalui pendudukan atau intervensi militer oleh negara-negara Barat mengalami ancaman pengaruh dari Soviet.

Oleh karenanya kemudian Barat mengubah taktik penjajahannya dengan memerdekakan negara-negara jajahannya. Namun Barat tetap menjaga dominasinya di negara yang dimerdekakan tersebut dengan menanamkan ideologi Kapitalisme serta mencangkokkan agen-agennya. Inilah era penjajahan gaya baru atau neoimperialisme. ”Inilah yang harus kita waspadai, penjajahan gaya baru atau neo imperialisme, yang itu tidak dirasakan oleh orang banyak,” kata Muttaqin.

Muttaqin menunjukkan beberapa indikator yang menjelaskan bagaimana Indonesia belumlah lepas dari jerat penjajahan. Hal ini misalnya dapat terlihat dari mindset pembangunan yang mengidap ketergantungan dengan bantuan utang dan investasi dari negara kapitalis seperti AS, Inggris, Jepang dll.

Sebagaimana pepatah, tidak ada makan siang gratis, maka kemudian lahirlah UU atau regulasi yang memberi keuntungan pada pihak asing. Tidak hanya itu, negara kemudian kehilangan kemandirian karena begitu patuhnya terhadap model pembangunan Barat. Negara ibarat seekor sapi yang dicolok hidungnya dan ditarik penggembalanya sesukanya.

Berbeda dengan paradigma pembangunan kapitalisme yang identik dengan pertumbuhan dan penjajahan, Ustadz Hidayatullah Akbar mengatakan paradigma pembangunan dalam Islam adalah ri’ayatul syuunil ummah. ”Politik ekonomi Islam adalah dalam rangka melayani urusan umat,” ujar Humas HTI Kalsel ini.

Ia menampilkan potret pembangunan selama masa kekhilafahan Islam. Hidayatullah pun mengutip sebuah riwayat pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Kala itu Saad bin Muadz menyerahakan harta zakat kepada Khalifah di Madinah, lantas Khalifah Umar pun menegaskan bahwa Sa’ad tidak ditugaskan sebagai kolektor yang memungut harta zakat namun tidak membagikannya. Sa’ad pun menjawab kalau saja ditemukan orang miskin di Yaman, maka ia pun tidak akan mengembalikan harta zakat pada Khalifah. Karena itu, solusi khilafah atas kegagalan pembangunan di Indonesia adalah alasan yang rasional dan sekaligus sebuah kewajiban.
 
Acara diskusi publik ini dihadiri oleh para ulama, tokoh masyarakat, dan para mahasiswa. Acara ini juga merupakan rangkaian agenda pra Konfrensi Tokoh Umat di Banjarmasin yang akan diselenggarakan tanggal 17 Mei nanti. [HTIPress/al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.