Header Ads

Bantuan Demokrasi AS Mengalir Kepada Kelompok yang Disukai di Mesir

Dua bulan sebelum polisi Mesir menyerang kantor-kantor organisasi demokrasi dukungan Amerika tahun lalu, tujuh karyawan Mesir mengundurkan diri dari salah satu kelompok organisasi Amerika untuk memprotes apa yang dinamakan sebagai praktek yang tidak demokratis.



Mereka mengeluh bahwa kelompok organisasi AS itu, yang digambarkan sebagai non-partisan, telah mengeluarkan organisasi politik Islam (Ikhwanul Muslimin) dari programnya, dengan mengumpulkan informasi yang sensitif tentang keagamaan tentang orang-orang Mesir ketika melakukan jajak pendapat untuk dikirim ke Washington, dan memerintahkan karyawannya untuk menghapus semua file komputer dan menyerahkan semua catatan untuk dikirim ke luar negeri bulan sebelum adanya penggerebekan.

Para karyawan itu mengatakan pengunduran diri mereka disebabkan karena kecurigaan mereka atas praktek yang tidak profesional dari organisasi itu.

Salah seorang yang mengundurkan diri, Dawlat Soulam, mengatakan bahwa itu bukan demokrasi yang seharusnya diberikan kepada saat dia bekerja untuk International Republican Institute.

Soulam dan yang lainnya mengatakan bahwa mereka terganggu oleh pekerjaan yang yang dijalankan oleh Sam LaHood, putra Menteri Transportasi Amerika Serikat, Ray LaHood.

Dia mencurigai adanya sesuatu yang disumbunyikan dari rakyat Mesir dan mencurigai adanya agenda politik tapi tidak ingin menunjukan keberpihakan Amerika.

Hal itu disangkal oleh para pejabat IRI dan mengabaikan ketidakpuasan para mantan karyawan itu. Kendati demikian pemberontakan kecil para pekerja itu penting karena mencerminkan perasaan bahwa program demokrasi dukungan AS di Mesir bukan untuk membantu rakyat Mesir melainkan untuk melayani kepentingan Amerika.

Wawancara dan dokumen yang diperoleh The Associated Press menunjukkan bahwa protes para pekerja dan tindakan keras pemerintah dengan penggerebekan itu membantu mengungkapkan apa yang para pejabat AS tidak mau mengakuinya secara terbuka: Pemerintah AS menghabiskan puluhan juta dolar untuk membiayai dan melatih kelompok liberal di Mesir , yang merupakan tulang punggung pemberontakan Mesir. Ini dilakukan untuk membangun oposisi terhadap partai-partai Islam dan partai-partai pro-militer, atas nama demokrasi sementara para diplomat AS mencoba meyakinkan para pemimpin Mesir bahwa Washington tidak memihak.

Sejak penggerebekan itu, para pejabat AS berupaya untuk memperbaiki hubungan mereka dengan Mesir, tapi itu tidak dapat dilakukan dalam semalam.

Dokumen dan wawancara dengan para pejabat AS dan Mesir menunjukkan:

- Para Diplomat AS sudah tahu sejak Maret 2008 bahwa para pemimpin Mesir akan menutup program demokrasi dan menangkap para pekerja, dan tahun lalu sebagian dari mereka bahkan membahas kemungkinan respon Mesir yang keras untuk mengeluarkan $ 65 juta untuk biaya pelatihan demokrasi setelah terjadinya Arab Spring.

-Program pelatihan demokrasi memiliki hubungan kuat dengan partai-partai politik AS dengan menerima bagian terbesar uang itu yakni $ 31.8 juta. IRI menolak bekerja dengan anggota para anggota Ikhwanul Muslimin dan Partai FJP. Rekan IRI yang Demokrat, yakni National Democratic Institute, menawarkan pelatihan dan mendukung para anggota Ikhwan.

-Hampir enam tahun sebelum pemerintah Mesir mengajukan tuntutan terhadap para pekerja demokrasi AS, para pemimpinnya sangat membatasi program demokrasi Amerika setelah terjadi kontroversi atas komentar publik oleh direktur IRI itu.

Penggunaan uang AS untuk mendukung beberapa kelompok tampaknya bertentangan dengan kebijakan US Agency for International Development yang membutuhkan “upaya baik untuk membantu semua partai demokratis, dengan bantuan yang adil.” Seorang pejabat senior USAID, mengatakan ia tidak menyadari bahwa IRI telah mengecualikan para anggota Ikhwanul Muslim dari program-programnya. Tapi dia membantah lembaga itu berpihak ketika mendistribusikan uang bagi kelompok-kelompok di Mesir atau internasional.

Meskipun AS berkomitmen untuk mengumumkan rincian program demokrasi di Mesir, USAID menolak mengidentifikasi semua kelompok yang menerima uang dan jumlahnya. Pejabat itu mengatakan bahwa badan itu meungkapkan daftar itu kepada para pemimpin Mesir, tetapi tidak akan mengeluarkan informasi secara terbuka tentang si penerima hibah, hal yang mengejutkan sebagian pejabat Deplu AS.

Pemerintah Mesir menutup pendanaan demokrasi AS. Kelompok politik Islam yang dikhawatirkan AS akan mendapatkan kontrol lebih besar di Mesir malah menjadi lebih populer, dan mengusai kursi terbanyak di parlemen dan bersaing untuk kursi presiden. Dijadwalkan ada dengar pendapat di pengadilan atas 43 pekerja demokrasi, termasuk 16 orang Amerika, yang secara ilegal dituduh mengoperasikan program pelatihan politik, kampanye dan pemilihan yang dibiayai dengan dana dari AS dan dana asing lainnya. Sebagian besar orang Amerika tidak ada lagi di Mesir dan tidak diharapkan muncul di pengadilan.

Pengadilan ini diharapkan untuk mengungkapkan apa yang menjadi argumen pribadi dan lama antara para pejabat Amerika dan pejabat Mesir alih peran AS dalam pemerintahan di Mesir. Sebagian pemimpin politik berpendapat bahwa AS ikut campur dalam urusan Mesir dengan langsung membiayai program pelatihan dan kampanye politik.

Dari pengalaman AS di Mesir jelas bahwa ketergantungan para pejabat Amerika pada pembiayaan untuk mempromosikan demokrasi di negara-negara yang khawatir atas ikut campurnya AS dapat membahayakan kepentingan Amerika dan bagi kebebasan yang lebih besar. Selain di Mesir, pembiayaan Amerika untuk kelompok-kelompok demokrasi juga telah dilarang di Bahrain dan Uni Emirat Arab.

Sebagian berpendapat tujuan AS untuk mempromosikan demokrasi di Mesir akan menjadi bumerang setelah Arab Spring, hingga merusak kepentingan Amerika di negara dianggap penting bagi stabilitas Timur Tengah, karena para pemimpin Barat tidak sepenuhnya memahami apa yang terjadi.

Mantan Dubes AS di Mesir, Frank Wisner, mengatakan bahwa semua perasaan sensitif muncul kepermukaan ketika revolusi di Mesir mulai. Dan menurutnya para sahabat AS dan pemerintah AS tidak memahami sejauh mana risiko itu dan tidak siap mengatasinya

Mantan Duta Besar AS Francis Ricciardone menulis dalam sebuah memo rahasia kepada Deplu Maret 2008 bahwa Menteri Kerjasama Internasional Mesir, Fayza Aboulnaga, terus mengeluh tentang uang dari AS bagi kelompok-kelompok demokrasi yang tidak terdaftar yang melatih para aktivis politik. Ricciardone khawatir bahwa kelompok-kelompok itu, yang disebutnya mitra, dapat menjadi target menteri yang menentang pembiayaan dari AS kecuali jika uang itu masuk ke kantornya.

Dia menginginkan bahwa para mitra AS harus sadar akan konsekuensi hukum atau politik menerima dari dana AS dan tidak percaya bahwa Aboulnaga akan mendorong aparat keamanan untuk menangkap partner AS atau menutup organisasi mereka tanpa peringatan,.

IRI tidak pernah diberitahu tentang keprihatinan Ricciardone itu.

Pada tahun 2006, para pejabat Mesir memerintahkan mengurangi program demokrasi dukungan AS setelah sebuah surat kabar mengutip perkataan direktur IRI. Artikel itu mengutip bahwa beberapa pemimpin Mesir sebagai penghinaan ketika orang Amerika “datang dan mengajarkan orang Mesir bagaimana berpikir,”.

Setelah Arab Spring dan penggulingan Mubarak, AS menumpuk jutaan dollar untuk mempromosikan demokrasi di Mesir, berharap bisa memperluas upaya dengan memberi hibah langsung kepada kelompok-kelompok besar dan kecil meskipun ada kekhawatiran para pemimpin Mesir atas praktek itu.

AS dengan cepat menyetujui pengembangan demokrasi senilai $ 65 juta, yang sebagian besar dari bantuan Mesir yang ditahan, karena tidak ada perbaikan yang dijanjikan. Uang langsung masuk ke IRI, NDI dan kelompok-kelompok demokrasi lainnya, termasuk organisasi Mesir dianggap lebih liberal dan lebih cenderung untuk menantang kepentingan Islam.

Seorang pejabat mengatakan bahwa pemerintahan Obama mendukung keputusan yang mendukung organisasi pro-demokrasi karena kelompok-kelompok yang didukung oleh militer tidak membutuhkan bantuan AS, Ikhwanul Muslimin, sudah memiliki popularitas politik dengan jaringan nasional yang kuat, tidak membutuhkan dukungan AS, dan sisa-sisa rezim Mubarak tidak perlu pelatihan AS untuk mengorganisir atau mengelola kampanye politik.

Pejabat AS mengatakan bahwa AS ingin kelompok-kelompok liberal, kelompok perempuan , untuk membentuk pemerintah koalisi, tapi itu tidak akan pernah terjadi.

Para pemimpin IRI mereka mengecualikan kelompok-kelompok yang terkait dengan Ikhwanul Muslimin karena alasan yang sama.

Scott Mastic, dari IRI wilayah Timur Tengah mengatakan mereka memfokuskan upaya pada partai-partai kecil lemah dalam tahap awal.

Mastic mengawasi pekerjaan yang dilakukan oleh Sam LaHood, direktur IRI di Mesir yang termasuk di antara pekerja demokrasi yang dituduh beroperasi secara ilegal dan menerima bantuan asing. Pemerintah Mesir awalnya melarang LaHood dan orang Amerika lainnya untuk meninggalkan negara itu, hingga menyebabkan krisis internasional yang mengakibatkan adanya ancaman AS untuk menahan $ 1,5 miliar atas bantuan ekonomi dan militer. Tapi kontroversi itu selesai setelah Mesir mengizinkan orang Amerika pulang dan AS menyerahkan sebagian uang bantuan.

Mastic mengklaim bahwa klaim oleh Soulam dan para pekerja lain yang mengundurkan diri mempraktekkan keberpihakan dengan mengecualikan Ikhwaul Muslimin. IRI bekerja dengan beberapa kelompok-kelompok Islam.

Hany Nasr, seorang pengacara Mesir di Kairo, mengatakan ia mengundurkan diri dari IRI, karena ia menganggap tidak adil untuk membantu kelompok-kelompok tertentu selain organisasi-organisasi Islam.

Meskipun dia sangat tidak setuju dengan sudut pandang kelompok Islam pandang dalam politik, “anda harus katakan bahwa saya harus menjadi non-partisan. Jadi saya benar-benar harus non-partisan,”

Mastic berpendapat karyawan yang mengundurkan diri hanya mewakili sejumlah kecil dari 52 warga Mesir yang bekerja untuk organisasi. Dia membantah tuduhan bahwa kelompok tersebut mengumpulkan informasi yang sensitif tentang keagamaan warga Mesir sebagai bagian dari polling politik untuk dikirim ke Washington. Sebagian informasi dikumpulkan untuk mengidentifikasi ciri-ciri orang Mesir yang disurvei seperti jenis kelamin dan usia. Mastic mengatakan informasi itu tidak diberikan kepada siapa pun di luar IRI.

Para pewawancara melakukan polling tatap muka tahun lalu bagi IRI dengan mencatat apakah orang Mesir diwancara adalah Muslim atau Kristen dengan mengamati hal-hal seperti berpakaian gaya Amerika, pria memiliki jenggot, wanita mengenakan Abbaya yang lebih konservatif atau jilbab.

Sherif Mansour menolak jika dikatakan bahwa keluhan terhadap IRI adalah luasnya masalah pengembangan demokrasi di Mesir. Dia menganggap hal itu sebagai kampanye kotor terhadap masyarakat sipil.

Banyak kelompok yang mengharapkan mendapat dana dari $65 juta AS. Namun, para pejabat Mesir menolak untuk menyetujui lisensi untuk IRI, NDI dan kelompok-kelompok lain.

Pihak berwenang mulai melakukan investigasi musim panas dan mengumpulkan bukti yang menunjukkan kelompok-kelompokk itu beroperasi secara ilegal tanpa izin. Dia mengatakan bahwa banyak teman sejawatnya di Mesir harus memahami ini adalah revolusi Mesir dan bahwa rakyat Mesir yang akan menentukan hasilnya, kata Aboulnaga.

Mastic mengatakan ia yakin Aboulnaga menyerang IRI dan kelompok-kelompok demokrasi lainnya yang menerima uang Amerika karena AS berkeliling di kementriannya untuk mendistribusikan bantuan langsung ke organisasi-organisasi itu.

Para pejabat AS tidak tahu apakah Aboulnaga akan bertahan atas pemberontakan dan pemerintahan militer kata pejabat Deplu AS.
Pejabat itu mengatakan bahwa tidak ada yang sepenuhnya yang memperdebatkan kegigihan pelayanan kementrian ini. Tidak pernah terpikir oleh siapa pun bahwa kementrian ini akan menjadi agen politik terkuat di Mesir selama tahun berikutnya, katanya.

AS seharunya bisa menghindari banyak masalah di Mesir setelah pemberontakan itu jika para pejabatnya lebih memperhatikan betapa buruk dorongan untuk memperluas pengembangan demokrasi di Mesir, katanya.

Wisner mengibaratkan memasuki dapur yang penuh dengah koki orang Mesir sementara mereka tidak ingin ada lagi koki dari luar. [AP/HTIPress/al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.