Header Ads

Pemilik Toko Sony Elektronik Pekanbaru Minta Maaf

Pemilik Toko Sony Elektronik, Alexander (57), menyatakan permintaan maaf kepada organisasi masyarakat (ormas) Islam dan umat Islam secara keseluruhan seandainya ditemukan kesalahan dalam melayani karyawan yang beragama Islam dalam melaksanakan ibadah sholat jumat ataupun ibadah lainnya.



Pernyataan itu diungkapkan Alex di depan anggota DPRD Kota Pekanbaru, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) serta sejumlah Ormas Islam seperti Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan ormas lainnya.

Permintaan maaf pemilik Toko Sony Elektronik ini kemudian dijadikan bagian dari butir keputusan dengar pendapat antara MUI Kota Pekanbaru dengan Ormas Islam yang dimediasi DPRD Kota Pekanbaru, Senin (4/6/12), terkait dugaan pelarangan Sholat Jumat terhadap karyawan toko Sony Elektronik yang berada di Jalan Jenderal Pekanbaru.

Acara dengar pendapat itu sendiri dipimpin Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru, Dian Sukeri dan dihadiri beberapa anggota Komisi III lainnya, serta Kepala Disnaker Pria Budi. Sementara Alex didampingi pengacaranya.

Hasil kesepakatan itu kemudian ditandatangani oleh perwakilan Ormas Islam, seperti Zulhusni Domo (FPI), Supriadi (HTI DPD II Pekanbaru), Alexander (toko Sony Elektronik), serta Dian Sukheri (DPRD Kota Pekanbaru). Adapun tiga butir kesepakatan itu antara lain; Pertama, Pimpinan PT Sony Elektronik Pekanbaru berkomitmen untuk melaksanakan Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 terutama pasal 80 dan pasal 86 ayat c.

Kedua, pimpinan PT Sony Elektronik Pekanbaru menyatakan bersedia menyediakan sarana dan prasarana ibadah yang presentatif untuk karyawan yang beragama Islam dalam melaksanakan ibadah.

Ketiga, pimpinan PT Sony Elektronik bersedia meminta maaf kepada Ormas Islam dan umat Islam secara keseluruhan seandainya ditemukan kesalahan dalam melayani karyawan yang beragama Islam dalam melaksanakan ibadah dan ibadah-ibadah lainnya.

Kepala Disnaker Kota Pekanbaru, Pria Budi yang ditemui wartawan usai acara dengar pendapat, menghimbau setelah adanya kesepakatan tersebut. “Sebenarnya kan ini tidak ada masalah lagi. Artinya perusahaan itu harusnya mambuat aturan-aturan. Dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 itu sudah diatur. Seperti beribadah itu dalam pasal 80 sudah harus dipenuhi,” tuturnya.

Di tempat terpisah, Ketua HTI DPD II Pekanbaru, Supriadi menyatakan, terlepas persoalan pelarangan Sholat Jumat itu benar atau tidak, pihak meminta DPRD Kota, Pemko dan Disnaker untuk serius menyikapi hal itu. “Bahkan kalau nanti kedapatan mereka melakukan itu, mereka harus bertindak tegas. Misal ada surat edaran soal peraturan peribadahan tiap perusahaan ataupun toko elektronik dan perusahaan lainnya umumnya harus dilakukan, agar mudah dikontrol,” ujarnya.

Supriadi menambahkan, dalam jangka panjang regulasi itu harus ada yang mengatur itu. Jadi, sehingga jika secara fakta ada pemerintah tidak segan-segan pengambil keputusan punya wewenang penuh untuk bertindak.

“Kejadian intoleransi ini harusnya tidak terjadi di negeri yang mayoritas Muslim ini. Kasus ini sangat disayangkan, apalagi terjadi di Bumi Melayu. Kita harapkan ini lah bukti kalau umat Islam di dunia internasional dilaporkan oleh HAM ke PBB, umat Islam katanya melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM. Tapi di lapangan, yang terjadi sebaliknya, umat Islam yang selalu dipojokkan,” tuturnya dengan nada miris.[]apri siswanto [HTIPress/al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.