Header Ads

Mengapa MA Hobi Mutasi Hakim Pevonis Berat Koruptor?

Keputusan Mahkamah Agung (MA) memutasi hakim Teguh Haryanto menjadi hakim yang tidak menangani perkara korupsi menjadi tanda tanya. Padahal saat menjadi ketua majelis hakim terdakwa jaksa Urip Tri Gunawan, Teguh dengan keras memukul palu hukuman 20 tahun penjara.

Hukuman atas jaksa Urip merupakan hukuman tertinggi bagi koruptor sepanjang sejarah Indonesia.

"Apakah dia dipromosilan atau didemosi? Untuk menjawabnya saya menggunakan strategic model," kata psikolog forensik Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Reza Indragiri Amriel saat berbincang dengan detikcom, Jumat (9/11/2012).

Reza menjelaskan bahwa seorang hakim saat akan menjatuhkan vonis akan melihat tren yang diambil sesama koleganya. Hal ini dilakukan agar kesenjangan hukuman tidak terlalu jauh sehingga turut mengamankan identitas sebuah korps.

"Kedua menjaga agar putusan dan vonis tidak tampak berbeda secara ekstrim sehingga berpotensi membahayakan prospek karir," ujar akademisi yang tengah mengambil program doktor psikologi yudisial ini.

Nah, langkah selanjutnya adalah membandingkan dengan beberapa vonis terpidana korupsi lainnya. Apakah lebih ringan atau tidak. Hal ini harus dilakukan dengan uji chi-square goodness fit agar lebih pasti. Jika memang berbeda, bermakna perilaku yudisial hakim Teguh bertolak belakang dengan strategic model.

"Maka masuk akal untuk berspekulasi bahwa hakim Teguh didemosi. Ia dianggap sebagai anomali dalam korps," beber Reza.

Seperti diketahui, setelah bertugas di Jakarta, hakim Teguh berdinas sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri (Waka PN) Tanjung Karang, Lampung. Sekarang dia dimutasi sebagai Waka PN Surakarta, Jawa Tengah. Meski kelas pengadilannya sama, tetapi hakim Teguh kini tidak bisa mengadili perkara korupsi lagi. [detiknews/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.