Header Ads

Gus Uwik: Logika Pemerintah adalah Melayani Bukan Logika Berdagang

Menanggapi semakin semrawutnya pengelolaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di kota Bogor, Gus Uwik, Ketua DPD II HTI Kota Bogor mengatakan kepada Pemkot Kota bogor agar pemerintah dalam melayani kepentingan masyarakat menggunakan logika melayani bukan menggunakan logika berdagang. “PKL saat ini menjadi permasalahan tersendiri di Bogor. Kumuh dan kemacetan menjadi hal yang identik dengan PKL. Namun fakta menunjukkan, hampir 80% PKL kota bogor adalah penduduk kota Bogor. Artinya mereka adalah masyarakat kota bogor. Maka selayaknya pemkot menata dan mengatur PKL dengan sebaik-baiknya,” tegasnya tatkala DPD II HTI Kota Bogor melakukan kunjungan syawalan ke Pemkot Kota Bogor pada hari kamis (22/8).


Kunjungan yang diterima langsung oleh staf ahli Walikota Bogor, Bapak Hendi lebih lanjut Gus Uwik menjelaskan bagaimana dahulu Rasulullah SAW mengatur urusan yang berkaitan dengan layanan dan fasilitas publik. Menurutnya Rasul menjadikan kebutuhan pokok masyarakat seperti sandang, pangan dan papan menjadikan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Negara. “Dalam Islam, Negara wajib memenuhi kebutuhan pokok orang per orang. Kewajiban ini sama halnya kewajiban melaksanakan sholat. Artinya haram jika tidak dilakukan oleh Negara,” tegasnya.

Tokoh muda bogor ini lebih lanjut menjelaskan, kebutuhan lain yang wajib diadakan oleh Negara adalah kebutuhan yang sifatnya komunal seperti kesehatan, pendidikan, sarana keamanan dan prasaranan publik seperti pembangunan jalan, pasar, jembatan, dll. Oleh karena itu, terkait dengan PKL, Islam sangat memberikan perhatian dalam penataan, pengelolaan dan pembangunan pasar beserta seluruh fasilitasnya. “Pemerintah wajib membangun pasar-pasar yang bagus dan nyaman, jalan-jalan yang lebar dan bagus serta kebutuhan sarana dan prasarana yang memang dibutuhkan oleh masyarakat. Itu semua dengan gratis, tanpa di pungut biaya,” jelas Gus Uwik.

Gratis di sini, menurut Gus Uwik adalah pemerintah tidak membebani kepada masyarakat untuk membayar jika akan memanfaatkan fasilitas tersebut. Pemerintah tidak menarik uang sewa, uang jasa keamanan, uang kebersihan, uang listrik, retribusi dan pungutan dalam bentuk yang lain yang sangat membebani masyarakat dan pedagang. “Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah ketika membangun pasar di Madinah. Semua di bangun dengan baik dan para pedagang yang ada tidak di pungut sewa sepeser pun. Rasulullah dalam mengurusi urusan masyarakatnya. Rasul tidak menggunakan logika berdagang. Namun menggunakan logika melayani,” jelas Gus Uwik.

Bukan hanya itu saja, untuk memastikan di pasar tidak terjadi praktik perbuatan yang merugikan pembeli dan perdagangan itu sendiri seperti penipuan barang dagangan, timbangan dan yang lain, Rasulullah langsung terjun sendiri melakukan inspeksi rutin namun mendadak. “Dalam sebuah riwayat, rasul datang ke pasar, kemudian langsung memasukkan tangan kanannya di tumpukan kurma. Dan ternyata didapati kurma bagian dalam basah dan buruk dibanding dengan yang diluar. Rasul langsung menghukum pedagang yang berbuat curang tersbut. Inilah yang kemudian oleh kepala Negara setelah Rasul diangkat seorang hakim keliling (qadhi hisbah – red) yang tugasnya berkeliling memastikan tidak terjadi pelanggaran hukum,” jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Pak Hendi mengucapkan terima kasih atas masukan yang telah diberikan oleh HTI terkait dengan penataan PKL. Dan berjanji akan disampaikan ke Pak Sekda dan Pak Wali. Beliau menegaskan bahwa Islam memang agama yang sempurna dan telah memberikan solusi bagi setiap permaslahan yang ada. Termasuk di dalamnya masalah pasar dan PKL. Namun dalam konteks sekarang memang sulit untuk mempraktikkan. Apalagi dalam permasalahan PKL. “Pemkot masih menggandeng pihak ketiga atau melalui BUMD yang ada masih memungut masyarakat dengan biaya-biaya yang ada. Namun ini semua untuk biaya operasional dan keuntungan yang wajar,” jelasnya. [htipress/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.