Fitnah Hijab Bernama World Muslimah
Oleh : Kholda Naajiyah
Apapun dalihnya, kontes adalah menjadikan perempuan obyek penilaian. Amerika Serikat punya Miss Universe. Inggris punya Miss World. Indonesia punya World Muslimah. Ya, pemilihan World Muslimah 2013 dihelat. Ini gelaran ketiga sejak 2011. Dulu namanya World Muslimah Beauty, lalu atribut beauty-nya tahun ini dibuang untuk menegaskan kesan bahwa ini bukan kontes kecantikan.
Ajang ini terbuka untuk seluruh Muslimah di berbagai negara. Syaratnya? Cantik wajah dan fisik, sudah pasti. Makanya yang bisa ikut hanya Muslimah yang berusia 18-27 tahun. Lalu berhijab, dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, mampu membaca Alquran, berprestasi di bidang olahraga, seni, akademis dan budaya, serta siap bepergian ke luar negeri.
Mengusung tagline 3S, yakni shalihah, smart dan stylish, maka parameter yang dinilai tak akan jauh-jauh dari penampilan, aspek fotogenik dan wawasan keislaman. Nantinya akan dipilih 20 finalis untuk malam final 18 September di Jakarta Expo.
Hingga tulisan ini dibuat, 200 Muslimah dari berbagai negara sudah mendaftar.Tentu jumlah itu akan terus membengkak karena tahun lalu saja mencapai 850 orang. Banyaknya peminat, mungkin karena hadiahnya cukup menggiurkan. Selain paket umrah dan uang belasan juta rupiah, juga paket perjalanan ke luar negeri.
Secara kebetulan, pada bulan yang sama, di Indonesia juga akan digelar final Miss World 2013. Tepatnya di Bali, 28 September atau 10 hari sesudah final World Muslimah. Meski menuai penolakan, tampaknya ajang ini pun akan berlangsung mulus.
Obyek Penilaian
Penyelenggara World Muslimah 2013, yakni World Muslimah Foundation (WMF) berdalih, ajang ini dalam rangka memantapkan keberpihakan kepada kaum hijabers berbakat dan berprestasi yang belum memiliki banyak kesempatan, Menurut Eka Triyatna Shanty, Founder & CEO WMF seperti dikutip Okezone, Jumat (28/5/2013), para Muslimah yang berani menutup aurat sejak dini patut diapresiasi agar lebih eksis. Begitukah?
Bila ditarik benang merah, World Muslimah dan Miss World sejatinya tidak ada bedanya. Benang pembedanya hanya dari sisi pakaian alias pembungkusnya saja. Paradigmanya sama: mencari perempuan tercantik, untuk ikon industri fashion dan kosmetik. Yang satu fashion Muslim, yang satu fashion sekuler.
Lihat saja, para perempuan cantik itu akan sama-sama lenggak-lenggok di panggung mempertontonkan kecantikan dan keanggunannya. Lalu sama-sama dipotret sana-sini, dengan gaya ini itu untuk keperluan penilaian atau model fashion.
Jadi, apapun dalihnya, kedua ajang ini sama-sama menjadikan tubuh perempuan sebagai obyek penilaian. Acara semacam ini hanya akan menguatkan opini bahwa perempuan yang eksis itu yang cantik, langsing, fashionable dan stylish.
Lihat saja, para hijaber peserta World Muslimah itupun dikarantina untuk di-brain washing agar memiliki kemampuan me-manage dirinya hingga selalu cantik luar dalam. Cantik luar, tentu terkait bagaimana berdandan agar berhijab tapi tetap modis. Itu sebabnya sponsor utama acara ini adalah sebuah perusahaan kosmetik. Cantik dalam, terkait bagaimana bisa membekali diri dengan wawasan Islam semudah mengulas senyuman.
Sekilas terlihat bagus, tapi bukan begini cara mengeksiskan Muslimah berhijab. Apalagi para semifinalis nantinya diminta membuat video dokumenter singkat tentang dirinya lalu diunggah di youtube, sebuah metode mengekspose kecantikan diri yang berpotensi menimbulkan fitnah.
Kalau memang berniat mengapresiasi Muslimah berhijab, tak perlu mendirikan panggung gemerlap. Cari saja Muslimah shalihah yang nyata-nyata jelas kiprahnya di masyarakat, tanpa perlu embel-embel pembatasan usia, syarat penampilan fotogenik dan tetek bengek-nya yang notabene fisik semata.
Eksistensi Muslimah
Fenomena berhijab memang sedang memasuki masa euforia. Apalagi saat Ramadhan seperti ini, kalangan pesohor yang biasanya pamer aurat pun tak segan mengulurkan kerudung di atas gamisnya. Ini menggembirakan, sekaligus memprihatinkan.
Gembira karena menutup aurat tak lagi dianggap purba, sehingga mendorong para Muslimah untuk mau menjalankan kewajiban itu. Busana Muslim tak lagi dianggap kuno, bahkan tampil modern dan stylish.
Namun memprihatinkan, tatkala busana penutup aurat itu hanya dijadikan simbol dan aksesoris belaka. Sekadar pembungkus badan lahiriah. Sementara tubuh dan otak di dalamnya tak ubahnya dengan perempuan sekuler pada umumnya. Mereka, para hijaber itu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta membebek dengan pola pikir sekuler. Seperti: perempuan, sekalipun berhijab harus tampil cantik di muka umum, musti eksis, bahkan tetap bisa bebas mengaktualisasikan dirinya dalam bidang apapun.
Ya, dahulu, Muslimah menutup aurat itu identik dengan cap alim, seperti: pemalu, tidak mengekspose kecantikannya, religius, agamis dan tidak berperilaku bebas. Artinya tidak pacaran, tidak khalwat, tidak ikhtilat dan tidak tabaruj. Bahkan, Muslimah ini selalu menjaga image dengan tidak bergaul sembarangan. Jangankan pacaran, berakrab ria dengan teman lawan jenispun tidak. Jangankan tertawa ngakak, senyum pun tak sembarang ditebar, khususnya kepada lawan jenis.
Hijab memang seharusnya menjadi penjaga, pelindung dan identitas sejati Muslimah yang membedakan perilakunya dengan yang tidak berhijab. Hijab bukan sekadar pembungkus tubuh, bukan pula semata aksesoris. Tapi sekarang terjadi pergeseran makna hijab.
Telah terjadi "mass brain washing" terhadap kalangan Muslimah sehingga hijaber itu tak beda dengan non hijaber. Berhijab tapi tetap aktif pacaran, khalwat, ikhtilat dan tabaruj. Mereka dengan bebasnya bergaul dengan lawan jenis, mengekspose kecantikannya dalam berbagai sarana seperti facebook, blog dan kontes-kontesan model.
Muslimah shalihah yang smart adalah mereka yang senantiasa mengikatkan diri dengan syariah Islam dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai syar'i, halal dan haram lebih ditonjolkan dibanding nilai-nilai stylish, fashionable dan narsisme.
Merusak Generasi
Sepintas, kontes semacam World Muslimah dan sejenisnya terlihat bagus, namun sejatinya menebar racun-racun berbahaya. Kontes-kontesan ini hanya akan membuai para Muslimah dengan gemerlapnya mimpi-mimpi ala perempuan sekuler: cantik, ngetop dan tajir.
Lebih dari itu, juga akan merusak mental generasi penerus Islam. Saat ini sangat banyak profil-profil hijaber yang dijajakan di media sebagai sosok yang jauh dari nilai-nilai Islam. Seperti adanya penyanyi atau bahkan pedangdut yang berhijab, juga para koruptor yang menutupi malunya dengan hijab. Berhijab tapi berlenggak-lenggok di panggung, berjilbab tapi mendayu-dayu di depan mikrophone.
Demikian pula tokoh-tokoh dalam sinetron di layar kaca yang berhijab tapi perilakunya culas, berjilbab tapi pacaran, berjilbab tapi berikhtilat dengan lawan jenis, jalan berduaan dan bahkan pegang-pegangan tangan. Sungguh di luar adab islami dan bahkan terkesan melecehkan.
Bisnis Murahan
Tampaknya hijab saat ini benar- benar menjadi obyek fitnah. Hijab menjadi ikon yang dijual murah demi mendulang rupiah. Ya, kontes-kontesan inipun hanya untuk menangguk untung di tengah boomingnya fenomena hijab.'Agamanya' adalah uang.
Karena itu, kepada kaum Muslimah, janganlah tergiur dengan iming-iming popularitas sesaat dan materi yang kelihatannya banyak, padahal sangat sedikit. Lebih besar mudharatnya ketika hijab kalian menjadi ikon yang menggerakkan para Muslimah terjebak pada arus sekulerisasi.
Ingatlah sabda Rasulullah SAW: "Ada dua golongan penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat; yaitu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli orang-orang dengannya. Dan wanita-wanita yang memakai baju tapi telanjang, berjalan dengan menggoyang-goyangkan pundak-nya dan berlenggak-lenggok. Kepala mereka seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga bahkan tidak akan mendapat wanginya, padahal sungguh wangi Surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian" (HR. Muslim). Wallahualam.[www.al-khilafah.org]
Apapun dalihnya, kontes adalah menjadikan perempuan obyek penilaian. Amerika Serikat punya Miss Universe. Inggris punya Miss World. Indonesia punya World Muslimah. Ya, pemilihan World Muslimah 2013 dihelat. Ini gelaran ketiga sejak 2011. Dulu namanya World Muslimah Beauty, lalu atribut beauty-nya tahun ini dibuang untuk menegaskan kesan bahwa ini bukan kontes kecantikan.
Ajang ini terbuka untuk seluruh Muslimah di berbagai negara. Syaratnya? Cantik wajah dan fisik, sudah pasti. Makanya yang bisa ikut hanya Muslimah yang berusia 18-27 tahun. Lalu berhijab, dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, mampu membaca Alquran, berprestasi di bidang olahraga, seni, akademis dan budaya, serta siap bepergian ke luar negeri.
Mengusung tagline 3S, yakni shalihah, smart dan stylish, maka parameter yang dinilai tak akan jauh-jauh dari penampilan, aspek fotogenik dan wawasan keislaman. Nantinya akan dipilih 20 finalis untuk malam final 18 September di Jakarta Expo.
Hingga tulisan ini dibuat, 200 Muslimah dari berbagai negara sudah mendaftar.Tentu jumlah itu akan terus membengkak karena tahun lalu saja mencapai 850 orang. Banyaknya peminat, mungkin karena hadiahnya cukup menggiurkan. Selain paket umrah dan uang belasan juta rupiah, juga paket perjalanan ke luar negeri.
Secara kebetulan, pada bulan yang sama, di Indonesia juga akan digelar final Miss World 2013. Tepatnya di Bali, 28 September atau 10 hari sesudah final World Muslimah. Meski menuai penolakan, tampaknya ajang ini pun akan berlangsung mulus.
Obyek Penilaian
Penyelenggara World Muslimah 2013, yakni World Muslimah Foundation (WMF) berdalih, ajang ini dalam rangka memantapkan keberpihakan kepada kaum hijabers berbakat dan berprestasi yang belum memiliki banyak kesempatan, Menurut Eka Triyatna Shanty, Founder & CEO WMF seperti dikutip Okezone, Jumat (28/5/2013), para Muslimah yang berani menutup aurat sejak dini patut diapresiasi agar lebih eksis. Begitukah?
Bila ditarik benang merah, World Muslimah dan Miss World sejatinya tidak ada bedanya. Benang pembedanya hanya dari sisi pakaian alias pembungkusnya saja. Paradigmanya sama: mencari perempuan tercantik, untuk ikon industri fashion dan kosmetik. Yang satu fashion Muslim, yang satu fashion sekuler.
Lihat saja, para perempuan cantik itu akan sama-sama lenggak-lenggok di panggung mempertontonkan kecantikan dan keanggunannya. Lalu sama-sama dipotret sana-sini, dengan gaya ini itu untuk keperluan penilaian atau model fashion.
Jadi, apapun dalihnya, kedua ajang ini sama-sama menjadikan tubuh perempuan sebagai obyek penilaian. Acara semacam ini hanya akan menguatkan opini bahwa perempuan yang eksis itu yang cantik, langsing, fashionable dan stylish.
Lihat saja, para hijaber peserta World Muslimah itupun dikarantina untuk di-brain washing agar memiliki kemampuan me-manage dirinya hingga selalu cantik luar dalam. Cantik luar, tentu terkait bagaimana berdandan agar berhijab tapi tetap modis. Itu sebabnya sponsor utama acara ini adalah sebuah perusahaan kosmetik. Cantik dalam, terkait bagaimana bisa membekali diri dengan wawasan Islam semudah mengulas senyuman.
Sekilas terlihat bagus, tapi bukan begini cara mengeksiskan Muslimah berhijab. Apalagi para semifinalis nantinya diminta membuat video dokumenter singkat tentang dirinya lalu diunggah di youtube, sebuah metode mengekspose kecantikan diri yang berpotensi menimbulkan fitnah.
Kalau memang berniat mengapresiasi Muslimah berhijab, tak perlu mendirikan panggung gemerlap. Cari saja Muslimah shalihah yang nyata-nyata jelas kiprahnya di masyarakat, tanpa perlu embel-embel pembatasan usia, syarat penampilan fotogenik dan tetek bengek-nya yang notabene fisik semata.
Eksistensi Muslimah
Fenomena berhijab memang sedang memasuki masa euforia. Apalagi saat Ramadhan seperti ini, kalangan pesohor yang biasanya pamer aurat pun tak segan mengulurkan kerudung di atas gamisnya. Ini menggembirakan, sekaligus memprihatinkan.
Gembira karena menutup aurat tak lagi dianggap purba, sehingga mendorong para Muslimah untuk mau menjalankan kewajiban itu. Busana Muslim tak lagi dianggap kuno, bahkan tampil modern dan stylish.
Namun memprihatinkan, tatkala busana penutup aurat itu hanya dijadikan simbol dan aksesoris belaka. Sekadar pembungkus badan lahiriah. Sementara tubuh dan otak di dalamnya tak ubahnya dengan perempuan sekuler pada umumnya. Mereka, para hijaber itu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta membebek dengan pola pikir sekuler. Seperti: perempuan, sekalipun berhijab harus tampil cantik di muka umum, musti eksis, bahkan tetap bisa bebas mengaktualisasikan dirinya dalam bidang apapun.
Ya, dahulu, Muslimah menutup aurat itu identik dengan cap alim, seperti: pemalu, tidak mengekspose kecantikannya, religius, agamis dan tidak berperilaku bebas. Artinya tidak pacaran, tidak khalwat, tidak ikhtilat dan tidak tabaruj. Bahkan, Muslimah ini selalu menjaga image dengan tidak bergaul sembarangan. Jangankan pacaran, berakrab ria dengan teman lawan jenispun tidak. Jangankan tertawa ngakak, senyum pun tak sembarang ditebar, khususnya kepada lawan jenis.
Hijab memang seharusnya menjadi penjaga, pelindung dan identitas sejati Muslimah yang membedakan perilakunya dengan yang tidak berhijab. Hijab bukan sekadar pembungkus tubuh, bukan pula semata aksesoris. Tapi sekarang terjadi pergeseran makna hijab.
Telah terjadi "mass brain washing" terhadap kalangan Muslimah sehingga hijaber itu tak beda dengan non hijaber. Berhijab tapi tetap aktif pacaran, khalwat, ikhtilat dan tabaruj. Mereka dengan bebasnya bergaul dengan lawan jenis, mengekspose kecantikannya dalam berbagai sarana seperti facebook, blog dan kontes-kontesan model.
Muslimah shalihah yang smart adalah mereka yang senantiasa mengikatkan diri dengan syariah Islam dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai syar'i, halal dan haram lebih ditonjolkan dibanding nilai-nilai stylish, fashionable dan narsisme.
Merusak Generasi
Sepintas, kontes semacam World Muslimah dan sejenisnya terlihat bagus, namun sejatinya menebar racun-racun berbahaya. Kontes-kontesan ini hanya akan membuai para Muslimah dengan gemerlapnya mimpi-mimpi ala perempuan sekuler: cantik, ngetop dan tajir.
Lebih dari itu, juga akan merusak mental generasi penerus Islam. Saat ini sangat banyak profil-profil hijaber yang dijajakan di media sebagai sosok yang jauh dari nilai-nilai Islam. Seperti adanya penyanyi atau bahkan pedangdut yang berhijab, juga para koruptor yang menutupi malunya dengan hijab. Berhijab tapi berlenggak-lenggok di panggung, berjilbab tapi mendayu-dayu di depan mikrophone.
Demikian pula tokoh-tokoh dalam sinetron di layar kaca yang berhijab tapi perilakunya culas, berjilbab tapi pacaran, berjilbab tapi berikhtilat dengan lawan jenis, jalan berduaan dan bahkan pegang-pegangan tangan. Sungguh di luar adab islami dan bahkan terkesan melecehkan.
Bisnis Murahan
Tampaknya hijab saat ini benar- benar menjadi obyek fitnah. Hijab menjadi ikon yang dijual murah demi mendulang rupiah. Ya, kontes-kontesan inipun hanya untuk menangguk untung di tengah boomingnya fenomena hijab.'Agamanya' adalah uang.
Karena itu, kepada kaum Muslimah, janganlah tergiur dengan iming-iming popularitas sesaat dan materi yang kelihatannya banyak, padahal sangat sedikit. Lebih besar mudharatnya ketika hijab kalian menjadi ikon yang menggerakkan para Muslimah terjebak pada arus sekulerisasi.
Ingatlah sabda Rasulullah SAW: "Ada dua golongan penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat; yaitu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli orang-orang dengannya. Dan wanita-wanita yang memakai baju tapi telanjang, berjalan dengan menggoyang-goyangkan pundak-nya dan berlenggak-lenggok. Kepala mereka seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga bahkan tidak akan mendapat wanginya, padahal sungguh wangi Surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian" (HR. Muslim). Wallahualam.[www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar