Demokrasi Lahirkan Pemimpin Ngepop
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Assiddiqie menuturkan demokrasi liberal hanya melahirkan pemimpin dari budaya pop. “Siapa yang ngepop dia yang terpilih,” ujarnya dalam pengajian bulanan PP Muhammadiya, Jumat (4/10) kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta.
Menurut Jimly, itu terjadi karena saat ini, Indonesia berada pada situasi liberalisasi, dimana ekonomi dan politik pun liberal. Jabatan diperebutkan dan dileleang.” Akibatnya muncullah budaya pop itu,” terang Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tersebut.
“Inilah Demokrasi liberal kita pilih, demokrasi yang tidak melihat kwalitas tapi kwantitas,” lanjutnya.
Jimly menyerukan agar para cendekiawan tidak mengarahkan masyarakat kepada pragmatisme tanpa idealisme dan menyerah pada budaya pop ini. “Jangan arahkan masyarakat kita buat larut pada popularisme ini, apa lagi kita masuk kejaman liberalisme. Kalau kita seperti ini maka kita tidak akan memiliki arah pemerintahan kita,” urainya.
Jimly mengakui bahwa peran medialah yang salah satunya menggiring market budaya pop ini. “Media memang memiliki peran mengarahkan kepemimpinan pop ini, trennya pun kita lihat pemilik media yang dahulunya hanya pendukung sekerang pun maju dan menjadikan media sebagai alat pop,” terangnya.
Untuk membenahi itu semua, Jimly pun mengajak untuk membenahi negara ini, agar masyarakat memiliki idealisme dan tidak ikut-ikutan. “Negara kita ini harus benahi sistemnya dan kita harus punya idealisme dengan memilih orang bukan karena popularitas dan ikut-ikutan, tetapi karena kesadaran,” pungkasnya.[] fatih mujahid[mediaumat/www.al-khilafah.org]
Menurut Jimly, itu terjadi karena saat ini, Indonesia berada pada situasi liberalisasi, dimana ekonomi dan politik pun liberal. Jabatan diperebutkan dan dileleang.” Akibatnya muncullah budaya pop itu,” terang Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tersebut.
“Inilah Demokrasi liberal kita pilih, demokrasi yang tidak melihat kwalitas tapi kwantitas,” lanjutnya.
Jimly menyerukan agar para cendekiawan tidak mengarahkan masyarakat kepada pragmatisme tanpa idealisme dan menyerah pada budaya pop ini. “Jangan arahkan masyarakat kita buat larut pada popularisme ini, apa lagi kita masuk kejaman liberalisme. Kalau kita seperti ini maka kita tidak akan memiliki arah pemerintahan kita,” urainya.
Jimly mengakui bahwa peran medialah yang salah satunya menggiring market budaya pop ini. “Media memang memiliki peran mengarahkan kepemimpinan pop ini, trennya pun kita lihat pemilik media yang dahulunya hanya pendukung sekerang pun maju dan menjadikan media sebagai alat pop,” terangnya.
Untuk membenahi itu semua, Jimly pun mengajak untuk membenahi negara ini, agar masyarakat memiliki idealisme dan tidak ikut-ikutan. “Negara kita ini harus benahi sistemnya dan kita harus punya idealisme dengan memilih orang bukan karena popularitas dan ikut-ikutan, tetapi karena kesadaran,” pungkasnya.[] fatih mujahid[mediaumat/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar