Header Ads

Obama: Kredibilitas AS di Mata Dunia Rusak Akibat "Shutdown"

Posisi Amerika Serikat di panggung dunia tidak sekuat dulu, bahkan kini sedang melemah. Krisis keuangan yang melanda AS dalam beberapa tahun terakhir membuat Washington tengah kehilangan momen dan pengaruh.

Demikian menurut kalangan pengamat internasional dan pejabat dalam komentar-komentar mereka yang dihimpun kantor berita Reuters. Absennya Presiden Barack Obama pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Indonesia dan KTT Asia Timur di Brunei Darussalam, serta pembatalan kunjungannya ke beberapa negara Asia selama Oktober ini, menjadi bukti tengah berkurangnya perhatian AS, yang tengah disibukkan dengan masalah keuangan dalam negeri.

Padahal, dalam hubungan internasional, kehadiran pemimpin suatu negara dalam forum internasional seperti APEC, merupakan simbol akan besarnya kepentingan negara yang dia wakili. Obama sudah menyatakan bahwa Asia kini merupakan prioritas utama AS dalam hubungan luar negerinya.
Namun, ketidakhadiran dia dalam forum-forum tersebut membuat banyak pihak bertanya-tanya, seberapa serius kemampuan Amerika dalam memenuhi komitmennya saat ini.

Joseph Nye, profesor ilmu hubungan internasional asal Universitas Harvard, menilai bahwa AS telah menderita pukulan hebat dari masalah shutdown, yaitu berkurangnya operasional kantor-kantor pemerintahnya, karena anggaran baru belum keluar. Masalah ini membuat AS kekurangan modal dalam mempertahankan maupun menebar pengaruh di mancanegara.

Pernah menjadi asisten menteri pertahanan AS, Nye dikenal sebagai profesor yang memperkenalkan "daya lunak" (soft power), yaitu suatu terminologi dalam studi hubungan internasional yang menggambarkan kemampuan suatu negara dalam menebar pengaruhnya ke luar negeri melalui faktor budaya, nilai, dan kepemimpinan, bukan dengan kekuatan atau paksaan.

"Soft power Amerika tengah melemah dalam artian bahwa reputasinya dalam manajemen pemerintahan yang efektif dan mata uangnya sebagai kurs jangkar dunia tengah lemah," kata Nye kepada Reuters.

Maka, menurut dia, sejumlah pemerintah negara asing dan para investor --baik dari China hingga Timur Tengah-- kini bertanya-tanya, apakah mereka masih ingin terus menyimpan obligasi pemerintah dan dolar AS di tengah situasi saat ini. Walau Rabu lalu sudah ada kesepakatan dari Kongres soal solusi atas krisis shutdown dan pagu utang AS, namun itu hanya berlangsung hingga awal 2014, dan mereka bisa jadi akan memperdebatkannya lagi seperti yang sudah-sudah.

Obama sendiri menyadari bahwa apa yang terjadi dalam 16 hari terakhir krisis shutdown --yaitu yang membuat beberapa layanan pemerintah berkurang karena masalah anggaran yang mandek di Kongres-- telah mengganggu posisi AS di mata internasional. 
        
"Kemungkinan besar tidak ada yang lebih merusak kredibilitas Amerika di mata dunia maupun posisi kami dengan negara-negara lain, ketimbang pertunjukkan yang kami saksikan dalam beberapa pekan terakhir," kata Obama usai kesepakatan Kongres soal shutdown dan pagu utang Rabu waktu setempat.

"Masalah itu mendorong semangat para musuh, menggugah semangat para kompetitor kami, sekaligus menekan para sahabat kami yang berharap akan kepemimpinan kami yang tetap kuat," lanjut Obama.

Nye pun menilai bahwa krisis fiskal ini juga telah memperburuk turunnya kepercayaan atas AS, yang mulai luntur dari skandal penyadapan atas sejumlah negara sahabatnya, setelah diungkapkan oleh mantan konsultan intelijen Edward Snowden. Sahabat AS di Eropa dan Amerika telah terang-terangan mengungkapkan kemarahan atas Washington.

"Faktor-faktor budaya dan nilai yang kami miliki sudah berjalan dengan baik. Namun, pada kebijakan-kebijakan pemerintah, baik itu pemantauan maupun manajemen atas kurs mata uang kami, sedang mengalami masalah," kata Nye. [viva/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.