Header Ads

Ustadz Abu Zaid : HT Hanya Meneladani Metode Dakwah Nabi Saw

Sebagian kalangan menuding Hizbut Tahrir (HT) hanya sekadar berwacana tanpa aksi nyata. Mereka pun menuding HT tidak berkonstribusi nyata bagi kehidupan masyarakat. Benarkah demikian? Bagaimana dengan yang dilakukan Baginda Rasulullah saw. di Makkah—sebelum Daulah Islam beliau dirikan di Madinah—yang terbatas pada aktivitas dakwah secara lisan; mengajak orang masuk Islam sekaligus menanamkan kesadaran kepada mereka untuk terikat dengan syariah Islam? Betulkah demikian juga yang dilakukan oleh HT sebagai wujud meneladani manhaj dakwah beliau?


Untuk menjawab pertanyaan di atas, Redaksi Al-Waie kali ini mewawancarai Ustadz Abu Zaid dari DPP HTI. Berikut petikannya.

Ada yang mengatakan, metode HT tidak riil dan butuh waktu yang lama. Bagaimana tanggapan Ustadz?

Pertama: ini tuduhan yang berbahaya bagi penuduh. Mengapa? Karena jika diteruskan bisa sampai pada tuduhan terhadap aktivitas dakwah Nabi saw. Apa kita berani menuduh metode dakwah Nabi saw. tidak riil? Karena HT selalu menyandarkan metode dakwahnya pada metode dakwah Nabi saw. di Makkah hingga hijrah ke Madinah. Misalnya, HT tidak masuk ke dalam sistem yang ada dengan menjadi penguasa atau HT membangun opini tentang Islam di tengah masyarakat. Itu semua karena mencontoh dakwah Nabi saw. Perlu ditegaskan di sini bahwa meneladani Nabi saw., khususnya dalam metode dakwah, itu merupakan kewajiban kita.

Kedua: riil dan tidak riil itu bergantung pada maksud dari istilah tersebut. Apakah kegiatan membagi-bagikan sembako disebut riil, sementara mendidik umat dengan Islam di masjid, mushala, kantor, kampus, atau sekolah seperti yang dilakukan HT tidak riil? Apakah membangun rumah sakit dinggap riil, sementara mencegah kemungkaran seperti kontes Miss World tidak riil? Apakah membangun sekolah dianggap riil, sedangkan membongkar persekongkolan jahat penguasa dengan penjajah dalam kasus migas tidak riil? Anggapan seperti ini sangat aneh. Saya tegaskan di sini, semua kegiatan HT itu masyru’ (legal menurut syariah) karena semua bersandar pada metode dakwah Nabi saw. yang digali dari sirah beliau.

Ketiga: lama atau tidak itu relatif. Kemenangan itu rahasia Allah SWT. Yang paling penting, kita istiqamah. Kita gagal jika tidak istiqamah. Sebuah gerakan Islam disebut gagal jika tidak istiqamah; berubah dari tujuan awal ingin menegakkan syariah Islam menjadi menerima demokrasi bahkan menerima negara sekular dengan beribu alasan. Yang seperti inilah yang gagal, bahkan gagal total. Bagi gerakan seperti ini waktu lama atau tidak  sudah tidak bermanfaat lagi.

Sebaliknya, HT sejak berdirinya tidak pernah berubah atau bergeser sedikitpun dari tujuannya, yakni melangsungkan kembali kehidupan Islam dengan menegakkan Khilafah untuk menerapkan syariah Islam kaffah. Bahkan dengan izin Allah SWT, HT alhamdulillah dari hari ke hari semakin berkembang dengan baik ke seluruh dunia.

Ada juga yang mengatakan kalau HT hanya omong-kosong; hanya seminar, demontrasi dan konferensi, tidak terasa pengaruhnya?

Pada zaman Nabi saw. berdakwah di Makkah, beliau juga hanya menyampaikan akidah dan syariah Islam; menyampaikan apa yang harus diyakini dan apa yang harus diingkari; menyampaikan apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan. Beliau menyerukan La ilaha illaLlah Muhammadur rasuluLlah. Padahal pada zaman itu problem sosial-ekonomi sama seperti sekarang. Mayoritas masyarakatnya miskin, bodoh, tidak bisa baca tulis, tertindas bahkan sebagiannya menjadi budak. Kaum Muslim saat itu pernah diboikot oleh kafir Qurays selama sekitar tiga tahun lamanya. Namun, Nabi saw. tidak mengubah aktivitas dakwahnya dengan fokus memberantas kemiskinan, memberantas buta huruf atau mengangkat senjata melawan kaum kafir Qurays. Apa dengan demikian Nabi saw. dalam dakwahnya omong-kosong; dakwahnya tidak riil dan tidak ada pengaruhnya? Na’udzubiLlah min dzalik!

Bagaimana dengan problematika saat ini, yakni saat Khilafah belum tegak, seperti kemiskinan, yang sering membutuhkan solusi praktis dan segera?

HT tidak menutup mata terhadap semua problem tersebut. HT adalah gerakan Islam dan sangat mencintai Allah, Rasul dan kaum Mukmin. Dalam diri para syabab tertanam kuat rasa kasih sayang terhadap kaum Mukmin. Tidak jarang kami menangis melihat kondisi tersebut. Namun, semua itu wajib diselesaikan hanya dengan Islam. HT sebagai sebuah gerakan, sebagaimana dakwah Nabi saw. di Makkah sebelum berdirinya negara Islam Madinah, berada pada posisi menjelaskan bagaimana solusi Islam atas semua problem umat. Misalnya, Pilkada, HT menjelaskan hukum syariah tentang memilih pemimpin untuk melaksanakan hukum kufur buatan manusia, bahwa itu hukumnya haram, baik yang dipilih kafir ataupun Muslim. HT juga menjelaskan bagaimana hak-hak rakyat dalam masalah kesejahteraan menurut Islam yang wajib dipenuhi negara.

Namun, dalam keadaan tertentu yang masyarakat sangat membutuhkan bantuan, HT membentuk Lajnah Thawari’ untuk membantu masyarakat. HT telah terjun di daerah bencana (tsunami, gempa, banjir, gunung meletus, dll) seperti di Aceh, Sumbar bahkan hingga ke Mentawai; Tasikmalaya, Makasar, Jakarta, Yogya, dan lain-lain.

Namun, umat ini harus tetap disadarkan bahwa semua penderitaan mereka—di luar ragam bencana di atas yang merupakan qadha’ Allah SWT, red.—adalah karena  akibat penerapan sistem kufur kapitalis sekular ini. Solusinya adalah dengan menerapkan syariah Islam kaffah dengan menegakkan Khilafah.

Di sisi lain HT tetap mendorong setiap syabab untuk membantu umat dengan berbagai aktivitas amal shalih. Saat ini, misalnya, banyak para syabab yang secara pribadi mengelola pesantren, sekolah, kampus, lembaga keuangan Islam, penerbitan, dll.

Sebagian orang berpendapat bahwa menerapkan syariah dan menegakkan daulah islamiyah itu tidak mungkin tanpa jihad dan people power. Bagaimana, Ustadz?

Tidak mungkin? Pernyataan ini hanya muncul dari logika manusia yang terbatas, bukan muncul dari pemahaman atas dalil-dalil syariah. Mengapa? Karena pernyataan ini telah menafikan teladan Nabi saw. dalam berdakwah. Apakah  dalam dakwah untuk menegakkan Negara Islam Madinah Nabi saw menempuh jalan perang atau jihad? Tidak. Tidak satu anak panah pun yang dilepaskan dalam dakwah Nabi saw. tersebut; tidak pula sebilah pedang atau tombak terhunus. Namun kenyataannya, Nabi saw. sukses menegakkan Negara Islam. Beliau hanya mendidik umat dengan Islam, seraya membangun opini bahwa Islam itu solusi, kemudian menempuh thalab an-nushrah.  Lalu bagaimana mungkin ada yang berani berkata bahwa itu mustahil? Padahal faktanya, saat ini dengan zaman Nabi saw. sama saja; kaum Muslim lemah tanpa negara dan tentara, sementara musuh-musuh begitu kuat dengan tentara dan senjatanya.

Lagipula dakwah dan jihad itu berbeda menurut syariah; masing-masing ada syarat dan kondisinya sendiri. Dakwah itu bukan jihad dan jihad juga bukan dakwah. Jangan dicampuradukkan.

Apakah mungkin militer mau memberikan nushrah-nya bagi penerapan syariah dan penegakan Khilafah?

Jawaban saya sama dengan pertanyaan sebelumnya. Marilah kita tunduk pada teladan Nabi saw. dalam berdakwah. Jangan mengunggulkan akal kita. Faktanya,  pada zaman Nabi saw., yang didakwahi kemudian dimintai nushrah (pertolongan) adalah suku-suku yang masih kafir dan musyrik. Nabi mengajak mereka masuk Islam sekaligus meminta mereka untuk memberikan kekuasaan mereka kepada Nabi saw. Misalnya Bani Kindah, Bani Kilab, Bani Tsaqif, Bani Amir bin Sha’sha’ah, dll. Akhirnya, Nabi saw. berhasil mendapatkan kekuasaan setelah bertemu dengan Bani Aus dan Khazraj di Yatsrib (Madinah).

Faktanya, saat ini mayortas tentara dan para jendral di negeri-negeri Islam adalah Muslim. Mereka adalah anak-anak kaum Muslim. Mereka Muslim bagaimanapun buruknya keislaman mereka. Kalau memakai  logika juga, kita bisa bertanya, lebih mudah mana kemungkinannya mengajak yang kafir lagi musyrik atau yang sudah Muslim? Isnya Allah, lebih mudah yang Muslim. Mereka juga ingin masuk surga seperti kita. Hanya saja, mereka belum paham, atau belum berani. Nah, kitalah yang wajib memahamkan mereka dan mengajak mereka supaya berani. Namun, yang paling penting, kita wajib tunduk dengan contoh dakwah Nabi saw., jangan buat-buat metode sendiri.

Metode HT di antaranya bertumpu pada pembentukan opini umum yang berlandaskan kesadaran umum. Bagaimana penjelasannya?

Yang kita kehendaki, umat ini memahami bahwa mereka sedang sakit. Obatnya itu syariah Islam dan dokternya adalah Khilafah.

Karena itu umat harus kita didik agar menyadari bahwa: Pertama, kemaslahatan manusia di seluruh dunia wajib hanya dilihat dari sudut pandang Islam. Kedua, kemaslahatan tersebut tidak mungkin terwujud kecuali dengan menerapakan sistem Islam secara kaffah. Ketiga, upaya mewujudkan sistem Islam itu hanya ilusi jika tanpa menegakkan Khilafah.  Keempat, setiap upaya mewujudkan Khilafah itu mustahil tanpa peran umat Islam. Kelima, berharap mendapat dukungan umat tanpa membangun kesadaran politik mereka adalah tidak mungkin.

Kemudian dalam diri umat ini sebagai satu kesatuan harus terdapat tiga hal. Pertama: Ihtimam (perhatian) yang sempurna terhadap kemaslahatan umat dan muncul secara spontan dari umat. Artinya, itu harus menjadi karakter umat. Misalnya, setiap berdoa umat Islam selalu berdoa, “Allahummarham al-ummah al-Islamiyah…,” sebagaimana dia berdoa, “Allahummarhamni…” Kedua: Kesatuan pendapat dalam diri umat Islam tentang maslahat dan mudarat. Misalnya, dalam menyikapi kasus Mesir, Syiria, Palestina, Rohingya, dll. Siapakah musuh umat ini sebenarnya? Bagaimana sikap kita kepada mereka? Bagaimana solusi Islam dalam hal ini? Apakah boleh menyerahkan solusi pada PBB atau Rusia atau AS  atau Eropa? Ketiga: Umat ini menjadikan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai perangai mereka.  Mereka paham batas-batas ketaatan kepada pemimpin tanpa menghilangkan sikap kritis dalam amar makruf nahi mungkar.

Jadi, opini umum tersebut harus dibangun di atas kesadaran umum, yakni kesadaran dengan menjadikan akidah Islam sebagai satu-satunya cara pandang terhadap segala problem kehidupan sekaligus bagaimana solusinya.

Bagaimana secara praktis membangun opini umum dan kesadaran umum seperti itu di tengah masyarakat?

Satu-satunya cara sebagaimana contoh Nabi saw. adalah dengan mendidik dan membina umat dengan Islam. Hanya dengan Islam, tidak yang lain; tidak demokrasi atau yang lain. Dalam hal ini HT membina umat dengan dua cara, yakni pembinaan umum dam khusus. Pembinaan umum dilakukan dengan kajian-kajian umum di masjid, mushala, sekolah, kampus, majelis taklim; melalui seminar, diskusi, konferensi, muktamar; melalui siaran radio dan TV; melalui tulisan di koran, majalah, jurnal, bulletin; dll.

Adapun pembinaan khusus diperuntukkan bagi  siapa saja yang siap menjadi kader dakwah, yakni melalui halqah mingguan dan bulanan. Di sinilah HT menggodok para kadernya yang siap lahir batin berdakwah. Tidak hanya berbekal semangat berkorban, tetapi juga menguasai tsaqafah Islam yang memadai, khususnya terkait dengan bagaimana menerapkan Islam secara kaffah  dalam Negara Khilafah.

Masih ada dua aktivitas lagi, yakni menjelaskan kemaslahatan umat (tabanni mashalih al-ummah) dan membongkar persekongkolan jahat penguasa dengan para penjajah untuk membinasakan Islam dan kaum Muslim.

Bagaimana secara praktis mendapatkan dukungan dari ahlul quwwah?

Sebagaimana contoh dari Nabi saw., yakni dengan cara  mendatangi dan mengontak mereka; menjelaskan kepada mereka bahwa mereka Muslim dan menerangkan kewajiban mereka sebagai seorang Muslim; lebih khusus lagi memaparkan kewajiban mereka sebagai ahlul quwwah terhadap nasib umat saat ini. Kepada mereka, Islam harus dijelaskan sebagai sebuah mabda’ atau ideologi bukan sekedar ritual. Mereka harus paham tentang Khilafah dan bagaimana cara menegakkannya. Kemudian kita mengajak mereka untuk menegakkan Khilafah dalam kondisi mereka sebagai ahlul quwwah.

Hanya saja, keberhasilan thalabun-nuhsrah sangat ditentukan oleh seberapa besar kekuatan HT, yakni seberapa banyak anggotanya dan seberapa besar dukungan umat serta para tokohnya; juga ditentukan oleh besar dan kuatnya opini umum sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Sikap apa yang dibutuhkan dalam perjuangan penegakan Khilafah?

Istiqamah. Ya hanya satu kata: istiqamah. Sikap istiqamah ini adalah hasil pergulatan sepanjang hayat. Tidak mungkin bisa istiqamah jika kita tidak sabar dan syukur. Tidak mungkin sabar dan syukur  jika kita tidak ikhlas. Tidak mungkin ikhlas jika tidak tawakal, yakni berserah diri yang terbaik kepada Allah SWT. Tidak mungkin tawakal jika kita tidak beriman. Ujung-ujungnya, sejauhmana kita beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya; juga sejauh mana kita meyakini janji-janji-Nya.

Kita sudah tahu bagaimana akhir cerita perjuangan ini, yakni menang. Itu janji Allah SWT. Namun, yang kita belum tahu bagaimana jalan cerita detilnya. Di situlah terletak senyuman dan tangisan; air mata tangis dan air mata bahagia.  Allah SWT menguji kita dengan kesulitan dan kemudahan. Namun, ibarat seorang ibu yang sedang hamil, kita siap menanggung segala derita dan beban berat bahkan risiko kematian saat melahirkan demi tangisan kecil sang bayi saat pertama bernafas menghirup udara dunia.  Kita harus siap menanggung beban hingga Khilafah lahir membawa perubahan besar berupa kesejahteraan dunia akhirat.

Termasuk istiqamah di sini adalah berpegang teguh dengan syariah Islam ketika berdakwah, yaitu teguh dalam meneladani dakwah Nabi saw. Jangan coba-coba membuat sendiri metode dakwah, karena selain pasti gagal, juga tidak bernilai ibadah. Alhasil, metode dakwah Nabi saw. adalah harga mati! [] [htipress/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.