Header Ads

Seni dan Lini Baru Perjuangan Islam (Ismail Yusanto Resmikan Website KHAT)

Seni dan Lini Baru Perjuangan Islam (Ismail Yusanto Resmikan Website KHAT)
"Bismillah. Satu lagi lini perjuangan diluncurkan. Seni untuk ibadah. Seni untuk dakwah", kicau Jubir Ismail Yusanto melalui akun twitternya. Waktu itu Ismail tengah menghadiri peluncuran website Khilafah Arts Network (KHAT), Kamis sore 30/6. Web yang juga ia resmikan akan menjadi pusat galeri digital karya para kreator yang konsern pada perjuangan Khilafah.


Di dalam sambutannya Ismail mengatakan bahwa, jika tauhid mampu menggerakkan para ulama dalam berijtihad dan menulis pemikirannya ke kitab-kitab; para ilmuwan dalam menelusuri sudut-sudut ilmu pengetahuan; para petarung dalam medan jihad fisabilillah; maka tauhid pula yang menggerakkan para seniman muslim berkarya untuk peradaban Islam.

Acara yang berlangsung hangat dan sederhana di Tembi Rumah Budaya, Yogyakarta, ini akan menjadi titik penting dalam dakwah syariah dan khilafah. Sebab niatan untuk membentuk gerakan seni Islam seperti KHAT ini telah menjadi kegelisahan sejak beberapa tahun sebelumnya. Maka ketika mulai digagas tanggal 4 Februari 2016, gerakan ini mulai menggelinding dan merangsang para seniman muslim ideologis untuk terus berkarya.

Sebutlah Ardiansyah, yang merancang arsitektur pusat pemerintahan khilafah. Dengan berbekal riset tentang Khilafah, geopolitik modern, dan dasar pengetahuan arsitek di kampusnya, Ardi menentukan dimana pusat pemerintahan itu dibangun, bagaimana denah kompleksnya, bagaimana bentuk-bentuk bangunannya.

Ada juga Koen Pai, alumnus prodi Seni Murni ISI Yogyakarta yang kini mengajar lukis di Purworejo. Ia merancang gerbang ibukota Khilafah, yang terilhami ayat Al-Qur'an surat Al Baqarah ayat 30.
Teguh Wiyatno > Perjalanan Pemikiran
Di dalam jejaring KHAT, ada Teguh Wiyatno, seniman lukis cat air yang karyanya selalu diburu kolektor. Dalam karyanya yang berjudul 'Perjalanan Pemikiran', ia menuangkan pengalamannya ketika mulai mengaji kitab Nizhomul Islam di Hizbut Tahrir.

"Ketika bahtera kehidupan berlayar tanpa arah,terombang ambingkan kabut pekat. Kemana hendak mengikat sauh? Apakah rel perjalanan yang selama ditempuh akan membawa tujuan nan pasti? Atau hanya sekedar lintasan fatamorgana yang berkelok tanpa ujung?", tulis Teguh dalam deskripsi karya tersebut.

Banyak netizen yang menyambut KHAT positif, meski banyak juga yang mencibir dan mengait-ngaitkan ide yang diusung KHAT dengan radikalisme, ekstremisme, dan makar negara. Namun bagi Deni Je, penolakan terhadap dakwah merupakan sunatullah perjuangan. KHAT akan tetap melangkah mengibarkan benderanya, sebagaimana para seniman yang berseberang ideologi lebih dahulu mengibarkan benderanya.

Dwi Condro Triono, Ph.D., anggota DPP HTI dan pengajar di UIN Surakarta yang turut hadir dalam acara peluncuran mengungkapkan keunggulan KHAT, "Dakwah biasanya akan dibatasi oleh segmen. Seorang da'i yang pakar dalam bidang ilmiah lebih mudah diterima kalangan intelektual. Tetapi jika ia berbicara di kalangan awam, maka orang-orang merasa pemikiran pakar ini terlalu tinggi, sulit dijangkau. Begitu juga sebaliknya. Seorang da'i yang biasa merakyat, maka orang-orang intelektual tidak suka."

Sentuhan seni dalam dakwah, menurut Dwi Condro, membuat ajakan itu lebih universal. Sebab tidak ada segmen masyarakat yang menolak kesenian. Apa saja yang dikemas dengan seni akan cenderung diterima, termasuk ide yang cukup berat, seperti yang dibawa oleh KHAT ini."

Kini para netizen dapat menikmati karya para seniman KHAT melalui situs khilafaharts.net. Konten yang berisi rancang bangun maupun opini dakwah khilafah akan terus diperbarui seiring waktu, dan bertambahnya anggota jejaring di seluruh dunia. (erte) [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.