Gatot BM dan Taat Pribadi adalah Cerminan Kita
GATOT BM DAN TAAT PRIBADI ADALAH CERMINAN KITA
Oleh Kamal (Khilafah Community Lamongan)
Jika Jokowi-JK adalah KITA sebagaimana dalam kampanyenya. Maka Gatot Braja Musti (GBM) dan Taat Pribadi (TP) adalah cerminan masyarakat Indonesia dalam beragama dan bertingkah laku. Umat Indonesia dalam beragama belum mampu bergeser ke arah lebih baik. Di kala segelintir kelompok berbicara diskriminasi agama dan intoleransi beragama. Nyatanya, kecerdasan spitirual bangsa ini masih tergantung di atas awan. Belum mampu menghujam kuat sehingga agama dan aturannya menjadi panduan dalam kehidupan.
Dua figur GBM dan TP memang bukan ulama’ sejati. Meski pengikutnya banyak dan berlatar belakang dari kalangan akademisi, pengusaha, militer, hingga rakyat biasa. Di negeri mayoritas muslim ini masih ada kekosongan spiritual untuk memenuhi ghoriza tadayyun (naluri beragama). Masih ada yang memenuhi nalurinya dengan cara penyimpangan, meski itu di luar nalar dan akal. Umat saat ini belum mampu memenuhi naluri beragamanya yang sesuai dengan fitrah manusia; menentramkan jiwa; dan memuaskan akal.
Liberalisasi Beragama
Ketidakfahaman manusia memahami agamanya dikarenakan pendidikan belum mampu menanamkan aqidah yang kuat. Pembelajaran agama sekadar pelengkap. Belum mampu secara holistik memenuhi kebutuhan hidup umat manusia. Agama sekadar ritual, sehingga sering abai pada pengaturan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Serta lupa menerapkan dalam hubungan antar-manusia.
Di sisi lain, muncullah paham kebebasan dalam beragama yang dimaknai sempit. Kebebasan diartikan tanpa mau terikat dengan aturan agama. Akibatnya, muncullah liberalisasi agama. Meski melenceng jauh dari agama dianggap biasa saja. Tak heran kemunculan BGM dan TP merupakan dampak dari liberalisasi agama. Seolah agama dijadikan topeng hanya untuk memenuhi hawa nafsu keduniawian.
Karena itu tidak salah jika Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menilai pimpinan Padepokan "Dimas Kanjeng" Probolinggo, yakni Taat Pribadi, bukan menyebarkan ajaran sesat, karena dia tidak "alim" (ahli agama), namun dia menipu dengan menyalahgunakan agama. Didampingi Ketua LTM NU Jatim HM Fuad Anwar, ia menjelaskan Taat Pribadi merupakan penipu yang menggunakan agama untuk meyakinkan masyarakat saja, bahkan penggandaan uang yang digembor-gemborkan selama ini juga hanya trik penipuan saja.
Ditanya langkah PWNU Jatim untuk menyelamatkan masyarakat, ia menyebut tiga langkah yakni bekerja sama dengan polisi, MUI, dan Pemkab Probolinggo untuk melakukan rehabilitasi masyarakat. "Gendam itu bisa ditaklukkan dengan doa-doa sesuai tingkatan gendamnya," katanya.
Langkah lain adalah mendesak aparat penegak hukum untuk menutup padepokan itu dan mengusut tuntas Taat Pribadi bersama para centengnya agar tidak banyak korban. "Padepokan itu bisa dikembalikan pada masyarakat untuk dijadikan pesantren," katanya. Terkait langkah rehabilitasi korban itu, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum dan aparat Pemkab Probolinggo. "Sabtu (1/10) ini ada pertemuan PCNU Probolinggo dengan polisi, pemkab, dan MUI soal itu," katanya. (www.antarajatim.com/lihat/berita/185086/nu-jatim-dimas-kanjeng-menipu-gunakan-agama).
Begitu pula GBM menggunakan semacam sabu untuk memperdaya korbannya. Kalangan artis dan orang terkenal yang menjadi pengikutnya menjadi stempel bahwa dia sakti dan berkharismatik. Dengan penangkapan GBM oleh kepolisian, para korban maupun pengikutnya membuka kedok padepokan GBM. Entah perbuatan bejat apa yang mengakibatkan hilangnya kehormatan manusia. Karena itu, umat jangan mudah terperdaya dengan janji palsu dan rayuan gombal spiritualis abal-abal. Mereka sejatinya akan merusak citra Islam dan umatnya.
Ngaji yang Benar
Harus diakui kehidupan saat ini memang bebas dan memisahkan agama. Orang-orang yang mulai sadar akan kebutuhan agama pun akhirnya berlomba untuk mencari persinggahan. Untuk itulah saatnya umat ini sadar betul untuk ngaji Islam yang benar. Bukan sekadar berguru kepada spiritual yang berpraktik sebagai dukun abal-abal.
Berikut beberapa tips yang bisa digunakan agar tidak salah arah:
Oleh karena itu fenomena BGM dan TP seharusnya menjadi pelajaran berharga. Jika negara ini abai dalam melindungi aqidah umat, maka muncullah praktik yang akhirnya merusak. Korbannya pun banyak. Jeruji besi hanya sekadar tempat mampir dalam penghukuman di dunia bagi pelaku kejahatan. Yang harus diingat adalah siksa yang pedih bagi orang-orang yang menipu dan menjual belikan ayat-ayat Allah untuk tujuan duniawi. Na’udzubillah min dzalik.
[www.al-khilafah.org]
Oleh Kamal (Khilafah Community Lamongan)
Jika Jokowi-JK adalah KITA sebagaimana dalam kampanyenya. Maka Gatot Braja Musti (GBM) dan Taat Pribadi (TP) adalah cerminan masyarakat Indonesia dalam beragama dan bertingkah laku. Umat Indonesia dalam beragama belum mampu bergeser ke arah lebih baik. Di kala segelintir kelompok berbicara diskriminasi agama dan intoleransi beragama. Nyatanya, kecerdasan spitirual bangsa ini masih tergantung di atas awan. Belum mampu menghujam kuat sehingga agama dan aturannya menjadi panduan dalam kehidupan.
Dua figur GBM dan TP memang bukan ulama’ sejati. Meski pengikutnya banyak dan berlatar belakang dari kalangan akademisi, pengusaha, militer, hingga rakyat biasa. Di negeri mayoritas muslim ini masih ada kekosongan spiritual untuk memenuhi ghoriza tadayyun (naluri beragama). Masih ada yang memenuhi nalurinya dengan cara penyimpangan, meski itu di luar nalar dan akal. Umat saat ini belum mampu memenuhi naluri beragamanya yang sesuai dengan fitrah manusia; menentramkan jiwa; dan memuaskan akal.
Liberalisasi Beragama
Ketidakfahaman manusia memahami agamanya dikarenakan pendidikan belum mampu menanamkan aqidah yang kuat. Pembelajaran agama sekadar pelengkap. Belum mampu secara holistik memenuhi kebutuhan hidup umat manusia. Agama sekadar ritual, sehingga sering abai pada pengaturan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Serta lupa menerapkan dalam hubungan antar-manusia.
Di sisi lain, muncullah paham kebebasan dalam beragama yang dimaknai sempit. Kebebasan diartikan tanpa mau terikat dengan aturan agama. Akibatnya, muncullah liberalisasi agama. Meski melenceng jauh dari agama dianggap biasa saja. Tak heran kemunculan BGM dan TP merupakan dampak dari liberalisasi agama. Seolah agama dijadikan topeng hanya untuk memenuhi hawa nafsu keduniawian.
Karena itu tidak salah jika Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menilai pimpinan Padepokan "Dimas Kanjeng" Probolinggo, yakni Taat Pribadi, bukan menyebarkan ajaran sesat, karena dia tidak "alim" (ahli agama), namun dia menipu dengan menyalahgunakan agama. Didampingi Ketua LTM NU Jatim HM Fuad Anwar, ia menjelaskan Taat Pribadi merupakan penipu yang menggunakan agama untuk meyakinkan masyarakat saja, bahkan penggandaan uang yang digembor-gemborkan selama ini juga hanya trik penipuan saja.
Ditanya langkah PWNU Jatim untuk menyelamatkan masyarakat, ia menyebut tiga langkah yakni bekerja sama dengan polisi, MUI, dan Pemkab Probolinggo untuk melakukan rehabilitasi masyarakat. "Gendam itu bisa ditaklukkan dengan doa-doa sesuai tingkatan gendamnya," katanya.
Langkah lain adalah mendesak aparat penegak hukum untuk menutup padepokan itu dan mengusut tuntas Taat Pribadi bersama para centengnya agar tidak banyak korban. "Padepokan itu bisa dikembalikan pada masyarakat untuk dijadikan pesantren," katanya. Terkait langkah rehabilitasi korban itu, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum dan aparat Pemkab Probolinggo. "Sabtu (1/10) ini ada pertemuan PCNU Probolinggo dengan polisi, pemkab, dan MUI soal itu," katanya. (www.antarajatim.com/lihat/berita/185086/nu-jatim-dimas-kanjeng-menipu-gunakan-agama).
Begitu pula GBM menggunakan semacam sabu untuk memperdaya korbannya. Kalangan artis dan orang terkenal yang menjadi pengikutnya menjadi stempel bahwa dia sakti dan berkharismatik. Dengan penangkapan GBM oleh kepolisian, para korban maupun pengikutnya membuka kedok padepokan GBM. Entah perbuatan bejat apa yang mengakibatkan hilangnya kehormatan manusia. Karena itu, umat jangan mudah terperdaya dengan janji palsu dan rayuan gombal spiritualis abal-abal. Mereka sejatinya akan merusak citra Islam dan umatnya.
Ngaji yang Benar
Harus diakui kehidupan saat ini memang bebas dan memisahkan agama. Orang-orang yang mulai sadar akan kebutuhan agama pun akhirnya berlomba untuk mencari persinggahan. Untuk itulah saatnya umat ini sadar betul untuk ngaji Islam yang benar. Bukan sekadar berguru kepada spiritual yang berpraktik sebagai dukun abal-abal.
Berikut beberapa tips yang bisa digunakan agar tidak salah arah:
- niatkan bahwa mengkaji Islam itu harus menyeluruh mulai dari aqidah, syariah, hingga dakwah.
- bergurulah pada ulama’ sejati yang takut kepada Allah, jelas keikhlasannya, dan betul-betul berjuang untuk Allah dan Rasul-Nya.
- Jika telah memahami Islam sebagai jalan hidup, maka ikutlah memperjuangkannya untuk menyelamatkan umat manusia. Sehingga tidak ada lagi korban semacam praktik BGM dan TP.
- Senantiasa berkumpul dengan orang-orang ‘alim dan soleh yang berada di tengah-tengah umat dan menjadikannya rujukan dalam masalah agama
- Jangan mudah tertipu dengan iming-iming duniawai semisal menggadakan uang atau pada hal-hal gaib yang menjauhkan dari Islam. Luruskan niat karena Allah dan menghilangkan kebodohan.
- Membudayakan amar ma’ruf nahi munkar agar kehidupan bebas dari beragam persoalan. Baik dakwah individu atau berkelompok. Serta mengenyahkan paham liberalisme yang menggerus keimanan manusia.
Oleh karena itu fenomena BGM dan TP seharusnya menjadi pelajaran berharga. Jika negara ini abai dalam melindungi aqidah umat, maka muncullah praktik yang akhirnya merusak. Korbannya pun banyak. Jeruji besi hanya sekadar tempat mampir dalam penghukuman di dunia bagi pelaku kejahatan. Yang harus diingat adalah siksa yang pedih bagi orang-orang yang menipu dan menjual belikan ayat-ayat Allah untuk tujuan duniawi. Na’udzubillah min dzalik.
[www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar