Kesejahteraan: dengan KB atau Distribusi Ekonomi??
Disadur ulang dari artikel sebuah surat kabar ibukota.
Rabu, 10 Juni 2009
MEDAN--MI: Cawapres Boediono mengatakan, program keluarga berencana (KB)perlu digalakkan lagi untuk menekan jumlah kelahiran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Saya melihat dan mendengar keluhan nelayan di Kampung Kurnia, Belawan yang rata-rata mengaku memiliki anak lebih dari tiga orang," kata pasangan Capres SBY itu, di Medan, Rabu.
Coba kalau jumlah anak mereka paling banyak dua, pendapatan yang sedikit tentu masih memadai.
Jika anak lebih sedikit tentu kesehatan para ibu juga lebih baik dan pada akhirnya juga akan memberi kesehatan dan ketenangan bagi seluruh keluarga, tambahnya.
Anak yang sedikit, menurut dia, juga lebih memberikan janji bahwa pendidikan anak-anak di setiap keluarga akan lebih terjamin.
"Program KB yang agak terlupakan dewasa ini sudah seharusnya digalakkan lagi untuk mempercepat kemajuan bangsa yang bisa lahir dari perekonomian masyarakat yang mapan dan SDM yang handal," katanya.
Perekonomian yang mapan akan menekan terjadinya masalah atau gejolak sosial yang bisa menimbulkan ketidak amanan atau kejahatan.
"Pemerintah sendiri memang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga JPS (jaring pengaman sosial,red) harus tetap diprogramkan bahkan ditingkatkan," katanya.
Menurut Boediono, manfaat JPS banyak antara lain meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat sehingga mendorong bergeraknya sektor ril.
"Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus meningkatkan intervensi kepada masyarakat khususnya kepada mereka berpendapatan rendah termasuk UMKM guna memajukan perekonomian," katanya.
Dalam pertemuan dengan Boediono, para nelayan itu mengaku sering tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk untuk biaya sekolah karena pendapatan melautnya sangat minim.
Pendapatan yang minim itu karena mereka hanya menggunakan sampan untuk mencari ikan sehingga hasil tangkapan sangat minim. (Ant/OL-01)
http://www.mediaindonesia.com/read/2009/06/06/79200/92/14/Program-KB-Perlu-Digalakkan-Lagi,
Benarkah solusi yang paling tepat untuk meningkatkan daya beli masyarakat adalah dengan mewajibkan KB massal dalam cakupan nasional??
Inikah langkah paling tepat yang bisa ditempuh oleh pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya??
Bagaimanakah sistem distribusi ekonomi di dalam Islam??
Islam mencegah berputarnya harta kekayaan hanya di kalangan orang-orang kaya, sementara kelompok lainnya tidak memperoleh bagian. Allah Swt. berfirman:
كَيْ لاَ يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ اْلأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ
Supaya harta itu jangan hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja di antara kalian. (QS al-Hasyr [59]: 7).
Mekanisme Pasar dan Nonpasar
Secara umum, sistem ekonomi Islam menetapkan dua mekanisme distribusi kekayaan. Pertama: mekanisme pasar, yakni mekanisme yang terjadi akibat tukar-menukar barang dan jasa dari para pemiliknya. Di antara dalil absahnya mekanisme ini adalah firman Allah Swt.:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian (QS al-Nisa’ [4]: 29).
Tidak sekadar diizinkan, Islam juga menggariskan berbagai hukum yang mengatur mekanisme ini. Di antaranya adalah larangan berbagai praktik yang merusak mekanisme pasar. Islam, misalnya, melarang praktik penimbunan barang (al-ihtikâr); sebuah praktik curang yang dapat menggelembungkan harga akibat langkanya barang di pasaran. Kelangkaan bukan karena fakta sesungguhnya, namun karena rekayasa pemilik barang. Demikian pula penimbunan emas dan perak (QS al-Taubah [9]: 34). Dalam mekanisme pasar, kedua logam mulia itu berfungsi sebagai alat tukar (medium of exchange). Sebagai alat tukar, uang memiliki kedudukan amat strategis. Karena itu, jika uang ditarik dari pasar, maka akan berakibat pada seretnya pertukaran barang dan jasa, atau bahkan terhenti.
Apabila berbagai hukum itu dipraktikkan, akan tercipta pasar yang benar-benar bersih dan fair. Para produsen yang menginginkan barangnya berharga mahal akan kreatif memproduksi barang yang benar-benar berkualitas. bukan dengan jalan menimbun, menipu, atau menutut pemerintah mematok tinggi harga barangnya; yang merugikan pihak lain.
Kendati telah tercipta pasar yang bersih, tetap saja ada orang-orang yang tersingkir dari mekanisme pasar itu dengan berbagai sebab, seperti cacat fisik maupun non-fisik, keterampilan dan keahlian yang kurang, modal yang sedikit, tertimpa musibah, dan sebagainya. Karena mereka tidak bisa ‘menjual’ sesuatu, maka mereka pun tidak bisa memperoleh pendapatan. Padahal kebutuhan primer mereka tetap harus dipenuhi. Lalu dari manakah mereka memperoleh pendapatan?
Karena itulah, di samping mekanisme pasar, Islam menyediakan mekanisme kedua: mekanisme nonpasar, yakni sebuah mekanisme yang tidak dihasilkan dari transaksi pertukaran barang dan jasa. Barang dan jasa mengalir dari satu pihak kepada pihak lain tanpa meminta timbal balik. Mekanisme bisa diterapkan kepada orang-orang lemah, miskin, dan kekurangan. Dengan mekanisme tersebut, mereka diharapkan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan lebih dari itu, mereka dapat bangkit untuk kembali berkompetisi dalam mekanisme pasar dengan modal dari mekanisme nonpasar itu.
Dalam Islam cukup banyak aliran barang dan jasa yang tidak melalui mekanisme pasar. Di antaranya adalah zakat. Islam mewajibkan orang kaya membayar zakat. Harta itu kemudian disalurkan kepada delapan golongan, yang sebagian besarnya adalah orang-orang miskin dan membutuhkan pertolongan. Sebagai sebuah kewajiban, pembayaran zakat tidak harus menanti kesadaran orang-perorang. Negara juga harus proaktif mengambilnya dari kaum Muslim (QS at-Taubah [9]: 103), sebagaimana yang dilakukan Khalifah Abu Bakar. Orang yang menolak untuk membayar zakat beliau perangi hingga menyerahkan zakatnya.
Selain zakat, ada juga infak dan sedekah yang disunnahkan. Semua jenis pemberian itu dilakukan tanpa mengharap pengembalian. Demikian pula hibah, hadiah, dan wasiat; termasuk pula pembagian harta waris. Negara juga bisa memberikan tanah kepada warganya. Dalam fikih, kebijakan itu dikenal dengan iqthâ’.
Dengan adanya dua mekanisme itulah Islam dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan primer setiap warganya.
Keseluruhan Sistem dan Peran Negara
Penataan distribusi kekayaan dalam sistem ekonomi Islam tidak hanya dilakukan di ujung akibat, namun dalam keseluruhan sistemnya. Islam telah mencegah buruknya distribusi kekayaan mulai dari ketentuan kepemilikan. Islam, misalnya, menetapkan sejumlah sumberdaya alam sebagai milik umum, seperti tambang yang yang depositnya melimpah; sarana-sarana umum yang amat diperlukan dalam kehidupan (air, padang rumput, api, dll); dan harta-harta yang keadaan aslinya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya (sungai, danau, laut, masjid, lapangan, dll).
Jika dicermati, SDA yang tergolong sebagai milik umum itu amat penting bagi hajat hidup manusia. Nilainya pun amat besar. Apabila SDA itu boleh dikuasai individu tertentu, niscaya harta akan terkosentrasi pada sekelompok orang. Dengan menguasai SDA itu, pemilik modal besar akan dengan mudah pula menggelembungkan kekayaannya. Sebaliknya, kalangan miskin kian kesulitan mengakses SDA itu dan memenuhi kebutuhannya.
Islam juga mewajibkan negara menyediakan pendidikan gratis terhadap warganya. Ketentuan ini dapat memberikan kesempatan luas bagi kalangan miskin untuk mengubah keadaannya. Berbeda halnya jika biaya pendidikan dibebankan kepada rakyatnya sebagaimana saat ini. Mahalnya biaya pendidikan menutup akses kalangan miskin untuk memperolehnya. Ketika mereka tidak bisa mengenyam pendidikan, mereka pun tidak memiliki keahlian dan keterampilan. Akibatnya, mereka kehilangan harapan untuk mengubah keadaannya.
Apabila masyarakat mengalami kesenjangan yang lebar antar individu, negara juga diwajibkan memecahkannya dengan mewujudkan keseimbangan dalam masyarakat. Caranya dengan memberikan harta negara yang menjadi hak miliknya kepada orang-orang yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya.
Dari paparan di atas, nyatalah bahwa hanya sistem ekonomi Islam yang bisa menjadi solusi bagi buruknya distribusi kekayaan. Tentu saja, keunggulan sistem Islam hanya akan mewujud secara sempurna jika ada instiusi pemerintahan Islam, yakni Khilafah, yang menerapkannya secara total.
Inilah teman-teman yang mengawali diskusi kita kali ini.
Diharapkan partisipasi aktif teman-teman pada Discussion Board
Halaqoh Online. Syukran.
bella burhani [ID YM viva_rosetti)
Rabu, 10 Juni 2009
MEDAN--MI: Cawapres Boediono mengatakan, program keluarga berencana (KB)perlu digalakkan lagi untuk menekan jumlah kelahiran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Saya melihat dan mendengar keluhan nelayan di Kampung Kurnia, Belawan yang rata-rata mengaku memiliki anak lebih dari tiga orang," kata pasangan Capres SBY itu, di Medan, Rabu.
Coba kalau jumlah anak mereka paling banyak dua, pendapatan yang sedikit tentu masih memadai.
Jika anak lebih sedikit tentu kesehatan para ibu juga lebih baik dan pada akhirnya juga akan memberi kesehatan dan ketenangan bagi seluruh keluarga, tambahnya.
Anak yang sedikit, menurut dia, juga lebih memberikan janji bahwa pendidikan anak-anak di setiap keluarga akan lebih terjamin.
"Program KB yang agak terlupakan dewasa ini sudah seharusnya digalakkan lagi untuk mempercepat kemajuan bangsa yang bisa lahir dari perekonomian masyarakat yang mapan dan SDM yang handal," katanya.
Perekonomian yang mapan akan menekan terjadinya masalah atau gejolak sosial yang bisa menimbulkan ketidak amanan atau kejahatan.
"Pemerintah sendiri memang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga JPS (jaring pengaman sosial,red) harus tetap diprogramkan bahkan ditingkatkan," katanya.
Menurut Boediono, manfaat JPS banyak antara lain meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat sehingga mendorong bergeraknya sektor ril.
"Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus meningkatkan intervensi kepada masyarakat khususnya kepada mereka berpendapatan rendah termasuk UMKM guna memajukan perekonomian," katanya.
Dalam pertemuan dengan Boediono, para nelayan itu mengaku sering tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk untuk biaya sekolah karena pendapatan melautnya sangat minim.
Pendapatan yang minim itu karena mereka hanya menggunakan sampan untuk mencari ikan sehingga hasil tangkapan sangat minim. (Ant/OL-01)
http://www.mediaindonesia.com/read/2009/06/06/79200/92/14/Program-KB-Perlu-Digalakkan-Lagi,
Benarkah solusi yang paling tepat untuk meningkatkan daya beli masyarakat adalah dengan mewajibkan KB massal dalam cakupan nasional??
Inikah langkah paling tepat yang bisa ditempuh oleh pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya??
Bagaimanakah sistem distribusi ekonomi di dalam Islam??
Islam mencegah berputarnya harta kekayaan hanya di kalangan orang-orang kaya, sementara kelompok lainnya tidak memperoleh bagian. Allah Swt. berfirman:
كَيْ لاَ يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ اْلأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ
Supaya harta itu jangan hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja di antara kalian. (QS al-Hasyr [59]: 7).
Mekanisme Pasar dan Nonpasar
Secara umum, sistem ekonomi Islam menetapkan dua mekanisme distribusi kekayaan. Pertama: mekanisme pasar, yakni mekanisme yang terjadi akibat tukar-menukar barang dan jasa dari para pemiliknya. Di antara dalil absahnya mekanisme ini adalah firman Allah Swt.:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian (QS al-Nisa’ [4]: 29).
Tidak sekadar diizinkan, Islam juga menggariskan berbagai hukum yang mengatur mekanisme ini. Di antaranya adalah larangan berbagai praktik yang merusak mekanisme pasar. Islam, misalnya, melarang praktik penimbunan barang (al-ihtikâr); sebuah praktik curang yang dapat menggelembungkan harga akibat langkanya barang di pasaran. Kelangkaan bukan karena fakta sesungguhnya, namun karena rekayasa pemilik barang. Demikian pula penimbunan emas dan perak (QS al-Taubah [9]: 34). Dalam mekanisme pasar, kedua logam mulia itu berfungsi sebagai alat tukar (medium of exchange). Sebagai alat tukar, uang memiliki kedudukan amat strategis. Karena itu, jika uang ditarik dari pasar, maka akan berakibat pada seretnya pertukaran barang dan jasa, atau bahkan terhenti.
Apabila berbagai hukum itu dipraktikkan, akan tercipta pasar yang benar-benar bersih dan fair. Para produsen yang menginginkan barangnya berharga mahal akan kreatif memproduksi barang yang benar-benar berkualitas. bukan dengan jalan menimbun, menipu, atau menutut pemerintah mematok tinggi harga barangnya; yang merugikan pihak lain.
Kendati telah tercipta pasar yang bersih, tetap saja ada orang-orang yang tersingkir dari mekanisme pasar itu dengan berbagai sebab, seperti cacat fisik maupun non-fisik, keterampilan dan keahlian yang kurang, modal yang sedikit, tertimpa musibah, dan sebagainya. Karena mereka tidak bisa ‘menjual’ sesuatu, maka mereka pun tidak bisa memperoleh pendapatan. Padahal kebutuhan primer mereka tetap harus dipenuhi. Lalu dari manakah mereka memperoleh pendapatan?
Karena itulah, di samping mekanisme pasar, Islam menyediakan mekanisme kedua: mekanisme nonpasar, yakni sebuah mekanisme yang tidak dihasilkan dari transaksi pertukaran barang dan jasa. Barang dan jasa mengalir dari satu pihak kepada pihak lain tanpa meminta timbal balik. Mekanisme bisa diterapkan kepada orang-orang lemah, miskin, dan kekurangan. Dengan mekanisme tersebut, mereka diharapkan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan lebih dari itu, mereka dapat bangkit untuk kembali berkompetisi dalam mekanisme pasar dengan modal dari mekanisme nonpasar itu.
Dalam Islam cukup banyak aliran barang dan jasa yang tidak melalui mekanisme pasar. Di antaranya adalah zakat. Islam mewajibkan orang kaya membayar zakat. Harta itu kemudian disalurkan kepada delapan golongan, yang sebagian besarnya adalah orang-orang miskin dan membutuhkan pertolongan. Sebagai sebuah kewajiban, pembayaran zakat tidak harus menanti kesadaran orang-perorang. Negara juga harus proaktif mengambilnya dari kaum Muslim (QS at-Taubah [9]: 103), sebagaimana yang dilakukan Khalifah Abu Bakar. Orang yang menolak untuk membayar zakat beliau perangi hingga menyerahkan zakatnya.
Selain zakat, ada juga infak dan sedekah yang disunnahkan. Semua jenis pemberian itu dilakukan tanpa mengharap pengembalian. Demikian pula hibah, hadiah, dan wasiat; termasuk pula pembagian harta waris. Negara juga bisa memberikan tanah kepada warganya. Dalam fikih, kebijakan itu dikenal dengan iqthâ’.
Dengan adanya dua mekanisme itulah Islam dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan primer setiap warganya.
Keseluruhan Sistem dan Peran Negara
Penataan distribusi kekayaan dalam sistem ekonomi Islam tidak hanya dilakukan di ujung akibat, namun dalam keseluruhan sistemnya. Islam telah mencegah buruknya distribusi kekayaan mulai dari ketentuan kepemilikan. Islam, misalnya, menetapkan sejumlah sumberdaya alam sebagai milik umum, seperti tambang yang yang depositnya melimpah; sarana-sarana umum yang amat diperlukan dalam kehidupan (air, padang rumput, api, dll); dan harta-harta yang keadaan aslinya terlarang bagi individu tertentu untuk memilikinya (sungai, danau, laut, masjid, lapangan, dll).
Jika dicermati, SDA yang tergolong sebagai milik umum itu amat penting bagi hajat hidup manusia. Nilainya pun amat besar. Apabila SDA itu boleh dikuasai individu tertentu, niscaya harta akan terkosentrasi pada sekelompok orang. Dengan menguasai SDA itu, pemilik modal besar akan dengan mudah pula menggelembungkan kekayaannya. Sebaliknya, kalangan miskin kian kesulitan mengakses SDA itu dan memenuhi kebutuhannya.
Islam juga mewajibkan negara menyediakan pendidikan gratis terhadap warganya. Ketentuan ini dapat memberikan kesempatan luas bagi kalangan miskin untuk mengubah keadaannya. Berbeda halnya jika biaya pendidikan dibebankan kepada rakyatnya sebagaimana saat ini. Mahalnya biaya pendidikan menutup akses kalangan miskin untuk memperolehnya. Ketika mereka tidak bisa mengenyam pendidikan, mereka pun tidak memiliki keahlian dan keterampilan. Akibatnya, mereka kehilangan harapan untuk mengubah keadaannya.
Apabila masyarakat mengalami kesenjangan yang lebar antar individu, negara juga diwajibkan memecahkannya dengan mewujudkan keseimbangan dalam masyarakat. Caranya dengan memberikan harta negara yang menjadi hak miliknya kepada orang-orang yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya.
Dari paparan di atas, nyatalah bahwa hanya sistem ekonomi Islam yang bisa menjadi solusi bagi buruknya distribusi kekayaan. Tentu saja, keunggulan sistem Islam hanya akan mewujud secara sempurna jika ada instiusi pemerintahan Islam, yakni Khilafah, yang menerapkannya secara total.
Inilah teman-teman yang mengawali diskusi kita kali ini.
Diharapkan partisipasi aktif teman-teman pada Discussion Board
Halaqoh Online. Syukran.
bella burhani [ID YM viva_rosetti)
Tidak ada komentar