Header Ads

KEWAJIBAN MENGANGKAT SEORANG KHALIFAH

Syeikh Al-Islam Al Imam Al Hafidz Abu Zakaria An Nawawi berkata:

الفصل الثاني في وجوب الإمامة وبيان طرقها لا بد للأمة من إمام يقيم الدين وينصر السنة وينتصف للمظلومين ويستوفي الحقوق ويضعها مواضعها. قلت تولي الإمامة فرض كفاية …

“…Pasal kedua tentang wajibnya imamah serta penjelasan mengenai metode (jalan untuk mewujudkannya). Adalah suatu keharusan bagi umat adanya seorang imam yang bertugas menegakkan agama, menolong sunnah, membela orang yang didzalimi, menunaikan hak, dan menempatkan hak pada tempatnya. Saya nyatakan bahwa mengurusi urusan imamah itu adalah fardhu kifayah”.[Imam Al Hafidz Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Marwa An Nawawi, Raudhatuth Thalibin wa Umdatul Muftin, juz III hal 433].

Penulis kitab Tuhfatul Muhtaj fii Syarhil Minhaj menyatakan:

( فَصْلٌ ) فِي شُرُوطِ الْإِمَامِ الْأَعْظَمِ وَبَيَانِ طُرُقِ الْإِمَامَةِ . هِيَ فَرْضُ كِفَايَةٍ كَالْقَضَاءِ فَيَأْتِي فِيهَا أَقْسَامُهُ الْآتِيَةُ مِنْ الطَّلَبِ وَالْقَبُولِ وَعَقَّبَ الْبُغَاةِ لِكَوْنِ الْكِتَابِ عُقِدَ لَهُمْ وَالْإِمَامَةُ لَمْ تُذْكَرْ إلَّا تَبَعًا بِهَذَا ؛ لِأَنَّ الْبَغْيَ خُرُوجٌ عَلَى الْإِمَامِ الْأَعْظَمِ الْقَائِمِ بِخِلَافَةِ النُّبُوَّةِ فِي حِرَاسَةِ الدِّينِ وَسِيَاسَةِ الدُّنْيَا ...

“…(Pasal ) tentang syarat-syarat imam agung (khalifah) serta penjelasan metode-metode pengangkatan imamah. Mewujudkan imamah itu adalah fardhu kifayah sebagaimana peradilan”. [Tuhfatul Muhtaj fii Syarhil Minhaj, juz 34 hal 159 ]

Syeikh Al-Islam Imam Al-hafidz Abu Yahya Zakaria Al-anshari dalam kitab Fathul Wahab bi Syarhi Minhajith Thullab berkata[1]:

(فصل) في شروط الامام الاعظم، وفي بيان طرق انعقاد الامامة، وهي فرض كفاية كالقضاء (شرط الامام كونه أهلا للقضاء) بأن يكون مسلما حرا مكلفا عدلا ذكرا مجتهدا ذا رآى وسمع وبصر ونطق لما يأتي في باب القضاء وفي عبارتي زيادة العدل (قرشيا) لخبر النسائي الائمة من قريش فإن فقد فكناني، ثم رجل من بني إسماعيل ثم عجمي على ما في التهذيب أو جرهمي على ما في التتمة، ثم رجل من بني إسحاق (شجاعا) ليغزو بنفسه، ويعالج الجيوش ويقوي على فتح البلاد ويحمي البيضة، وتعتبر سلامته من نقص يمنع استيفاء الحركة وسرعة النهوض، كما دخل في الشجاعة ...

[Syaikhul Islam Imam Al Hafidz Abu Yahya Zakaria Al-Anshari, Fathul Wahab bi Syarhi Minhajith Thullab, juz 2, hal 268]

“…(Pasal) tentang syarat-syarat imam yang agung serta penjelasan metode in'iqad (pengangkatan) imamah. Mewujudkan imamah itu adalah fardhu kifayah sebagaimana peradilan (salah satu syarat menjadi imam adalah ahli dalam peradilan). Maka hendaknya imam yang agung tersebut adalah muslim, merdeka, mukallaf, adil, laki-laki, mujtahid, memiliki visi, bisa mendengar, melihat dan bisa bicara; semua ini berdasarkan syarat-syarat pada bab peradilan dan pada ungkapan saya dengan penambahan adil adalah (dari kabilah Quraisy) berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh An Nasa'I: "bahwa para Imam itu dari golongan Quraisy". Apabila tidak ada golongan Quraisy maka dari Kinanah, kemudian pria dari keturunan Ismail lalu orang asing (selain orang Arab) berdasarkan apa yang ada pada (kitab) At-tahdzib atau Jurhumi berdasarkan apa yang terdapat dalam (kitab) At-tatimmah. Kemudian pria dari keturunan Ishaq. Selanjutnya (pemberani) agar (berani) berperang dengan diri sendiri, mengatur pasukan serta memperkuat (pasukan) untuk menaklukkan negeri serta melindungi kemurnian (Islam). Juga termasuk (sebagian dari syarat imamah) adalah bebas dari kekurangan yang akan menghalangi kesempurnaan serta cekatannya gerakan sebagaimana hal tersebut merupakan bagian dari keberanian …” [Syaikhul Islam Imam Al-hafidz Abu Yahya Zakaria Al-anshri, Fathul Wahab bi Syarhi Minhajith Thullab, juz 2 hal 268]

Imam Fakhruddin Al Razi, penulis kitab Manaqib Asy Syafi'i, tatkala menjelaskan surat Al Maidah :38, beliau menegaskan:

“..احتج المتكلمون بهذه الآية في أنه يجب على الأمة أن ينصبوا لأنفسهم إماماً معيناً والدليل عليه أنه تعالى أوجب بهذه الآية إقامة الحد على السراق والزناة ، فلا بدّ من شخص يكون مخاطباً بهذا الخطاب ، وأجمعت الأمة على أنه ليس لآحاد الرعية إقامة الحدود على الجناة ، بل أجمعوا على أنه لا يجوز إقامة الحدود على الأحرار الجناة إلا للإمام ، فلما كان هذا التكليف تكليفاً جازماً ولا يمكن الخروج عن عهدة هذا التكليف إلا عند وجود الإمام ، وما لا يتأتى الواجب إلا به ، وكان مقدوراً للمكلف ، فهو واجب ، فلزم القطع بوجوب نصب الإمام حينئذٍ

“… para Mutakallimin berhujjah dengan ayat ini bahwa wajib atas umat untuk mengangkat seorang imam tertentu untuk mereka. Dalilnya adalah bahwa Dia Ta'ala mewajibkan di dalam ayat ini untuk menegakkan had atas pencuri dan pelaku zina. Maka, adalah keharusan adanya seseorang yang melaksanakan seruan tersebut. Sungguh umat telah sepakat bahwa tidak seorangpun dari rakyat yang boleh menegakkan had atas pelaku criminal tersebut. Bahkan mereka telah sepakat bahwa tidak boleh (haram) menegakkan had atas pelaku kriminal yang merdeka kecuali oleh imam. Karena itu ketika taklif tersebut sifatnya pasti (jazim) dan ketika tidak mungkin keluar dari ikatan taklif ini kecuali ketika adanya imam, dan ketika kewajiban itu tidak tertunaikan kecuali dengan adanya imam, dan ketika kewajiban itu masih dalam batas kemampuan mukallaf, maka (adanya) imam adalah wajib. Oleh karena itu, seketika itu juga, kewajiban mengangkat seorang Imam adalah sesuatu yang bersifat qath'i…” [Imam Fakhruddin Ar-razi, Mafatihul Ghaib fii At-tafsir, juz 6 hal. 57 dan 233]

Imam Abul Qasim An Naisaburi Asy Syafi'i berkata:

... أجمعت الأمة على أن المخاطب بقوله { فاجلدوا } هو الإمام حتى احتجوا به على وجوب نصب الإمام فإن ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب.

“…umat telah sepakat bahwa yang menjadi obyek khitab pada firmanNya: ("maka jilidlah") adalah imam; sehingga mereka berhujjah dengan ayat ini atas wajibnya mengangkat seorang imam. Sebab, apabila suatu kewajiban itu tidak sempurna tanpa adanya sesuatu maka sesuatu tersebut menjadi wajib pula”. [Imam Abul Qasim Al Hasan bin Muhammad bin Habib bin Ayyub Asy Syafi‘iy An Naisaburi, Tafsir An Naisaburi, juz 5 hal 465 ]

Al-’Allamah Asy Syeikh Abdul Hamid Asy Syarwani menyatakan:

قوله: (هي فرض كفاية) إذ لا بد للامة من إمام يقيم الدين وينصر السنة وينصف المظلوم من الظالم ويستوفي الحقوق ويضعها موضعها...

“ …perkataannya: (mewujudkan imamah itu adalah fardhu kifayah) karena adalah merupakan keharusan bagi umat adanya imam yang bertugas menegakkan agama, menolong sunnah, serta memberikan hak orang yang didzalimi dari orang yang dzalim serta menunaikan hak-hak dan menempatkan hak-hak tersebut pada tempatnya...” [Asy Syeikh Abdul Hamid Asy Syarwani, Hawasyi Asy Syarwani, juz 9, hal 74]

Al ‘Allamah Asy Syeikh Sulaiman bin Umar bin Muhammad Al Bajairami berkata:

...فِي شُرُوطِ الْإِمَامِ الْأَعْظَمِ وَفِي بَيَانِ طُرُقِ انْعِقَادِ الْإِمَامَةِ وَهِيَ فَرْضُ كِفَايَةٍ . كَالْقَضَاءِ فَشُرِطَ لِإِمَامٍ كَوْنُهُ أَهْلًا لِلْقَضَاءِ قُرَشِيًّا لِخَبَرِ : { الْأَئِمَّةُ مِنْ قُرَيْشٍ } شُجَاعًا لِيَغْزُوَ بِنَفْسِهِ وَتُعْتَبَرُ سَلَامَتُهُ مِنْ نَقْصٍ يَمْنَعُ اسْتِيفَاءَ الْحَرَكَةِ وَسُرْعَةَ النُّهُوضِ كَمَا دَخَلَ فِي الشَّجَاعَة...

“…tentang syarat-syarat imam yang agung serta penjelasan metode-metode sahnya in'iqad imamah. Mewujudkan imamah tersebut adalah fardhu kifayah sebagaimana peradilan. Disyaratkan untuk seorang imam, hendaknya ia memiliki keahlian dalam peradilan; dan dari suku Quraisy, berdasarkan hadits,“Para imam itu dari Quraisy“; berani, agar berani berperang secara langsung; tidak memiliki cacat kekurangan yang menghalangi kesempurnaan dan kegesitan gerakan nya sebagaimana masuknya keberanian sebagai salah satu syarat imamah…” [ Syeikh Sulaiman bin Umar bin Muhammad Al Bajairami, Hasyiyah Al Bajairami ‘ala Al Khathib, juz 12 hal 393

Alfath Fathonie

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.