Header Ads

Manhaj Rasulullah Dalam Meraih Kekuasaan

Meraih kekuasaan dari tangan umat adalah thariqah untuk menerapkan syari’ah Islam. Akan tetapi, cara untuk meraih kekuasaan dari tangan umat harus dilakukan sesuai dengan manhaj (metode) yang telah digariskan oleh Rasulullah Saw.

Di bawah ini adalah prinsip-prinsip dakwah Rasulullah Saw untuk mengubah masyarakat kufur menjadi masyarakat Islamiy.

Perjuangan harus dilakukan secara kolektif (amal jama’i) bukan individual. Perjuangan semacam ini bisa dituangkan dengan cara membentuk harakah, partai, maupun jama’ah yang bersendikan ‘aqidah Islam.

Ini didasarkan pada fakta sejarah perjuangan Rasulullah Saw dan para shahabat. Beliau Saw dan para shahabat merupakan gambaran factual sebuah perjuangan kolektif.

Rasulullah Saw berkedudukan sebagai pemimpin bagi kutlah (kelompok) shahabat yang memimpin para shahabat untuk meruntuhkan rejim kufur saat itu.[1]

Di sisi lain, perjuangan menegakkan kembali sistem Islam tidak mungkin dipikul oleh perjuangan individual, akan tetapi mutlak memerlukan sebuah perjuangan kolektif. Berdasarkan kaedah ushul fiqh, mâ lâ yatimmu al-wâjib illa bihi fahuwa wâjib (suatu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya).

Menegakkan sistem Islam adalah kewajiban yang tidak mungkin dipikul oleh gerakan individual, akan tetapi harus diemban oleh sebuah kelompok. Walhasil, adanya kelompok merupakan keniscayaan bagi berhasilnya perjuangan menegakkan sistem Islam.

Kelompok tersebut melakukan pembinaan (halaqah) anggota-anggotanya dengan tsaqafah Islam, selanjutnya melakukan interaksi dengan masyarakat. Ini ditujukan agar anggota kelompok tersebut memahami visi dan misi perjuangan, dan agar mereka melebur dengan ‘aqidah dan tsaqafah Islam. Namun, kelompok tidak hanya melakukan pembinaan untuk anggota-anggotanya saja, akan tetapi ia harus membina umat agar umat memahami Islam dan mau mendukung perjuangan untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam.

Dengan kata lain, partai Islam harus berjuang sejalan dengan manhaj dakwah Rasulullah Saw, yang dimulai dari (1) fase pembinaan, (2) fase berinteraksi dengan masyarakat, (3) fase mengambil alih kekuasaan melalui umat.

Rasulullah Saw membina para shahabat di rumah Arqam. Beliau juga melakukan halaqah di tempat-tempat yang telah ditentukan. Pembinaan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw ditujukan untuk membentuk kepribadian Islam pada diri shahabat. Tidak hanya itu, pembinaan yang dilakukan oleh beliau Saw juga ditujukan agar para shahabat mampu mendakwahkan Islam kepada masyarakatnya.

Beliau dan para shabahat tidak henti-hentinya menyerang kebusukan ‘aqidah-‘aqidah dan pranata jahiliyyah yang ada di tengah-tengah masyarakat. Beliau dan para shahabat sering menyinggahi pasar-pasar, baitullah, dan tempat-tempat yang sering dituju oleh masyarakat.

Partai politik Islam harus mempersiapkan pemikiran dan metode untuk menerapkan pemikiran tersebut kepada masyarakat sedetail dan serinci mungkin. Kelompok Islam tidak boleh hanya berbekal semangat belaka untuk melakukan perubahan di tengah-tengah masyarakat.

Kelompok Islam harus bisa menggambarkan secara detail dan rinci bagaimana sistem pemerintahan, peradilan, politik luar negeri dan dalam negeri, sistem ekonomi, sistem hubungan social Islamiy dan lain-lain. Bahkan ia harus sudah mempersiapkan konstitusi Islam yang menggambarkan sistem Islam secara utuh.

Partai atau kelompok tersebut hanya mendakwahkan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum yang lahir dari ‘aqidah dan hukum Islam. Partai tidak akan menerima pemikiran-pemikiran yang sudah disusupi oleh ideologi-ideologi, pranata, maupun tata nilai yang bertentangan dengan Islam. Partai politik Islam juga tidak boleh tunduk dengan syarat-syarat yang tidak Islam; misalnya syarat bahwa partai harus mengakui paham-paham kufur, atau tidak boleh mengubah sistem yang ada dengan sistem Islam.

Al-Qur’an telah menyatakan dengan sangat jelas:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu kepada Islam secara menyeluruh. Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (Qs. al-Baqarah [2]: 208).

Dalam menafsirkan ayat ini Imam Abu al-Fida’ Isma’il Ibn Katsir menyatakan, “Allah SWT memerintahkan hamba-hambaNya yang mukmin dan mempercayai RasulNya, untuk mengambil seluruh ikatan dan syari’at Islam, mengerjakan seluruh perintahNya serta meninggalkan seluruh laranganNya, selagi mereka mampu.”[2]

Sedangkan Imam ‘Abdullah bin Ahmad bin Mahmud an-Nasafi dalam kitabnya Madarik at-Tanziil wa Haqâiq at-Ta’wil, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah berserah diri dan ta’at (al-istislaam wa al-tha’ah), yakni berserah diri kepadaNya dan ta’at kepada Allah atau Islam[3].

Diriwayatkan dari Ikrimah, firman Allah di atas diturunkan pada kasus Tsa’labah, ‘Abdullah bin Salam, dan beberapa orang Yahudi yang lain. Mereka mengajukan konsensi kepada nabi untuk diijinkan memuliakan hari Sabtu sebagai hari besar orang Yahudi (hari Sabath). Kemudian dijawab oleh Allah dengan ayat di atas.[4] Selanjutnya Imam ath-Thabari menyatakan bahwa ta’wil ayat di atas adalah seruan kepada orang-orang Mu’min untuk menolak semua perkara yang tidak lahir dari hukum Islam. Ayat ini juga memerintahkan kaum Muslim agar melaksanakan semua syari’at Islam dan melarang kaum Muslim untuk melenyapkan hukum-hukum Islam meskipun sebagian hukum saja.[5]

Inilah prinsip-prinsip dasar dalam memperjuangkan penerapan Islam di tengah-tengah kehidupan. Masalah ini harus dijadikan fokus perhatian oleh setiap gerakan Islam yang ingin berdakwah sesuai dengan manhaj dakwah Rasulullah Saw. Sungguh, apabila partai politik-partai politik Islam memperjuangkan Islam sesuai dengan manhaj dakwah Rasulullah Saw, tentu mereka akan mendapatkan pertolongan dari Allah SWT. Sebaliknya, jika mereka tidak berjuang sejalan dengan manhaj dakwah Rasulullah Saw, mereka akan menuai kegagalan.

Dari seluruh penjelasan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa pemilu dan parlemen sekarang ini bukan jalan syar’i untuk memperjuangkan penerapan syari’at Islam. Akan tetapi, jalan syar’i untuk melakukan perubahan masyarakat adalah manhaj dakwah Rasulullah Saw. Wallahu al-Hadiy al-Muwaffiq ila Aqwam al-Thariq. (Syamsuddin Ramadhan An Nawiy –Lajnah Tsaqafiyyah HTI).

[1] Lihat Ibn Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyyah. Bandingkan pula dengan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, ad-Daulah al-Islamiyyah, hal. 13-14.

[2] Imam Ibn Katsir, Tafsîr al-Qur’an al-‘Azhim, jld. I, hal. 247.

[3] Imam An Nasafiy, Madaarik al-Tanziil wa Haqaaiq al-Ta`wiil,juz 1, hal. 105

[4] Imam ath-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Tafsîr al-Qur’an, jld. II, hal. 337.

[5] Ibid, hal. 337.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.