Header Ads

SUKSESI DAMAI MENUJU KEKUASAAN ISLAM

Ketika dihadapkan pada sebuah pertanyaan; bagaimana suksesi kekuasaan dalam pemerintahan demokrasi terjadi secara legal dan bagaimana cara meraih tampuk kekuasaan dalam sistem demokrasi?; barangkali banyak orang bisa menjawabnya. Dan jawaban mereka selalu; suksesi kekuasaan terjadi melalui mekanisme pemilihan umum, dan jika seseorang ingin meraih kekuasaan, maka ia harus menerjunkan diri dalam pemilu legislatif dan eksekutif (pilpres). Artinya, secara legal formal, suksesi kekuasaan harus terjadi melalui saluran pemilu dan parlemen. Atas dasar itu, siapa saja yang ingin meraih kekuasaan (baik eksekutif dan legislatif), maka ia harus masuk dalam mekanisme pemilu dan parlemen.

Namun, ketika seseorang ditanya; bagaimana suksesi kekuasaan terjadi dalam Islam dan bagaimana mekanisme meraih tampuk kekuasaan menurut Islam; banyak orang yang tidak bisa menjawabnya dengan jawaban yang benar. Bahkan, mereka menyatakan bahwa kekuasaan Islam tidak mungkin bisa tegak, jika kaum Muslim tidak mengikuti mekanisme suksesi kekuasaan ala sistem demokrasi. Mereka bersikukuh dengan sebuah pendapat bahwa untuk menegakkan kekuasaan Islam, kaum Muslim harus berjuang melalui saluran-saluran suksesi yang sah dan demokratis, yakni terjun dalam pemilu dan parlemen; serta musyarakah dengan pemerintahan kufur. Sedangkan perjuangan di luar parlemen dan musyarakah, dianggap sebagai jalan ilegal, bahkan selalu diopinikan berdarah-darah, seram, dan menakutkan.

Lantas, bagaimana cara menegakkan kekuasaan Islam dalam sebuah masyarakat dan negara yang menerapkan demokrasi? Apakah perjuangan menegakkan kekuasaan Islam harus ditempuh melalui saluran demokrasi (pemilu dan parlemen)?

Filosofi Mengambil Alih Kepemimpinan Umat

Penerapan syari’at Islam secara sempurna dan menyeluruh hanya akan terwujud jika partai politik berhasil mendapatkan pelimpahan kekuasaan dari rakyat. Ini bisa dimengerti karena, kekuasaan merupakan syarat mutlak untuk menerapkan syari’ah Islam. Selain itu, kekuasaan juga dibutuhkan untuk membentuk sebuah pemerintahan Islam yang akan mengatur seluruh urusan rakyat dengan syari’at Islam. Tanpa kekuasaan, penerapan syari’at Islam dalam kehidupan negara dan masyarakat adalah kemustahilan. Atas dasar itu, kekuasaan merupakan prasyarat menuju terbentuknya pemerintahan dan penerapan syari’at Islam.

Atas dasar itu, seluruh partai politik Islam harus memfokuskan dirinya untuk meraih kekuasaan dari tangan rakyat. Sebab, kekuasaan adalah milik rakyat. Rakyat akan menyerahkan kekuasaannya kepada siapa saja yang dikehendakinya. Ketika rakyat telah menyerahkan kekuasaannya kepada sebuah partai politik, maka partai politik tersebut telah berhasil memiliki kekuasaan (wewenang) untuk mengatur urusan rakyat. Pada saat yang sama, partai politik tersebut akan didukung oleh rakyat dalam mengimplementasikan pemikiran-pemikiran dan gagasan-gagasannya.

Sebuah partai politik akan mendapatkan dukungan dari rakyat ketika pemikiran-pemikiran, standarisasi-standarisasi, dan tata nilai partai politik telah dimengerti dan disetujui oleh rakyat. Ketika pemikiran, standarisasi, dan tata nilai yang diemban oleh partai politik sejalan dengan pemikiran, standarisasi, dan tata nilai rakyat maka, partai politik pasti akan mendapatkan dukungan dari rakyat. Pada saat partai politik mendapatkan dukungan rakyat, tentu saja ia akan mendapatkan limpahan kekuasaan dari rakyat. Dalam kondisi semacam ini, partai politik dianggap telah berhasil meraih kekuasaan dari rakyat.

Sebuah negara baru akan lahir jika masyarakat telah mengadopsi pemahaman, standarisasi, dan tata nilai baru. Sebab, tiga hal inilah yang akan melahirkan trust (kepercayaan). Sedangkan kepercayaan (trust) adalah dasar terbentuknya sebuah kekuasaan (negara). Jika kepercayaan kepada pemahaman, standarisasi dan tata nilai baru tumbuh di tengah-tengah masyarakat, maka rakyat pasti akan memberikan kekuasaan kepada pihak yang membawa pemikiran, standarisasi, dan tata nilai tersebut.

Atas dasar itu, jika kita hendak membangun pemerintahan Islam langkah pertama adalah dengan jalan merebut kepercayaan umat. Kepercayaan umat akan didapatkan ketika pemahaman, standarisasi, dan tata nilai Islam telah menyatu pada rakyat. Dengan demikian meraih kekuasaan dari tangan umat harus dimulai dengan cara menanamkan pemahaman, standarisasi, dan nilai-nilai Islam di tengah-tengah masyarakat, hingga pemikiran dan perasaan mereka menyatu dengan partai.

Sayangnya, pemahaman mayoritas rakyat Islam tentang syari’at Islam sangatlah minim. Bahkan, mereka hampir-hampir tidak lagi mengenal Islam, kecuali sekedar dari simbol-simbol dan praktek-praktek ritualnya. Dalam kondisi seperti ini, perjuangan partai politik Islam untuk menyakinkan rakyat agar mereka mau menyerahkan kekuasaannya kepada partai politik Islam menjadi sangat berat. Sebab, rakyat belum menyatu dengan pemahaman, standarisasi, dan tata nilai Islam. Padahal tiga hal ini merupakan dasar bagi terbentuknya sebuah kepercayaan. Sedangkan kepercayaan umat merupakan pintu gerbang untuk mendapatkan sebuah kekuasaan.

Atas dasar itu, tugas utama partai politik Islam adalah menyadarkan umat dengan syari’at Islam. Selain melakukan propaganda-propaganda tentang Islam, partai politik harus melibatkan diri dalam proses penyadaran umat terhadap pemahaman, standarisasi dan tata nilai Islam. Sebab, hanya dengan cara inilah umat akan percaya kepada partai politik Islam dan kekuasaan bisa diraih.

Diagram di bawah ini adalah gambaran bagaimana struktur kekuasaan (negara) terbentuk, dasar pembentuk kekuasaan, dan posisi partai politik Islam dalam mengambilalih kekuasaan.

Struktur Dan Pengambilalihan Kekuasaan

Kekuasaan (negara) terbentuk dari trust (kepercayaan/social contract). Sedangkan trust terbentuk dari pemahaman, standarisasi, dan tata nilai. Perubahan kekuasaan ditentukan oleh perubahan pemahaman, standarisasi, dan tata nilai. Jika pemahaman, standarisasi, dan tata nilai kufur sudah berganti menjadi menjadi islamiy, maka kekuasaan (negara) akan berubah.

Atas dasar itu, perubahan kekuasaan di manapun harus dimulai dengan cara mengubah pemahaman, standarisasi, dan tata nilai yang ada di tengah-tengah masyarakat. Bila semesta pembicaraan adalah perubahan masyarakat tidak Islam menjadi masyarakat Islam, maka menanamkan pemahaman, standarisasi, dan tata nilai Islam merupakan sebuah kemestian.

Untuk itu, konsens partai politik Islam harusnya diarahkan untuk membentuk pemahaman, standarisasi, dan tata nilai Islam. Sebab, dengan cara inilah trust sekuleristik bisa dihancurkan. Ketika trust telah hancur, maka rakyat akan menyerahkan trust-nya kepada partai politik Islam; dan pada saat itu muncullah kekuasaan Islam. Akan tetapi, selama proses edukasi umat dengan pemahaman, standarisasi, dan tata nilai Islam tidak dijalankan, sangatlah sulit mendapatkan kepercayaan (trust) dari rakyat.

Inilah dasar-dasar peralihan sebuah kekuasaan atau negara. Fakta perubahan kekuasaan semacam ini merupakan hasil kajian terhadap fakta dan sebab-sebab perubahan sebuah kekuasaan (negara) di manapun adanya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.