Header Ads

Polri Akui Densus 88 Dilatih Australia

Jakarta - Kepada Bidang Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Marwoto Soeto menegaskan, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror memang dilatih oleh pihak Australia. Tidak hanya menerima pelatihan, Densus juga diberi peralatan canggih oleh polisi Australia.

Hal itu disampaikan Marwoto, Senin (13/9), menanggapi rencana Polisi Federal Australia menginvestigasi Densus karena diduga telah melakukan penganiayaan terhadap tahanan politik di Maluku. Pihak Australia terlibat dalam investigasi karena telah mendanai dan melatih Densus.

Soal dana dari Australia ini, Marwoto membantah. "Australia tidak memberikan bantuan dalam bentuk dana," kata dia. Dalam surat kabar terbitan Australia disebutkan, pemerintah Australia mengucurkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk Densus.

"Bantuan selama ini berupa pelatihan untuk meningkatkan keahlian dan performa para anggota Densus," kata Marwoto. Peralatan yang disuplai oleh polisi Australia bun bukan dalam bentuk senjata-senjata canggih, namun peralatan seperti alat-alat komunikasi.

Mengenai dugaan aksi penganiayaan yang dialamatkan kepada Densus, Marwoto mengatakan, Polri akan segera mengecek kabar itu. "Nanti dicek dulu kebenaran infomasi itu," kata dia. Oleh karenanya, Marwoto enggan berkomentar banyak soal desakan agar Densus diaudit.

Kontras Desak Densus 88 Diaudit
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak adanya audit terhadap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri. Audit bukan hanya terhadap dana, namun juga performa.

Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pengurus Kontras Usman Hamid, Senin (13/9). Usman menyampaikan hal itu menanggapi laporan surat kabar terbitan Australia bahwa Densus diduga melakukan penyiksaan terhadap tahanan politik di Maluku.

"Selama ini ada kelemahan, Densus tidak bisa dipertanggungjawabkan secara finansial karena berlindung pada operasi-operasi yang disebut sebagai rahasia," kata Usman. Padahal, setiap rupiah dana yang digunakan Polri itu harus dipertanggungjawabkan.

Menurut Usman, tidak ada operasi yang bersifat rahasia karena kegiatan yang dilakukan Densus merupakan operasi penegakan hukum. "Keterbukaan merupakan ciri dari sistem peradilan yang baik, Densus ada di lingkaran sistem peradilan kita," katanya.

Menurut Usman, audit diperlukan untuk memastikan Densus menggunakan anggaran sesuai dengan performanya selama ini. "Jangan-jangan, meski sudah mendapat dana jutaan dolar dan pelatihan canggih tapi masih tetap menggunakan cara lama," kata dia.

Mengenai dugaan penyiksaan yang dilakukan Densus terhadap tahanan politik di Maluku, Usman menilai hal itu bukan merupakan hal baru. "Dugaan ini sudah lama dilaporkan dan dipercaya pihak keluarga, hanya akses informasi ke luarnya sulit," kata dia.

Laporan surat kabar Australia itu membawa dugaan tersebut sampai ke publik. "Saya kira bukan hal baru bahwa Densus melakukan kekerasan, dalam kasus terorisme banyak sekali aktivis Islam yang dituduh teroris mendapat kekerasan," kata Usman.

Aksi kekerasan Densus, kata dia, muncul karena memang ada perilaku tidak profesional di tubuh Densus. "Kultur berpikir dan bertindak aparat Densus 88 ada yang salah, mereka memandang pelaku terorisme atau tahanan politik itu sebagai musuh," kata Usman.

Dia mengatakan, dalam kasus tahanan politik di Maluku, Densus tidak hanya melakukan kekerasan, tapi juga mempermalukan para tahanan. "Tahanan disuruh membuka pakaian hingga tersisa celana dalam, lalu disuruh berjalan sambil membawa bendera RMS," katanya.

Padahal, kata Usman, para tahanan itu belum tentu melakukan makar, mungkin hanya menjalankan organisasi saja atau mengibarkan bendera secara damai. "Densus masih menggunakan kultur perang, bukan hukum," ujar mantan Koordinator Badan Pekerja Kontras ini. (republika)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.