Header Ads

JMC: pengadilan Ustadz Ba’asyir intrik politik murahan SBY demi simpati Amerika

Jakarta – “Proses penangkapan hingga persidangan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir adalah bentuk rekayasa yang dilakukan oleh Amerika beserta anteknya dalam rangka mengitimidasi serta menghalangi berlangsungnya dakwah tauhid dan penegakan syariat Islam di Indonesia.”

Pernyataan itu diungkapkan Son Hadi, dalam Launching dan siaran pers Jamaah Anshorut Tauhid Media Center (JMC) di Sekretariat MER-C di Jalan Kramat Lontar, Jakarta, Senin pagi (7/2/2011). Hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut, di antaranya: KH Muhammad Al-Khaththath (Sekjen Forum Umat Islam), Jose Rizal Jurnalis (Mer-C), dan Hanibal Wijayanta (jurnalis ANTV).

JMC adalah sumber informasi resmi Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT) yang akan bekerjasama dan membantu media massa untuk memberikan informasi, klarifikasi dan konfirmasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan pemberitaan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dan JAT.

Mencermati rencana segera digelarnya sidang pengadilan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir pada kamis 10 Februari 2011 ini, Son Hadi selaku Direktur JMC menjelaskan, persidangan Ustadz Abu merupakan intrik politik murahan penguasa guna memperoleh restu dan dukungan dari Amerika.

“Sekedar mengingatkan, upaya rekayasa terorisasi kepada Ustadz Abu saat ini merupakan kali ketiga, setelah dua kali sebelumnya 2 September 2003 dan 3 maret 2005 secara hukum tidak terbukti terlibat dalam tindak pidana teroris seperti yang dituduhkan. Bahkan, pada 21 Desember 2006, Mahkamah Agung lewat majelis hakim yang dipimpin German Hoediarto, memutuskan Ustadz Abu bebas dari dakwaan, terkait dengan kasus terorisme dan peledakan bom di Bali.

Lebih lanjut, Son Hadi menegaskan, campur tangan Amerika di negeri-negeri Muslim tidak terbantahkan lagi. Sebagai bukti mutakhir yang saat ini berlangsung di Mesir, Amerika berupaya keras mempertahankan Husni Mubarak, meskipun rakyat Mesir sendiri sudah muak dan tidak mengingkannya sebagai pemimpin.

JAT Media Center (JMC) mengajak media massa dan masyarakat mengikuti, sekaligus mencermati perjalanan proses pengadilan Ustadz Abu Bakar Baasyir, termasuk mengawasi dan menilai apakah jaksa dan hakim memiliki kapabilitas dan kredibilitas secara moral dan hukum untuk mengadili Ustadz Abu, seorang Ulama yang memiliki komitmen yang tinggi dalam dakwah tauhid dan penegakan syariat.

Hendaknya umat Islam menyadari, bahwa pengadilan Ustadz Abu ini sebagai uji coba sekaligus langkah awal untuk memberangus dan menghentikan dakwah tauhid dan penegakan syariat secara sistematis dengan menjadikannya sebagai musuh Negara. Selanjutnya penguasa bertindak represif dan mengintimidasi kepada ulama dan umat Islam dengan dalih perang terhadap terorisme.

“Jika hal ini dibiarkan, bukan tidak mungkin akan terulang kembali pembantaian umat Islam, sebagaimana peristiwa Tanjung Priok, Talang Sari Lampung, Haur Kuning , Ambon dan Poso. Peristiwa tersebut hingga kini masih menyisakan kepedihan yang luar biasa bagi umat Islam. Ironisnya, peristiwa pelanggaran HAM berat ini tidak pernah diusut tuntas, kecuali hanya di jadikan sekedar komoditi politik penguasa,” tukas Son Hadi kepada wartawan.

Media Bukan Corong Penguasa

Sementara itu, Koordinator Liputan ANTV Hanibal Wijayanta, media massa mulai dari media cetak, elektronik, hingga online, hendaknya jangan mengandalkan pemberitaan yang dirilis oleh pihak kepolisian. “Seorang jurnalis harus kritis, tidak termakan oleh kepentingan-kepentingan penguasa.”

Bila mencermati penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir di Jawa Barat, kata Hanibal, kita ingin digiring pada sebuah opini, seolah Ustadz Abu adalah sosok orang tua yang berbahaya, hingga dirinya harus dikepung pasukan dengan peralatan militer yang lengkap.

“Seorang jurnalis yang kritis harus bisa membaca kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan Densus 88 dalam penanganan kasus terorisme. Satu hal, perlu juga dibaca, kasus terorisme diungkap oleh penguasa untuk mengalihkan isu yang sedang ramai dibicarakan. Setidaknya, jurnalis harus menyuarakan kebenaran, tidak ditunggangi oleh kepentingan penguasa. Disinilah peran wartawan dituntut untuk memiliki kemampuan menganalisa. Terutama, para pimpinan redaksi dan redakturnya,” tandas Hanibal.

Jose Rizal Jurnalis dari Mer-C menambahkan, Mer-C akan menolong siapa saja, tidak selalu yang bersifat medis, tapi juga membantu siapa saja yang rasa keadilannya dizalimi. “Mer-C tidak melihat latar belakang seseorang, bahkan agamanya sekalipun. Keadilan adalah nilai yang sangat tinggi dalam Islam. Itulah sebabnya, Mer-C mendukung teman-teman JAT Media Center untuk melakukan pembelaan terhadap Ustadz Abu Bakar Ba’asyir,” kata Jose Rizal yang juga memeriksa kesehatan Ustadz Abu. (voa-islam/arrahmah)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.