Header Ads

RUU Intelijen, jangan dirancang untuk menginteli rakyat

Jakarta - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo mengatakan rancangan undang-undang semestinya tidak ditujukan untuk mengintai rakyat. "Nanti orang mau main Twitter dan SMS saja jadi takut," kata Tjahjo di gedung DPR, Jakarta, Selasa (29/3/2011).

Menurut Tjahjo, usul pemberian wewenang khusus bagi lembaga intelijen menunjukkan kuatnya keinginan pemerintah menginteli warga negaranya sendiri.

Tjahjo mencontohkan Pasal 15 RUU Intelijen usulan pemerintah yang kini dibahas Komisi Pertahanan DPR. Pasal itu menyamarkan wewenang menangkap menjadi wewenang memeriksa intensif selama 7 x 24 jam. Orang yang diperiksa tidak bisa memberi kabar kepada siapa pun, termasuk keluarganya. “Itu rawan dipakai untuk penculikan,” kata Tjahjo.

Tjahjo menambahkan, RUU Intelijen harus selaras dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Pelaksanaan fungsi intelijen, misalnya, tidak boleh sampai melanggar hak privasi seseorang.

Anggota Komisi Pertahanan DPR dari PDI Perjuangan memang menolak wewenang khusus lembaga intelijen negara seperti diusulkan pemerintah. Selain soal penangkapan, yang mereka persoalkan adalah wewenang penyadapan tanpa izin pengadilan.

Di luar gedung parlemen, kalangan organisasi masyarakat sipil juga ramai-ramai menolak kewenangan lembaga intelijen untuk menyadap, menangkap, dan menahan orang.

Penolakan keras misalnya datang Koalisi Advokasi RUU Intelijen. Koalisi ini terdiri atas 21 lembaga swadaya masyarakat, antara lain Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan serta Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Menurut Koalisi, pemerintah dan DPR sama tidak jelasnya dalam merancang aturan intelijen.

Namun Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro berkukuh bahwa kewenangan khusus lembaga intelijen penting untuk mencegah aksi terorisme, spionase, dan kegiatan yang mengancam keamanan negara.

Menurut Purnomo, aparat intelijen tidak akan sembarangan menangkap seseorang. Penangkapan harus didukung data dan bukti awal yang kuat. "Niat saja tidak bisa jadi justifikasi. Harus ada rentetan kejadian awal,” kata Purnomo di kantor Presiden kemarin (29/3).

Ihwal kekhawatiran banyak kalangan akan terjadinya penyalahgunaan, menurut Purnomo, pemerintah setuju dengan sanksi berat bagi aparat intelijen. "Kalau khawatir salah tangkap, diberikan sanksi berat saja." Dengan cara itu, kata Purnomo, kasus salah tangkap atau penangkapan semena-mena bisa diminimalkan. (kt/arrahmah.com)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.