Banyak Bukti Bahwa Terorisme Bukan Islam
Oleh Lathifah Musa
Banyak bukti bahwa terorisme bukan dilakukan oleh umat Islam. Salah satu yang terbaru adalah dokumen yang dipublikasikan oleh WikiLeaks yang mengungkap bahwa pelaksana Operasi Al-Qaeda yang melakukan pemboman terhadap gereja dan hotel mewah di Pakistan pada 2002 lalu ternyata juga bekerja sebagai agen intelijen di Inggris pada waktu yang bersamaan. Klaim tentang Adil Hadi al Jazairi Bin Hamlili merupakan laporan rahasia yang dipaparkan WikiLeaks dengan mengutip dokumen militer Amerika Serikat di Penjara Guantanamo Bay, Kuba.
Warga Aljazair itu yang dibekuk di Pakistan pada 2003 lalu, seperti terlihat dari hasil interogasi sebagai “fasilitator, kurir, penculik dan pembunuh dari Al-Qaeda”, ternyata juga telah “menyembunyikan informasi penting dari Dinas Intelijen Rahasia Kanada dan Dinas Intelijen Rahasia Inggris. AS berpendapat, hal ini bisa menjadi ancaman bagi AS dan personel sekutu di Afghanistan dan Pakistan.” (Republika.co.id).
Tuduhan salah alamat ini bukan yang pertama kali. Pada tahun 1995, tak lama setelah serangan bom mobil hari Rabu (19/4/95) terhadap gedung federal Alfred P. Murrah di Oklahoma, perhatian dan pandangan rakyat serta pers Amerika langsung tertuju pada kelompok “teroris” Timur Tengah, namun beberapa hari kemudian terbukti bahwa terorisnya adalah warga negara AS sendiri. Kini hasil penyelidikan atas pemboman yang diperkirakan mungkin menewaskan sampai 200 orang tersebut –karena masih banyak korban belum ditemukan– membuat Pemerintah AS telah menahan dua warganegaranya sendiri; veteran Perang Teluk, Timothy McVeigh (27) dan David Iniguez; sementara tersangka ketiga masih dilacak.
Kenyataan yang bertolak-belakang dengan spekulasi awal itu membuat banyak pihak di Amerika Serikat tersentak. Meskipun menyakitkan dan tak dapat dipercaya, sejarah Amerika sendiri seringkali dicoreng pembunuhan, mulai dari pembunuhan presiden sampai serangan bom terhadap klinik dan sekolah.
Peristiwa meledaknya menara kembar World Trade Center (WTC), New York, 11 September 2001, juga telah memakan banyak korban dan trauma panjang warga AS. Namun, insiden itu hingga kini masih menyisakan misteri dan sejumlah kejanggalan. Bahkan orang yang disebut sebagai otak penyerangan itu kini mengaku dipaksa mengarang cerita tentang teror. Mengapa? Khalid Shaikh Mohammed selama ini dituding sebagai otak peledakan WTC. Namun, pada Senin (15/6/2008) lalu, seperti dilansir Los Angeles Times, ia mengaku keterangan yang diberikannya selama ini diungkapkan karena ia tak tahan dengan siksaan saat diinterogasi CIA.
Pengakuan itu diungkapkan Mohammed setelah dia dipindahkan ke penjara militer Guantanamo pada 2006. Sebelumnya, dia ditahan di penjara rahasia CIA setelah ditangkap pada 2003. Hal ini juga disimpulkan berdasarkan dokumen yang diteliti harian itu.
“Saya mengarang cerita,” kata Khalid. Ia mengungkapkan hal itu dalam bahasa Inggris yang terpatah-patah saat ditanya soal keberadaan pemimpin Al-Qaeda, Osama bin Laden.
Setiap kali ia tidak tahu, para penyidik CIA langsung menyiksanya. Sehingga, dia akhirnya menjawab sekenanya. Dia ada di wilayah ini,” katanya soal Osama.
Pengakuan itu mungkin belum seberapa. Beberapa waktu yang lalu, lima tersangka utama tragedi 9/11 menyimpan kejutan. Seorang di antaranya, Ziad Al Jarrah, ternyata pernah cukup lama bekerja untuk agen intelijen Israel Mossad.
Menurut artikel yang dipublikasikan media mingguan AS, American Free Press, Al Jarrah terbukti terlibat dalam peristiwa pada 11 September 2001 itu. Bersama keempat kawannya, mereka dengan bangga mengakuinya.
Namun, fakta bahwa pria berkebangsaan Libanon itu adalah mantan agen Mossad sangat mengejutkan AS. Hubungan Israel dengan tragedi 9/11, menurut harian suratkabar New York Times bisa diselidiki dengan menelusuri lima orang yang dikenal sebagai dancing Israeli. Ketika pesawat Flight 11 dan Flight 175 menabrak menara kembar itu, lima orang Israel terlihat menari dan bersorak-sorai di lokasi kejadian. Kelima warga Israel yang diduga agen Mossad itu ditahan selama 71 hari sebelum akhirnya dilepas. Yang tak kalah mengherankan bahwa ribuan karyawan yahudi yang bekerja di gedung kembar, pada hari tersebut tidak masuk kerja alias libur.
Sejak itulah, CIA mencurigai keterlibatan Mossad dan melakukan pengawasan yang tak membuahkan hasil, hingga memasuki hampir tahun ke delapan tragedi itu. “Tak ada keraguan bahwa hal itu (perintah menutup penyidikan) datang dari Gedung Putih. CIA berasumsi hal ini akan ditutupi sehingga Israel dianggap sama sekali tak terlibat dalam tragedi 9/11,” demikian kesimpulan New York Times. Sebuah jajak pendapat di 17 negara yang dipublikasikan 10 September 2008 sendiri menunjukkan belum ada konsensus tentang pelakunya. Jajak pendapat yang dilakukan dari 15 Juli-31 Agustus 2008 tersebut meliputi 16 ribu lebih responden di 17 negara.(Inilah.com)
Dengan demikian, isu terorisme tak pernah berhubungan dengan umat Islam. Kalaupun ada individu-individu Muslim yang terlibat, biasanya jalur instruksi ke atasnya tak bisa ditelusuri. Banyak bukti mengindikasikan bahwa para pelaku Muslim ini hanyalah korban-korban cuci otak atau provokasi semata.
Di akhir zaman ini umat Islam bagai buih yang mudah terombang-ambing. Keimanan yang murni dan keistiqamahan untuk senantiasa berpegang teguh kepada Syariat Islam, menjadi harta yang termahal. Rasulullah Saw telah berpesan (yang maknanya): “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah (al-Qur’an) dan sunnah Rasulullah Saw.” (HR Muslim)
Banyak bukti bahwa terorisme bukan dilakukan oleh umat Islam. Salah satu yang terbaru adalah dokumen yang dipublikasikan oleh WikiLeaks yang mengungkap bahwa pelaksana Operasi Al-Qaeda yang melakukan pemboman terhadap gereja dan hotel mewah di Pakistan pada 2002 lalu ternyata juga bekerja sebagai agen intelijen di Inggris pada waktu yang bersamaan. Klaim tentang Adil Hadi al Jazairi Bin Hamlili merupakan laporan rahasia yang dipaparkan WikiLeaks dengan mengutip dokumen militer Amerika Serikat di Penjara Guantanamo Bay, Kuba.
Warga Aljazair itu yang dibekuk di Pakistan pada 2003 lalu, seperti terlihat dari hasil interogasi sebagai “fasilitator, kurir, penculik dan pembunuh dari Al-Qaeda”, ternyata juga telah “menyembunyikan informasi penting dari Dinas Intelijen Rahasia Kanada dan Dinas Intelijen Rahasia Inggris. AS berpendapat, hal ini bisa menjadi ancaman bagi AS dan personel sekutu di Afghanistan dan Pakistan.” (Republika.co.id).
Tuduhan salah alamat ini bukan yang pertama kali. Pada tahun 1995, tak lama setelah serangan bom mobil hari Rabu (19/4/95) terhadap gedung federal Alfred P. Murrah di Oklahoma, perhatian dan pandangan rakyat serta pers Amerika langsung tertuju pada kelompok “teroris” Timur Tengah, namun beberapa hari kemudian terbukti bahwa terorisnya adalah warga negara AS sendiri. Kini hasil penyelidikan atas pemboman yang diperkirakan mungkin menewaskan sampai 200 orang tersebut –karena masih banyak korban belum ditemukan– membuat Pemerintah AS telah menahan dua warganegaranya sendiri; veteran Perang Teluk, Timothy McVeigh (27) dan David Iniguez; sementara tersangka ketiga masih dilacak.
Kenyataan yang bertolak-belakang dengan spekulasi awal itu membuat banyak pihak di Amerika Serikat tersentak. Meskipun menyakitkan dan tak dapat dipercaya, sejarah Amerika sendiri seringkali dicoreng pembunuhan, mulai dari pembunuhan presiden sampai serangan bom terhadap klinik dan sekolah.
Peristiwa meledaknya menara kembar World Trade Center (WTC), New York, 11 September 2001, juga telah memakan banyak korban dan trauma panjang warga AS. Namun, insiden itu hingga kini masih menyisakan misteri dan sejumlah kejanggalan. Bahkan orang yang disebut sebagai otak penyerangan itu kini mengaku dipaksa mengarang cerita tentang teror. Mengapa? Khalid Shaikh Mohammed selama ini dituding sebagai otak peledakan WTC. Namun, pada Senin (15/6/2008) lalu, seperti dilansir Los Angeles Times, ia mengaku keterangan yang diberikannya selama ini diungkapkan karena ia tak tahan dengan siksaan saat diinterogasi CIA.
Pengakuan itu diungkapkan Mohammed setelah dia dipindahkan ke penjara militer Guantanamo pada 2006. Sebelumnya, dia ditahan di penjara rahasia CIA setelah ditangkap pada 2003. Hal ini juga disimpulkan berdasarkan dokumen yang diteliti harian itu.
“Saya mengarang cerita,” kata Khalid. Ia mengungkapkan hal itu dalam bahasa Inggris yang terpatah-patah saat ditanya soal keberadaan pemimpin Al-Qaeda, Osama bin Laden.
Setiap kali ia tidak tahu, para penyidik CIA langsung menyiksanya. Sehingga, dia akhirnya menjawab sekenanya. Dia ada di wilayah ini,” katanya soal Osama.
Pengakuan itu mungkin belum seberapa. Beberapa waktu yang lalu, lima tersangka utama tragedi 9/11 menyimpan kejutan. Seorang di antaranya, Ziad Al Jarrah, ternyata pernah cukup lama bekerja untuk agen intelijen Israel Mossad.
Menurut artikel yang dipublikasikan media mingguan AS, American Free Press, Al Jarrah terbukti terlibat dalam peristiwa pada 11 September 2001 itu. Bersama keempat kawannya, mereka dengan bangga mengakuinya.
Namun, fakta bahwa pria berkebangsaan Libanon itu adalah mantan agen Mossad sangat mengejutkan AS. Hubungan Israel dengan tragedi 9/11, menurut harian suratkabar New York Times bisa diselidiki dengan menelusuri lima orang yang dikenal sebagai dancing Israeli. Ketika pesawat Flight 11 dan Flight 175 menabrak menara kembar itu, lima orang Israel terlihat menari dan bersorak-sorai di lokasi kejadian. Kelima warga Israel yang diduga agen Mossad itu ditahan selama 71 hari sebelum akhirnya dilepas. Yang tak kalah mengherankan bahwa ribuan karyawan yahudi yang bekerja di gedung kembar, pada hari tersebut tidak masuk kerja alias libur.
Sejak itulah, CIA mencurigai keterlibatan Mossad dan melakukan pengawasan yang tak membuahkan hasil, hingga memasuki hampir tahun ke delapan tragedi itu. “Tak ada keraguan bahwa hal itu (perintah menutup penyidikan) datang dari Gedung Putih. CIA berasumsi hal ini akan ditutupi sehingga Israel dianggap sama sekali tak terlibat dalam tragedi 9/11,” demikian kesimpulan New York Times. Sebuah jajak pendapat di 17 negara yang dipublikasikan 10 September 2008 sendiri menunjukkan belum ada konsensus tentang pelakunya. Jajak pendapat yang dilakukan dari 15 Juli-31 Agustus 2008 tersebut meliputi 16 ribu lebih responden di 17 negara.(Inilah.com)
Dengan demikian, isu terorisme tak pernah berhubungan dengan umat Islam. Kalaupun ada individu-individu Muslim yang terlibat, biasanya jalur instruksi ke atasnya tak bisa ditelusuri. Banyak bukti mengindikasikan bahwa para pelaku Muslim ini hanyalah korban-korban cuci otak atau provokasi semata.
Di akhir zaman ini umat Islam bagai buih yang mudah terombang-ambing. Keimanan yang murni dan keistiqamahan untuk senantiasa berpegang teguh kepada Syariat Islam, menjadi harta yang termahal. Rasulullah Saw telah berpesan (yang maknanya): “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah (al-Qur’an) dan sunnah Rasulullah Saw.” (HR Muslim)
Tidak ada komentar