Metro TV: HTI Gerakan Massa yang Mengedepankan Kecendikiawanan
Jakarta - Meski memiliki ideologi yang bersebrangan, Redaksi Stasiun Televisi Metro TV mengaku bahwa Hizbut Tahrir Indonesia merupakan stakeholder di tengah masyarakat yang penting untuk diberi ruang dalam tayangan Metro TV karena merupakan gerakan massa yang dapat mengedepankan kecendikiawanan.
“Pimred Metro TV Erman Saragih langsung menyuruh saya untuk menerima, ketika HTI ingin bersilaturahim dengan redaksi!” ujar Sekretaris Metro TV Edi Hidayat, saat menerima kunjungan delegasi DPP Hizbut Tahrir Indonesia yang dipimpin Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto, Kamis (28/4) pagi di Kantor Redaksi Metro TV, Jakarta Barat.
Padahal, lanjutnya, ormas-ormas lain yang melayangkan surat untuk bertemu belum mendapatkan jawaban dari redaksi Metro TV. “Karena HTI kami anggap penting!” jawab Edi.
“Penting bagaimana?” tanya Ismail. Edi pun menjelaskan bahwa persoalan televisi adalah persoalan show. Dalam menyampaikan gagasan, HTI mengedepankan debat kecendikiawanan. Tidak pakai teori “pokoknya begini”, tetapi HTI mengajak orang untuk berfikir. Jadi ideologi yang dikemas HTI itu dibalut dalam argumentasi.
“HTI adalah gerakan massa yang dapat menjaga kecendikiawanan sehingga enak ditonton dan menaikan rating!” lontar Edi yang didampingi Humas Metro TV Retno. Sedangkan Ismail, didampingi Ketua DPP HTI Farid Wadjdi, serta beberapa aktivis HTI di antaranya adalah Budi Dharmawan dan Mujianto.
Metro TV Dikritik
Farid Wadjdi pun mengkritisi tayangan Metro TV terutama terkait kasus terorisme. Menurut Farid narasumber masalah terorisme sering menggunakan teori “pokoknya begitu” jadi mematahkan seluruh proses perdebatan dan kekritisan. ”Jadi seakan-akan ada anggapan karena ini kasus terorisme tidak perlu ada ruang diskusi, ini bisa menurunkan rating malah,” ujar Farid.
Mujianto pun menambahkan. Menurutnya, ada asosiasi dalam pemilihan narasumber. Sehingga terkesan Metro TV digunakan untuk menjadi corong stigmatisasi terhadap Islam.
Begitu ada bom, langsung narasumber tersebut ngomong di Metro TV melakukan asosiasi bahwa pelakunya adalah gerakan Islam yang tujuannya mendirikan negara Islam.
“Padahal proses investigasi dan hukum pun belum sampai situ, jadi kesan yang kita tangkap seolah jadi corong,” cetus Muji.
Dengan diplomatis, Edi pun menjawab, “Kita semua tahu siapa dia, justru dialah otaknya, Siapa sih yang meresmikan Mahad Az Zaytun (NII KW 9) kan dia, dia juga mantan kepala Badan Intelijen Negara. Dia orang yang menyemai jadi dia akan tahu, akan ke mana semaiannya itu,” ujarnya.
Edi pun menyadari orang awam bisa termakan omongan narasumber yang menyesatkan itu. “Tapi memang orang yang tidak mengetahui rekam jejaknya bisa termakan omongannya!” aku Edi.
Edi pun mengakui, sedikit sekali narasumber tentang terorisme, sehingga terpaksa pengamal teori “pokoknya begitu” dan si penyemai NII palsu dipakai sebagai narasumber. “Pemred pun sering menegor, kok dia lagi, dia lagi yang dipakai?” ujar Edi.
Menanggapi itu Ismail pun menawarkan Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI Harits Abu Ulya sebagai alternatif narasumber terkait kasus-kasus terorisme. “Untuk kesempatan mendatang Metro TV bisa mengundang Harits Abu Ulya, karena dia selalu investigasi ke lapangan setiap ada kasus pengeboman terjadi!” promosi Ismail.
Dalam kesempatan itu, HTI pun menjelaskan agenda Konferensi Rajab: Hidup Sejahtera di bawah Naungan Khilafah yang rencananya digelar secara estafet di 28 ibu kota provinsi selama bulan Juni yang puncaknya diselenggarakan pada 29 Juni di Stadion Lebak Bulus, Jakarta.[] joko prasetyo/mediaumat.com
“Pimred Metro TV Erman Saragih langsung menyuruh saya untuk menerima, ketika HTI ingin bersilaturahim dengan redaksi!” ujar Sekretaris Metro TV Edi Hidayat, saat menerima kunjungan delegasi DPP Hizbut Tahrir Indonesia yang dipimpin Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto, Kamis (28/4) pagi di Kantor Redaksi Metro TV, Jakarta Barat.
Padahal, lanjutnya, ormas-ormas lain yang melayangkan surat untuk bertemu belum mendapatkan jawaban dari redaksi Metro TV. “Karena HTI kami anggap penting!” jawab Edi.
“Penting bagaimana?” tanya Ismail. Edi pun menjelaskan bahwa persoalan televisi adalah persoalan show. Dalam menyampaikan gagasan, HTI mengedepankan debat kecendikiawanan. Tidak pakai teori “pokoknya begini”, tetapi HTI mengajak orang untuk berfikir. Jadi ideologi yang dikemas HTI itu dibalut dalam argumentasi.
“HTI adalah gerakan massa yang dapat menjaga kecendikiawanan sehingga enak ditonton dan menaikan rating!” lontar Edi yang didampingi Humas Metro TV Retno. Sedangkan Ismail, didampingi Ketua DPP HTI Farid Wadjdi, serta beberapa aktivis HTI di antaranya adalah Budi Dharmawan dan Mujianto.
Metro TV Dikritik
Farid Wadjdi pun mengkritisi tayangan Metro TV terutama terkait kasus terorisme. Menurut Farid narasumber masalah terorisme sering menggunakan teori “pokoknya begitu” jadi mematahkan seluruh proses perdebatan dan kekritisan. ”Jadi seakan-akan ada anggapan karena ini kasus terorisme tidak perlu ada ruang diskusi, ini bisa menurunkan rating malah,” ujar Farid.
Mujianto pun menambahkan. Menurutnya, ada asosiasi dalam pemilihan narasumber. Sehingga terkesan Metro TV digunakan untuk menjadi corong stigmatisasi terhadap Islam.
Begitu ada bom, langsung narasumber tersebut ngomong di Metro TV melakukan asosiasi bahwa pelakunya adalah gerakan Islam yang tujuannya mendirikan negara Islam.
“Padahal proses investigasi dan hukum pun belum sampai situ, jadi kesan yang kita tangkap seolah jadi corong,” cetus Muji.
Dengan diplomatis, Edi pun menjawab, “Kita semua tahu siapa dia, justru dialah otaknya, Siapa sih yang meresmikan Mahad Az Zaytun (NII KW 9) kan dia, dia juga mantan kepala Badan Intelijen Negara. Dia orang yang menyemai jadi dia akan tahu, akan ke mana semaiannya itu,” ujarnya.
Edi pun menyadari orang awam bisa termakan omongan narasumber yang menyesatkan itu. “Tapi memang orang yang tidak mengetahui rekam jejaknya bisa termakan omongannya!” aku Edi.
Edi pun mengakui, sedikit sekali narasumber tentang terorisme, sehingga terpaksa pengamal teori “pokoknya begitu” dan si penyemai NII palsu dipakai sebagai narasumber. “Pemred pun sering menegor, kok dia lagi, dia lagi yang dipakai?” ujar Edi.
Menanggapi itu Ismail pun menawarkan Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI Harits Abu Ulya sebagai alternatif narasumber terkait kasus-kasus terorisme. “Untuk kesempatan mendatang Metro TV bisa mengundang Harits Abu Ulya, karena dia selalu investigasi ke lapangan setiap ada kasus pengeboman terjadi!” promosi Ismail.
Dalam kesempatan itu, HTI pun menjelaskan agenda Konferensi Rajab: Hidup Sejahtera di bawah Naungan Khilafah yang rencananya digelar secara estafet di 28 ibu kota provinsi selama bulan Juni yang puncaknya diselenggarakan pada 29 Juni di Stadion Lebak Bulus, Jakarta.[] joko prasetyo/mediaumat.com
Tidak ada komentar