Masya Allah...NATO Cuek Dimintai Bantuan, 63 Pengungsi Libya Meninggal karena Kelaparan
Tripoli - Puluhan pengungsi Libya terkatung-katung di Laut Mediterania. Sebanyak 63 orang diketahui tewas karena kehausan dan kelaparan. Situs Guardian melaporkan, teriakan minta tolong merek tak digubris armada NATO yang melintas.
Kapal kecil itu memuat 72 penumpang, termasuk wanita dan anak-anak. Sebagian besar penumpang merupakan pelarian politik, yang ditekan pemerintah Moammar Qaddafi. Mereka berlabuh ke laut lepas sejak 16 hari lalu, meninggalkan Tripoli dengan tujuan Pulau lapendusa, Italia. Meski sinyal kapal sudah tertangkap penjaga pantai Italia dan mereka telah melakukan kontak dengan helikopter dan kapal NATO, namun tak ada bantuan dari mereka.
"Tiap pagi kami bangun dan menemukan jenazah sejak 24 jam setelah kami bertolak," kata Abu Kurke, satu dari sembilan orang yang selamat. "Pilihan kami hanya dua, berdoa dan sekarat."
Hukum maritim internasional memaksa semua kapal, termasuk unit militer, untuk menjawab panggilan marabahaya dari kapal terdekat dan untuk menawarkan bantuan jika mungkin. Aktivis HAM menuntut penyelidikan kematian, sedangkan UNHCR, badan pengungsi PBB, telah menyerukan kerjasama yang lebih ketat antara kapal komersial dan militer di Mediterania dalam upaya untuk menyelamatkan nyawa manusia.
"Mediterania tidak bisa menjadi Wild West," kata juru bicara Laura Boldrini. "Mereka yang tidak menyelamatkan orang di laut harus dihukum."
Pastor Musa Zerai, seorang pastur Eritrea di Roma yang menjalankan organisasi hak pengungsi Habeshia juga menyayangkan pembiaran itu. Dialah yang terakhir mendapatkan pengaduan penumpang kapal melalui telepon satelit, sebelum telepon mereka mati karena kehabisan batere.
"Ada pelepasan tanggung jawab yang menyebabkan kematian lebih dari 60 orang, termasuk anak-anak," tegasnya. "Itu merupakan kejahatan, dan kejahatan yang tidak bisa dibiarkan hanya karena korban adalah pendatang Afrika dan bukan wisatawan di kapal pesiar."
Tragedi ini juga turut memancing Paus Benedictus XIV turut bersuara. Di depan lebih dari 300 ribu jemaat, ia menyerukan agar Italia menyambut imigran melarikan diri ke pantai mereka.
Investigasi The Guardian, di dalam perahu berisi 72 migran yang berlayar dari Tripoli pada tanggal 25 Maret. Di dalamnya terdapat 47 warga Ethiopia, tujuh Nigeria, tujuh Eritria, enam Ghana, dan lima migran Sudan. Dua puluh penumpangnya merupakan perempuan dan dua orang anak kecil, salah satunya baru berusia satu tahun. (republika.co.id)
Kapal kecil itu memuat 72 penumpang, termasuk wanita dan anak-anak. Sebagian besar penumpang merupakan pelarian politik, yang ditekan pemerintah Moammar Qaddafi. Mereka berlabuh ke laut lepas sejak 16 hari lalu, meninggalkan Tripoli dengan tujuan Pulau lapendusa, Italia. Meski sinyal kapal sudah tertangkap penjaga pantai Italia dan mereka telah melakukan kontak dengan helikopter dan kapal NATO, namun tak ada bantuan dari mereka.
"Tiap pagi kami bangun dan menemukan jenazah sejak 24 jam setelah kami bertolak," kata Abu Kurke, satu dari sembilan orang yang selamat. "Pilihan kami hanya dua, berdoa dan sekarat."
Hukum maritim internasional memaksa semua kapal, termasuk unit militer, untuk menjawab panggilan marabahaya dari kapal terdekat dan untuk menawarkan bantuan jika mungkin. Aktivis HAM menuntut penyelidikan kematian, sedangkan UNHCR, badan pengungsi PBB, telah menyerukan kerjasama yang lebih ketat antara kapal komersial dan militer di Mediterania dalam upaya untuk menyelamatkan nyawa manusia.
"Mediterania tidak bisa menjadi Wild West," kata juru bicara Laura Boldrini. "Mereka yang tidak menyelamatkan orang di laut harus dihukum."
Pastor Musa Zerai, seorang pastur Eritrea di Roma yang menjalankan organisasi hak pengungsi Habeshia juga menyayangkan pembiaran itu. Dialah yang terakhir mendapatkan pengaduan penumpang kapal melalui telepon satelit, sebelum telepon mereka mati karena kehabisan batere.
"Ada pelepasan tanggung jawab yang menyebabkan kematian lebih dari 60 orang, termasuk anak-anak," tegasnya. "Itu merupakan kejahatan, dan kejahatan yang tidak bisa dibiarkan hanya karena korban adalah pendatang Afrika dan bukan wisatawan di kapal pesiar."
Tragedi ini juga turut memancing Paus Benedictus XIV turut bersuara. Di depan lebih dari 300 ribu jemaat, ia menyerukan agar Italia menyambut imigran melarikan diri ke pantai mereka.
Investigasi The Guardian, di dalam perahu berisi 72 migran yang berlayar dari Tripoli pada tanggal 25 Maret. Di dalamnya terdapat 47 warga Ethiopia, tujuh Nigeria, tujuh Eritria, enam Ghana, dan lima migran Sudan. Dua puluh penumpangnya merupakan perempuan dan dua orang anak kecil, salah satunya baru berusia satu tahun. (republika.co.id)
Tidak ada komentar