Header Ads

Masyarakat NTB Tak Ingin "Rusuh 171" Terjadi Lagi

Sejak beredarnya isu berbau SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) di NTB, khususnya Kota Mataram, sejak Jumat (28/10/2011) pagi terlihat ratusan polisi berjaga-jaga di setiap sudut kota. Bahkan, beberapa polisi dengan pakaian preman terlihat hilir mudik di sekitar Pondok Pesantren Hidayatullah Mataram.

Kakanwil Kemenag NTB, Drs. H.Lalu Suhaimi Ismi ketika dihubungi hidayatullah.com menyatakan isu itu tidak benar dan menyesatkan. Karenanya, ia mengajak seluruh komponen masyarakat Mataram tak terpengaruh atau terprovokasi.

Bahkan ia telah menghubungi berbagai kalangan guna menjelaskan isu sensitif ini.

“Saya sudah dua kali mengumpulkan Bimas Katolik dan Kristen, hari Senin dan Rabo (26/10/2011), guna menjelaskan tentang isu yang tidak benar ini, dan supaya mereka menyampaikan kepada umat masing-masing di NTB,” ujarnya.

“Kita adalah sebaik-baik ummat, dan terakhir masyarakat NTB khususnya Lombok harus tetap waspada, bisa jadi isu ini sengaja dihembuskan karenan NTB yang sedang menuju kemajuan pesat diberbagai bidang seperti telah diresmikannya BIL (Bandara Internasional Lombok), ground Breaking Kawasan Wisata Mandalika, dan berbagai kemajuan lainnya. Mereka tidak ingin kita aman dan semakin maju,” tambahnya.”

Ia juga mengingatkan, masyarakat NTB sudah trauma dengan peristiwa 171 tahun 2000 yang pernah melahirkan kerusuhan.

Di tempat terpisah, Kapolda NTB Brigen Arif Wahyunadi mengatakan menjamin keamanan di NTB.

“Saya menjamin keamanan NTB, tidak benar isu tersebut,” ujarnya. Ia juga mengingatkan agar NTB tidak kembali terjadi seperti peristiwa 171.

Seperti diketahui, tanggal 17 Januari 2000, warga Mataram masih terkenang dengan peristiwa yang tak diharapkan. Di mana ribuan ummat Islam seusai tabligh akbar menyerbu gereja, pertokoan milik etnis tertentu akibat provokasi konflik SARA di Maluku.

Akibat peristiwa ini, saat itu terjadi eksodus besar-besaran warga Tionghoa dan mengakibatkan perekonomian di Lombok lumpuh selama beberapa minggu.

Bagaimanapun, isu SMS berbau SARA belakangan ini setidaknya telah ikut mengganggu keresahan warga. Salah seorang warga Mataram, Abdullah (40) mengatakan ikut merasa panas mendapatkan SMS berantai.

“Panas juga mendengar ada orang Islam yang dibakar hidup-hidup di Ambon,” ujarnya. (hidayatullah)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.