Header Ads

HTI Menolak Pencabutan Perda Anti Miras

Maktab I’lamiy
Hizbut Tahrir Indonesia
NO: 217/01/12                                                             10 Januari 2012/16 Shafar 1433 H

PERNYATAAN

HIZBUT TAHRIR INDONESIA

“MENOLAK PENCABUTAN PERDA ANTI MIRAS”

Baru-baru ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencabut sejumlah Peraturan Daerah (Perda) yang melarang peredaran dan penjualan minuman beralkohol atau minuman keras (miras). Salah satunya, Perda Kota Tangerang Nomor 7 Tahun 2005 tentang pelarangan minuman keras. Juga, Perda Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pelarangan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol, dan Perda Kabupaten Indramayu Nomor 15 Tahun 2006 tentang Larangan Minuman Beralkohol.

Menurut Kemendagri, pencabutan itu harus dilakukan karena perda-perda tersebut dinilai telah melanggar aturan yang lebih tinggi. Yakni, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Menurut Keppres tersebut, peredaran alkohol hanya dibatasi dan tak boleh dilarang secara total di wilayah kabupaten/kota tertentu.

Pencabutan Perda-perda tersebut jelas kontraproduktif terhadap upaya  mengatasi kelemahan moralitas dan kriminalitas yang kini menjadi persoalan serius di negeri ini. Padahal, dengan pemberlakuan perda-perda pelarangan minuman keras (miras) itu, angka kriminalitas dapat ditekan seminimal mungkin. Bahkan di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, setelah perda larangan minuman keras diberlakukan, kriminalitas turun hingga 80%.

Berkenaan dengan hal ini, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:

1. Mengecam tindakan Kemendagri yang mencabut Perda-perda larangan minuman keras, karena tindakan ini sama saja melegalkan peredaran minuman yang sangat berbahaya bagi moralitas rakyat yang akan memicu maraknya aneka ragam bentuk kejahatan di tengah masyarakat. Ingat, minuman keras adalah pangkal kejahatan (al khamru ummul khabaits).

2. Menolak dalih bahwa perda-perda larangan miras itu harus dicabut karena bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, yakni Keputusan Presiden. Mestinya, keputusan presiden itulah yang harus dibatalkan karena telah memberikan ruang beredarnya minuman keras yang sangat berbahaya di negeri yang mayoritas muslim ini. Lagi pula, keputusan itu dibuat di tahun 1997, saat Presiden Soeharto masih berkuasa. Dengan kewenanganannya, presiden sekarang bisa membuat keputusan baru yang menganulir keputusan presiden sebelumnya yang tidak masuk akal dan jelas-jelas bertentangan dengan hukum syara’ tersebut. Bahkan semestinya dibuat aturan yang melarang sama sekali peredaran minuman haram itu di seluruh wilayah Indonesia.

3. Tindakan pencabutan perda-perda anti miras menunjukan bahwa pemerintah lebih mengacu kepada kepentingan bisnis (kapitalis) dari pada kepentingan penjagaan moralitas rakyatnya. Inilah cermin dari penguasa sekuler-kapitalistik. Oleh karena itu, Hizbut Tahrir Indoneisa menyerukan kepada umat Islam dimana pun berada untuk lebih bergiat dalam perjuangan mewujudkan kehidupan Islam, yakni kehidupan yang didalamnya diterapkan syariah Islam secara kaffah dalam naungan daulah Khilafah. Dengan syariah, Insya Allah tidak akan terjadi ketidaksinkronan hukum antara pusat dan daerah seperti yang saat ini terjadi. Juga tidak akan terjadi ketidaksinkronan antara problemanya yang terjadi dengan solusi. Dalam sistem Islam, pemerintah di pusat maupun di daerah semua wajib mengacu pada syariah dalam menetapkan halal dan haram, serta dalam menentukan boleh dan tidak bolehnya sesuatu beredar di tengah masyarakat. Bila telah dinyatakan haram, maka pasti akan menimbulkan mafsadat bila dibiarkan berkembang di tengah masyarakat. Dengan cara itu akan tercipta kehidupan masyarakat yang damai, tentram dan sejahtera dalam naungan ridha Allah SWT.

Hasbunallah wa ni’mal wakiil, ni’mal maula wa ni’man nashiir

Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia
Muhammad Ismail Yusanto
Hp: 0811119796 Email: Ismailyusanto@gmail.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.