Header Ads

Jubir HTI: Harapan Itu Masih Ada

"Harapan itu masih ada." Eitss...jangan salah sangka, kalimat itu bukanlah bunyi iklan salah satu partai Islam yang mengklaim dirinya bersih dan peduli. Tetapi kalimat itu diucapkan Jubir HTI, Ismail Yusanto, sebagai kesimpulan dalam diskusi soal Kerukunan Antar Umat Beragama; Antara Harapan dan Ancaman di Sekretariat PB PMII, Jl Salemba Tangah 57, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2012).



Menurut Ismail, harapan kerukunan antar-umat beragama di Indonesia memang masih terbuka. Bagi kalangan Islam, kata Ismail, keragaman (pluralitas) adalah hal yang biasa. "Pluralitas itu biasa dalam Islam", katanya.

Tetapi, harapan itu juga mendapat hambatan. Setidaknya ada tiga hambatan terjadinya kerukunan antar-umat beragama. Ketiganya. menurut Ismail adalah adanya arogansi dari pihak tertentu, pemerintah yang tidak tegas dan adanya politisasi.

Ismail menjelaskan bahwa Kasus GKI Yasmin adalah salah satu bentuk arogansi kalangan Kristen yang dapat menghambat terjadinya kerukunan antar-umat beragama. "Kelompok Kristen mengabarkan bahwa Wali Kota melawan putusan MA, padahal putusan MA sudah dilaksanakan", kata Ismail.

Kemudian ketidaktegasan pemerintah dalam menangani aliran sesat Ahmadiyah juga dituding Ismail sebagai salah satu penyebab sulit terjadinya kerukunan. Sikap tidak tegas pemerintah terhadap Ahmadiyah memungkinkan terjadinya konflik di masyarakat. "Harusnya pemerintah tegas dan cepat membubarkan Ahmadiyah", ungkap Ismail.

Sementara soal politisasi, selama ini dikembangkan seolah-oleh tidak ada kebebasan beragama di Indonesia. Opini ini disebarluaskan oleh kelompok minoritas. Sebenarnya, justru umat Islam yang moyoritas di negeri inilah yang kesulitan menjalankan agamanya. Di NTT dan Papua, kata Ismail, umat Islam sulit mendirikan Masjid. "Kalau umat Islam tidak ada yang bela", lanjutnya.

Selain ketiga faktor itu, Ismail juga menyoroti sisten sekuler dan kapitalis yang diterapkan di Indonesia kini. Menurutnya, selama sekulerisme dan kapitalisme tetap diterapkan, akan sulit sekali terjadi kerukunan. "Sebab sekulerisme dan kapitalisme itulah yang mengambil manfaat dari konflik antar-umat beragama", pungkasnya.(SIOnline/310112/al-khilafah.org)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.