Kapitalisme Ambruk Karena Riba dan Judi
Sejak ideologi Kapitalisme diterapkan, nilai
keagamaan, kemanusiaan dan moralitas semakin tergerus. Satu-satunya
nilai yang mendominasi hanyalah nilai material. Namun, nilai materi ini
pun malah memperlebar kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Itulah
bukti yang tidak dapat terbantahkan, bahwa Kapitalisme adalah ideologi
yang cacat. Lantas apa saja cacatnya itu? Dapatkah cacat tersebut
diperbaiki? Bilamana Kapitalisme ambruk?
Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan al-wa’ie Joko Prasetyo dengan Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia, HM Ismail Yusanto. Berikut petikannya.
Apa saja cacat mendasar ideologi Kapitalisme?
Pertama: pandangannya mengenai problematika ekonomi. Kapitalisme memandang bahwa problem ekonomi itu adalah scarcity atau kelangkaan. Pandangan ini didasarkan pada kenyataan bahwa ada gap
antara kebutuhan yang disebut tidak terbatas dengan alat pemuas
kebutuhan yang terbatas. Karena alat pemuas kebutuhan tidak mencukupi
kebutuhan, di situlah disebut adanya kelangkaan.
Nah, untuk mengatasinya, produksi harus
dipacu. Jadi Kapitalisme itu memiliki dorongan yang luar biasa untuk
memproduksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan itu. Padahal pada
faktanya, tidak tepat seperti itu, karena meskipun diproduksi,
katakanlah uang sebanyak kayak apa, tetap saja ada orang yang tidak punya uang. Meski diproduksi rumah sebanyak kayak apa, tetap saja ada orang yang tidak punya rumah. Begitu juga makanan. Jadi problemnya itu bukan pada scarcity, tetapi ternyata pada distribusi.
Lagipula kebutuhan itu sebetulnya itu terbatas. Yang tidak terbatas itu adalah keinginan. Beda need dengan want. Kalau need itu terbatas, want itu tidak terbatas. Jadi, scarcity itu tidak betul.
Kedua?
Pandangan
bahwa nilai paling tinggi dari ekonomi itu adalah saat kebutuhan
terpenuhi dan materi bisa diperoleh. Ini telah menimbulkan satu individu
dan masyarakat yang kemudian sangat mengagungkan nilai-nilai
materialisme. Pasalnya, bagi mereka tidak ada nilai yang lebih tinggi
kecuali nilai materi.
Nah,
dari sini kemudian nilai-nilai luhur seperti nilai-nilai keharmonisan,
nilai-nilai persaudaraan, termasuk juga nilai-nilai agama terabaikan.
Jadi nilai materialisme itulah yang sangat diagungkan.
Dampaknya?
Dampaknya
adalah kerusakan yang luar biasa. Sebabnya, dengan semangat
materialisme itulah kemudian dorongan untuk mencari keuntungan dalam
setiap usaha itu sangat besar, tak peduli dengan nilai-nilai yang
lainnya yang bersifat non-material.
Di
situlah kemudian kita melihat bahwa Kapitalisme telah mendorong manusia
itu untuk memproduksi segala macam. Kalau produksi itu dianggap sebagai
industri maka industri dalam Kapitalisme itu bukan hanya manufaktur,
bukan hanya barang-barang; tetapi juga industri hiburan, bahkan juga
industri seks, karena itu dianggap sebagai alat pemuas. Sekarang muncul
lagi dengan istilah industri politik, karena di sana ada cost and benefit, ada modal; kemudian ada untung dari setiap proses politik yang mereka lakukan.
Begitu. Jadi semua-muanya itu berujung pada perolehan material termasuk juga industri agama.
Agama dijadikan sebagai industri juga?
Iya,
misalnya dalam setiap perayaan hari-hari besar agama. Misalnya, Natal
itu bagaikan sebuah industri karena sebenarnya tidak ada landasan atau
dasar teologis, adanya Santa Klaus, Piet Hitam, segala macam itu. Itu semua menjadi asesoris yang dikonversikan ke dalam nilai jual. Semuanya menjadi industri. Itulah nilai yang paling tinggi.
Padahal pada kenyataannya manusia itu kan
tidak hanya mendasarkan tindakannya pada materialisme. Ada nilai-nilai
lain, termasuk di dalamnya adalah nilai-nilai agama. Bahkan kalau dalam
Islam kan nilai-nilai agama itulah yang menjadi panglimanya.
Agama menjadi dasar utamanya dalam setiap kegiatan manusia termasuk di
dalam ekonomi.
Dalam
Islam ekonomi pun didasarkan pada agama, pada halal dan haram. Jadi
nilai tertinggi standarnya bukan materi, tetapi bagaimana keridhaan
Allah SWT bisa diraih. Karena itu, halal-haram mesti diperhatikan dalam
kegiatan ekonomi. Keuntungan dalam ekonomi pasti akan diraih, tetapi
dicapai dengan cara yang benar dengan cara yang halal. Itu yang kedua.
Yang Ketiga?
Cacat ketiga
adalah nilai kebahagiaan. Yang disebut dengan kepuasan, kebahagiaan,
dalam Kapitalisme itu ya terpenuhinya kebutuhan material itu atau
tercapainya nilai material itu. Itu bertentangan dengan pandangan agama,
pandangan Islam.
Keempat,
manipulatif. Karena dalam Kapitalisme itu dorongan produksi amat
dominan, tak jarang itu dilakukan dengan menggunakan segala cara.
Cara-cara semacam manipulasi, yang sebenarnya sudah dikenal—ada
manipulasi perpajakan ada manipulasi akutansi, kemudian manipulasi
macam-macam itu—sebenarnya lahir dari ideologi Kapitalisme. Termasuk
sekarang ini, yang paling mengerikan adalah bagaimana Kapitalisme
menggunakan negara untuk meraih keuntungannya, dari sana lahirlah corporate state, korporatokrasi; negara dikelola oleh perusahaan. Keputusan perang dan tidak itu bukan didasarkan pada
kepentingan negara, tetapi kepentingan perusahaan untuk menjual
senjatanya, untuk menjual mesiu, untuk memperoleh bahan baku, untuk
mendapatkan proyek-proyek, segala macam. Contohnya yang terjadi di Irak,
di Afganistan dan sebagainya.
Ekonomi Kapitalisme bertumpu pada mekanisme pasar. Betulkah dengan mekanisme pasar distribusi kekayaan bisa diwujudkan secara adil?
Mengenai distribusi kekayaan, Kapitalisme percaya bahwa ada tangan yang tidak terlihat (invisible hand) yang akan mengatur distribusi itu dengan sebaik-baiknya. Ketika ada kemakmuran individu maka akan didapat kemakmuran kolektif. Padahal kenyataannya tidak ada itu invisible hand.
Jadi tidak ada apa yang disebut kemakmuran bersama. Ini karena watak
Kapitalisme yang cenderung eksploitatif. Ketika ada eksploitasi pasti
akan ada the winner group dan the losser group. Nah, kelompok yang kalah atau tersisih ini yang kemudian menjadi kelompok penderita dalam sistem ekonomi kapitalis.
Siapa saja mereka yang kalah itu?
Misalnya mereka yang tinggal di bantaran sungai, tinggal di emperan toko, tinggal di sepanjang jalur kereta api. Kalau di Amerika ya mereka-mereka yang tuna wisma, yang homeless segala macam. Yang begitu-begitu
itu selalu ada dalam sistem kapitalis. Artinya, sekali lagi, tangan
yang tidak kelihatan itu memang benar-benar tidak ada, begitu.
Jadi Kapitalisme gagal meratakan kesejahteraan?
Begitulah.
Kapitalisme memang gagal menciptakan sebuah masyarakat yang sejahtera
bersama. Kesejahteraan hanya dinikmati oleh segelintir orang. Protes
masyarakat Barat terhadap simbol Kapitalisme di Wall Street, dengan
mengatakan bahwa we are ninety ninepercent itu sebenarnya menunjukan yang tadi saya sebut itu. Ada the winner group dan ada yang the looser group.
Bahkan yang kalah itu ternyata lebih banyak daripada yang menang. Yang
menang itu hanya satu persen itu. Apalagi ketika mereka yang satu persen
ini punya masalah lalu mereka menggunakan negara, dengan istilah dana
talangan (bailout) segala macam itu.
Itulah yang disebut oleh Stiglitz, bahwa Kapitalisme itu off one percent, for one percent, by one percent
itu. Itulah hakikat demokrasi mereka. Jadi pada akhirnya hanya pemilik
modal saja yang memenangkan pertarungan politik, dan ketika mereka
mendapatkan kekuasaan politik, mereka gunakan untuk mereka sendiri.
Akhirnya, kekayaan berputar untuk diri mereka; off one percent, for one percent by one percent. Itu satu.
Kedua?
Dalam
hal-hal tertentu, mekanisme pasar itu bisa diterima. Maksudnya, harga
itu memang ditentukan oleh permintaan dan penawaran barang atau jasa.
Saat penawaran ‘ketemu’ dengan permintaan di pasar, akan terbentuklah
harga. Jadi sebatas ini sebenarnya masih bisa diterima.
Namun,
ada dua persoalan dalam mekanisme pasar. Pertama, nilai suatu barang
itu sebenarnya tidak hanya ditentukan oleh mekanisme pasar (harga),
tetapi oleh nilai yang lain. Harga itu bukan penentu, bukan satu-satunya
penentu nilai dari suatu barang.
Maksudnya?
Tegasnya
begini, narkoba, misalnya. Walaupun narkoba memiliki harga—karena di
situ ada penawaran dan permintaan—ia merupakan barang yang tidak
berharga dalam pandangan Islam. Sama seperti jasa-jasa lainnya yang
dilarang. Nah, di dalam Islam itu tidak boleh masuk ke dalam pasar,
tetapi dalam Kapitalisme itu boleh selama ada permintaan ada penawaran.
Nah, itu satu.
Kedua,
ada barang dan jasa tertentu yang tidak boleh semata-mata ditentukan
oleh mekanisme pasar, begitu. Misalnya menyangkut kebutuhan-kebutuhan
dasar, katakanlah dalam kehidupan kita di Indonesia itu beras, misalnya;
tidak semata-mata ditentukan oleh mekanisme pasar.
Mengapa?
Karena
menyangkut hajat hidup orang banyak jadi pemerintah boleh melakukan
intervensi meskipun tidak dalam arti menentukan harga.
Ketiga,
ada barang yang justru tidak boleh ditentukan oleh mekanisme pasar sama
sekali. Misalnya barang milik umum seperti minyak dan gas, itu. Negara
bisa menentukan berapa harganya karena ini hakikatnya milik rakyat.
Jadi, harganya tidak boleh dilepas oleh mekanisme pasar.
Jadi
kalau negara itu mengambil keputusan untuk memberikan barang tersebut
secara gratis, walaupun itu barang sebenarnya dicari orang, artinya
dalam mekanisme pasar bisa bernilai tinggi, itu tidak salah. Sebaliknya
juga kalau negara itu menghargai sesuatu supaya hasilnya diberikan lagi
kepada rakyat itu juga tidak salah. Jadi tidak semata-mata bisa
diserahkan kepada mekanisme pasar, begitu.
Kapitalisme diyakini memiliki kemampuan adaptasi, misalnya ketika ada kesenjangan sosial, ada modifikasi berupa santunan, sehingga Kapitalisme akan mampu terus bertahan. Komentar Anda bagaimana?
Memang ada beberapa bagian dari Kapitalisme itu yang bisa di-adjust, bisa disesuaikan dan dimodifikasi seperti tadi itu. Misalnya, kesenjangan itu ditutup dengan apa yang disebut dengan social security net, jaring pengaman sosial. Lahirnya jaminan sosial, kemudian bahkan juga asuransi sosial, juga ada CSR (Corporate Social Responsibility), dll
itu sebenarnya didasarkan pada kehendak untuk menutupi bolong-bolong di
dalam Kapitalisme menyangkut kesenjangan itu. Namun, itu sifatnya
parsial. Dalam arti, ada bagian-bagian tertentu yang tidak di-adjust, yang tidak bisa di modifikasi.
Misalnya?
Misalnya
soal sistem keuangan. Sistem keuangan di dalam Kapitalisme itu
sebenarnya didasarkan pada dua hal yang sangat dilarang di dalam Islam,
yakni riba dan judi. Sistem keuangan Kapitalisme itu, jika
dibolak-balik, sebenarnya cuma riba dan judi. Seluruh produk keuangan
dalam Kapitalisme itu, ya cuma dua itu. Yang namanya kredit, leasing,
asuransi, saham, semuanya itu ujungnya cuma judi sama riba. Itu mau di-adjust bagaimana?
Dalam hal-hal yang tidak bisa di-adjust
itulah Kapitalisme itu ambruk. Fakta yang ada di Eropa sekarang ini
adalah kehancuran Kapitalisme dalam perkara-perkara yang memang sudah
tidak bisa lagi dimodifikasi. Mereka mungkin saja melakukan modifikasi
dengan menutup bolong-bolong kesenjangan tetapi kehancuran sistem
keuangan Kapitalisme tidak bisa ditutup. Dengan apa dia ditutup? Karena
memang sistemnya seperti itu.
Jadi Kapitalisme itu cacat sejak lahir?
Iya.
Akankah segera runtuh?
Tidak ada komentar