Header Ads

Konsep Islam dalam Pemberantasan Pornografi

Dari Usamah bin Zaid ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنْ النِّسَاءِ

“Tidaklah aku meninggalkan suatu fitnah setelahku yang lebih dahsyat bagi kaum laki-laki melebihi fitnah wanita” (HR. Bukhory dan Muslim).


Indonesia dalam masalah besar, tidak hanya masalah pemberantasan korupsi (Indonesia peringkat 2 dari bawah)[1], namun bulan Maret ini Indonesia bertengger di peringkat satu dunia dalam jumlah pengunduh dan pengunggah situs porno (Media Indonesia, 4/3/12). Naik dua tingkat dibanding Januari lalu dimana Indonesia masih menduduki urutan ketiga setelah China dan Turki. Yang menambah prihatin adalah mayoritas pengunduh masih berusia remaja, yakni pelajar SMP dan SMA. 

Hal ini membuktikan bahwa Undang-undang tentang pornografi tak mampu mengatasi masalah pornografi dan pornoaksi yang berkembang di tengah masyarakat. UU ini tidak bisa digunakan untuk mencegah dan menindak para pelaku pornografi dan pornoaksi. Sementara Kelompok liberal yang dulu menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Anti Pornografi dan Pornoaksi (APP) pun berlepas tangan atas dampak kerusakan yang muncul. Para pelaku pornografi dan pornoaksi bahkan bisa berlindung di balik UU Pornografi dengan dalih seni dan budaya. 

Adapun Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi yang dibentuk presiden pada 2 Maret 2012[2] dinilai berbagai kalangan tidak akan efektif sekalipun telah mengumpulkan 13 menteri, Kapolri, Kejaksaan Agung, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia dan Ketua Lembaga Sensor Film. Sebab mereka harus bekerja berdasarkan Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi yang sangat multi tafsir. 

Bahaya Pornografi
 
Diakui atau tidak, pornografi memicu banyak masalah. Jumri, mantan Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Kalimantan Selatan dengan mengutip data dari dinas kesehatan setempat, menjelaskan terjadi peningkatan drastis kasus seks bebas di kalangan remaja Kota Banjarmasin. Tercatat angka persalinan usia remaja melonjak 470%, dari 50 kasus pada 2010 menjadi 235 kasus pada 2011. Kasus kehamilan tidak diinginkan juga naik 629%, dari 35 kasus menjadi 220 kasus [3]. Efek selanjutnya adalah tingginya angka aborsi, dimana tiap tahun 700.000 remaja lakukan aborsi, dari total 2,6 juta yang aborsi di Indonesia[4]. Kantor berita Antara melaporkan bahwa 90% tindak pidana perkosaan yang terjadi di Indonesia disebabkan karena pornografi. 

Pornografi juga lebih berbahaya terhadap otak dibandingkan narkoba. Dokter Mark B. Kestlemaan, pakar adiksi pornografi dari Amerika dalam acara Seminar Eksekutif Penanggulangan Adiksi pornografi di Hotel Grand Kemang Jakarta (27/9/2010) berkata “Banyak orang yang mengabaikan dampak pornografi, padahal efek negatifnya lebih berat daripada narkoba dalam hal merusak otak. Bukan cuma itu, pecandu pornografi pun lebih susah terdeteksi daripada pecandu narkoba.” Kata Dokter Mark pornografi akan merusak 5 bagian otak, terutama pada bagian otak Pre Frontal Cortex (bagian otak yang ada tepat di belakang dahi). Sementara kalau kecanduan narkoba hanya akan merusak 3 bagian otak saja[5]

Solusi Islam 
 
Kalau sistem hukum yang ada tak bisa lagi mengatasi persoalan pornografi lalu dengan ada masyarakat bisa dilindungi? Jawabnya, cuma satu yakni dengan Islam. 

Islam memiliki seperangkat sistem dan norma yang menjadi solusi tuntas untuk memberantas pornografi dan pornoaksi. Hanya saja pelaksanaannya secara sempurna membutuhkan negara yang menerapkannya. 

Secara individu, Islam memiliki konsep tentang aurat yang jelas dan tegas. Aurat laki-laki, baik terhadap sesama laki-laki maupun terhadap wanita adalah antara pusar dan lutut. Sementara aurat wanita terhadap laki-laki asing (bukan suami dan mahramnya) adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Aurat tersebut wajib ditutup dan tidak boleh dilihat kecuali oleh orang yang berhak, baik terlihatnya aurat itu dapat membangkitkan birahi atau tidak. 

Muhammad bin Jahsy meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW lewat kepada Ma’mar, sedangkan kedua pahanya terbuka. Maka Rasulullah SAW menegur : “Hai Ma’mar tutuplah pahamu, sebab kedua paha itu adalah aurat”. (HR. Bukhari, Hakim dan Ahmad). 

“Sesungguhnya Asma binti Abu Bakar masuk ke rumah Nabi SAW dengan menggunakan pakaian yang tipis, maka Rasulullah berpaling daripadanya dan berkata : ‘Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita telah menginjak dewasa (baligh), maka tak boleh terlihat dari tubuhnya kecuali ini dan ini, sambil beliau menunjuk muka dan telapak tangannya”. (HR. Abu Dawud, hadits hasan lighairihi)
 
Islam pun melarang beberapa tindak yang berkaitan dengan tata pergaulan pria dan wanita. Di antaranya Islam melarang tabarruj (berhias berlebihan di ruang publik), berciuman, berpelukan, bercampur-baur antara pria-wanita, berkhalwat dengan wanita bukan mahram, dan segala perbuatan yang dapat mengantarkan kepada perzinaan. Kalau wanita dilarang tabarruj, pria pun diperintahkan untuk menundukkan pandangan terhadap wanita yang bukan mahramnya. 

Pola hubungan pria dan wanita diatur sedemikian rupa sehingga mereka akan tercegah dari segala tindakan yang menjurus kepada tindakan pornoaksi dan memproduksi materi pornografi. Namun bukan berarti melarang adanya hubungan pria dan wanita di ranah publik misalnya dalam pendidikan, perdagangan, transportasi maupun pertanian. 

Secara sistemik, Islam melarang penyebaran segala bentuk pornografi dan pornoaksi di tengah masyarakat. Apalagi memproduksi materi pornografi. Perzinaan seperti yang dilakukan artis-artis belakangan, sanksinya pun sangat tegas: rajam bagi yang sudah pernah menikah dan cambuk 100 kali bagi yang bujangan/perawan. 

Dalam kaitan ini negara mengawasi secara ketat seluruh media yang ada. Langkah ini tidak dimaksudkan untuk mengekang kebebasan, tapi ini sebagai upaya membentengi umat dari tindak kemungkaran yang bisa mendatangkan murka Allah SWT. Bila pornografi dan pornoaksi itu haram, maka jalan yang menuju ke kedua hal itu pun haram. Di sinilah negara memiliki peran vital. 

Disamping pelarangan, negara juga mengarahkan dan bertanggungjawab penuh membina dan mendidik ketaqwaan masyarakat sehingga masyarakat mempunyai visi dan pandangan hidup yang jauh kedepan, yakni bagaimana meraih kebahagiaan diakhirat. Ketika masyarakat memandang bahwa kenikmatan diakhirat itu lebih baik dan kekal, maka mereka akan secara sadar meninggalkan kenikmatan tabu yang diharamkan, bahkan akan mampu mengorbankan kenikmatan yang hukumnya boleh sekalipun, guna meraih kenikmatan akhirat yang abadi. 

Pendidikan yang dilakukan Rasulullah saw, dengan izin Allah telah mampu membentuk orang seperti Sa’ad as Sulami (Julabib), seorang pemuda yang baru saja menikah tetapi belum bertemu dengan istrinya, rela meninggalkan kenikmatan karena memenuhi panggilan jihad bersama Rasul. Ketika ia syahid, Rasulullah saw mengumpulkan semua barang dan kendaraan milik Julabib untuk diserahkan kepada istrinya, yakni putri Amr bin Wahb, seraya berkata, “katakanlah pada Amr bin Wahb, Sesungguhnya Allah telah menikahkan Sa’ad As-Sulami dengan wanita yang lebih baik dari putrimu (bidadari surga)”

Secara ekonomi, Islam telah menggariskan adanya larangan bagi setiap Muslim untuk mencari rezeki dengan jalan haram seperti yang dilakukan oleh para pelaku pornoaksi sekarang ini seperti menjadi artis porno, memproduksi media porno—internet, VCD, film, sinetron dan sebagainya— menyiarkannya, menjual materi pornografi, dan yang terkait dengan pornografi lainnya. 

Sanksi Pornografi 
 
Pornografi itu jelas haramnya, karena merupakan sarana yang menghantarkan kepada perkara yang diharamkan oleh Allah SWT, berdasarkan kaidah syara: Al wasilatu ila al haram, haraam (sarana yang menghantarkan kepada perkara haram maka hukumnya haram). Tidak disyaratkan dalam kaidah ini bahwa sarana itu harus membawa kepada keharaman secara pasti, tetapi cukup dengan dugaan kuat. 

Di samping itu, Islam pun mengharamkan menceritakan hubungan intim suami-istri, meskipun hanya diceritakan kepada istrinya yang lain. Apalagi dipertontonkan kepada khalayak. Rasulullah bersabda:

إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا

Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada Hari Kiamat ialah seseorang yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian suami menyebarkan rahasia istrinya (HR Muslim dari Abi Said al-Khudri) 

Termasuk haram juga merekam adegan ranjang untuk disebarkan, agar bisa ditonton orang lain. Dengan keras Nabi saw. menggambarkan mereka seperti setan:

… هَلْ تَدْرُونَ مَا مَثَلُ ذَلِكَ فَقَالَ إِنَّمَا مَثَلُ ذَلِكَ مَثَلُ شَيْطَانَةٍ لَقِيَتْ شَيْطَانًا فِي السِّكَّةِ فَقَضَى مِنْهَا حَاجَتَهُ وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ إِلَيْهِ

“Tahukah apa permisalan seperti itu?” Kemudian beliau berkata, “Sesungguhnya permisalan hal tersebut adalah seperti setan wanita yang bertemu dengan setan laki-laki di sebuah gang, kemudian setan laki-laki tersebut menunaikan hajatnya (bersetubuh) dengan setan perempuan, sementara orang-orang melihat kepadanya.” (HR Abu Dawud) 

Maka, siapapun yang melakukan atau yang menyebarkannya seperti penyedia situs, yang menggandakan CD, produser film, sinetron, dan lain sebagainya, dalam pandangan syariah berarti telah melakukan tindakan pidana 

Kasus semacam itu dalam sistem pidana Islam termasuk dalam bab ta’zîr. Jika terbukti maka bentuk dan kadar sanksinya diserahkan kepada ijtihad qadhi; bisa dalam bentuk tasyhir (diekspos), di penjara, dicambuk dan bentuk sanksi lain yang dibenarkan oleh syariah. Jika materi pornografi disebarkan secara luas sehingga bisa menimbulkan bahaya bagi masyarakat, tentu bentuk dan kadar sanksinya bisa diperberat sesuai dengan kadar bahaya yang ditimbulkan bagi masyarakat itu. 

Adapun dari sisi dosa, ia seperti melakukan investasi dosa, yang dosanya tetap mengalir kepadanya walaupun dia sudah meninggal. Rasulullah bersabda: “… barang siapa memberikan suri tauladan yang buruk dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh sedikitpun.” (HR. Muslim) 

Al Hafiz al Mundziry (wafat 656 H) dalam kitabnya Attarghib wa Attarhiib (1/62) menyatakan:

وناسخ غير النافع مِمَّا يُوجب الْإِثْم عَلَيْهِ وزره ووزر من قَرَأَهُ أَو نسخه أَو عمل بِهِ من بعده مَا بَقِي خطه وَالْعَمَل بِهِ

orang yang menulis hal yang tidak bermanfaat adalah diantara sesuatu yang mewajibkan dosa, baginya dosanya dan dosa orang yang membacanya atau menyalinnya atau beramal dengannya sesudahnya selama tulisan tersebut dan beramal dengannya masih tetap ada.
 
Allahu Ta’ala A’lam. 
Oleh : M. Taufik N.T

Insya Allah disampaikan di Masjid Mujahidin, 17 Maret 2012.

[1] http://news.okezone.com/read/2011/06/14/339/468071/ pemberantasan-korupsi-di-indonesia-peringkat-2-dari-bawah
[2] http://rri.co.id/index.php/detailberita/detail/12013
[3] http://www.mediaindonesia.com/read/2012/03/03/302900/ 265/ 114/Indonesia-Peringkat-Ke-1-Pengunduh-Pengunggah-Situs-Porno
[4] http://kesehatan.kompas.com/read/2009/07/04/07482872/ tiap.tahun.700.000.remaja.lakukan.aborsi
[5] http://drise-online.com/bukamata/414-media-porno-bikin-parno.html
[al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.