LDII Anak Emas Ketiga Proyek Deradikalisasi
Oleh Hanif Kristianto (Lajnah Siyasiyah HTI Jawa Timur)
Deradikalisasi merupakan isu menarik yang tak pernah dipahami oleh umat.
Apalagi oleh orang Indonesia. Istilah deradikalisasi santer setelah peristiwa
bom-bom maupun aksi terorisme. Padahal aksi terorisme, kekerasan, dan pemboman
sudah ada sejak dahulu. Sebagai contoh peristiwa perang, persengketaan,
pendudukan sebuah negeri merupakan aksi teror kepada sebuah bangsa. Aktifitas
berupa tindakan teror tadi dikaitkan dengan radikalisme. Oleh karena itu, agar
seseorang tidak mengulang lagi tindakan radikal. Maka ada upaya deradikalisasi,
yaitu upaya penghapusan radikal—pemikiran, tindakan—dari seseorang. Fokusnya
tidak hanya seseorang, namun juga kepada kelompok.
Indonesia yang merupakan bagian dari entitas muslim dunia menjadi lahan
deradikalisasi. Hal ini sesuai dengan arahan RAND Corporation, ICG, dan tekanan
asing lainnya (AS, Australia, dll) seperti tekanan Australia atas pemberian
Grasi pada Gorby karena kasus Narkoba. Wajar saja mereka menjadikan Indonesia
sebagai proyek deradikalisasi. Mengingat banyak pelaku yang mereka anggap
“teroris dan radikal” berasal dari umat Islam. Sungguh alasan tersebut
tendensius. Padahal aksi teror bisa dilakukan siapa pun tanpa dilatarbelakangi
agama. Siapapun bisa menyebut Amerika yang menjatuhkan bom di Hirosima dan
Nagasaki dengan radikal dan teroris. Aksi penjajahan Israel di Palestina juga
radikal dan teroris. Jika semua sepakat dengan istilah radikal dikaitkan dengan
tindakan teror.
BNPT Tak Sendiri
Deradikalisasi di Indonesia dijalankan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme). BNPT tidak sendirian dalam aksinya. BNPT menggandeng beberapa ormas
Islam (MUI,NU, LDII,dll), LSM (The Wahid Institute, dll) dan sekolah/kampus
(UI,dll). Kegiatan itu dilakukan sebagai legitimasi jika umat Islam di
Indonesia menyetujui deradikalisasi. Pada intinya ormas atau sekolah yang
diajak kerjasama memiliki komitmen terhadap NKRI dan menerima Pancasila sebagai
asaz dalam kehidupan beragama.
BNPT terlebih dahulu menggandeng MUI Pusat dalam agenda ini. BNPT tahu jika MUI
merupakan representasi ulama’, kyai, panutan masyarakat Indonesia. MUI
juga lembaga resmi negara. Maka fatwa atau keputusan yang dikeluarkan MUI
biasanya dipercaya umat. Jika MUI melakukan deradikalisasi maka jelas umat akan
digiring ke pemahaman baru agar umat tidak teracuni ide transnasionalisme,
yang kadang tidak jelas ide yang dimaksud. Kadang-kadang sikap MUI aneh.
Beberapa kyai yang menjadi representasi MUI tidak setuju dengan deradikalisasi.
Ada juga kyai yang menjadikan deradikalisasi sebagai proyek. Yang perlu diingat
BNPT mendapat dana besar dari APBN dan bantuan asing. Maka siapapun yang akan
diajak kerjasama pasti tergiur dengan dana atau ketenaran semu yang dijanjikan
BNPT.
NU sudah menandatangani MoU pada 11 Agustus 2011. NU begitu semangat menyambut
kerjasama ini. Secara teknis NU diminta membantu pemberantasan terorisme
melalui langkah persuasif berupa deradikalisasi. Sebagaimana beberapa
pernyataan pengurusnya. "Deradikalisasi memang tugasnya ormas, tapi kalau
pemberantasan terorismenya itu kewajiban aparat. NU sangat mendukung kerjasama
ini, yang prakteknya akan memberikan pemahaman ke umat agar menghindari sikap
radikal," ungkap Kang Said di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya No.164,
Jakarta Pusat, Senin, 15 Agustus 2011 [1]. Pengurus Muslimat NU juga
menandatangani MoU 16 Februari 2012. Ketua Umum PP Muslimat NU, Khofifah Indar
Parawansa mengatakan, semua lembaga dan ormas yang diajak bekerjasama oleh BNPT
berharap program deradikalisasi berjalan lancar dan membawa kedamaian untuk
kehidupan masyarakat Indonesia [2].
Sementara itu, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PP IPNU) yang
sejak awal telah berkomitmen memerangi gerakan radikalisme agama,
menghawatirkan generasi baru terorisme lahir dari kalangan pelajar.”Sudah sejak
lama kami mendorong kementerian pendidikan nasional untuk waspada terhadap
ancaman radikalisme pelajar, utamanya rohaniawan sekolah (rohis). Sebab hasil
penelitian dan analisis kami menyatakan bahwa generasi baru terorisme lahir
dari institusi pendidikan sekolah,” kata dia.[2]
Walaupun BNPT belum bisa mengajak ormas lainnya, tapi BNPT bisa tersenyum
simpul. Karena “ikan besar” organisasi Islam Indonesia sudah terpancing dan
tertangkap jaring “deradikalisasi”. BNPT memang tidak berhenti karena
deradikalisasi merupakan proyek. Selama uang dari APBN dan donor asing terus
mengalir. Selama itu pula BNPT bekerja. Maka yang dibidik dan diharapkan untuk
masuk lagi yaitu LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia). Tulisan ini akan
mengupas tujuan dan LDII dalam pengarusutamaan ‘deradikalisasi’.
Kiprah Politik LDII
Masyarakat selama ini mengenal LDII biasa-biasa saja. Tidak begitu banyak
berita yang memberitahukan aktifitas politik di Indonesia. Kemunculan LDII
awalnya memang kontroversial. Faham yang dianut oleh LDII tidak berbeda dengan
aliran Islam Jama'ah/Darul Hadits yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik
Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No. Kep-089/D.A/10/1971 tanggal 29
Oktober 1971). Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan dengan Darul
Hadits/Islam Jama'ah yang didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan Al Ubaidah
Lubis (Madigol). Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971, kemudian berganti
nama dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972 (tanggal 13
Januari 1972). Namun dengan adanya UU No. 8 tahun 1985, LEMKARI sebagai
singkatan Lembaga Karyawan Islam sesuai MUBES II tahun 1981 ganti nama dengan
Lembaga Karyawan Dakwah Islam yang disingkat juga LEMKARI (1981). Pengikut
aliran tersebut pada pemilu 1971 mendukung GOLKAR, kemudian LEMKARI berafiliasi ke GOLKAR Dan
kemudian berganti nama lagi sesuai keputusan konggres/muktamar LEMKARI tahun
1990 dengan nama Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).
LDII saat ini menunjukkan wajah baru. Hal ini dilakukan agar umat bersedia
menerima lapang dada. LDII tak ubahnya NU, Muhammadiyah, atau ormas Islam
lainnya. Semenjak LDII didirikan, oraganisasi ini mencari perlindungan kepada
pemerintah. Pemilu demi pemilu diikuti LDII dengan menempatkannya sebagai caleg
parpol tertentu. Sebut saja: Golkar, PDI-P, dan Demokrat. Jalur formal
dipandang LDII sebagai jalur aman untuk mengamankan kepentingan dan
keberlangsungan LDII. Terkadang LDII mendapatkan kekecewaan ketika berafiliasi
dengan parpol. Banyak caleg LDII yang tidak terpilih. Maklum parpol hanya mau
dukungannya saja waktu pemilu. Setelah itu ditinggallah. Jika diamati, LDII
cari aman saja dalam naungan pemerintahan di negeri ini.
Langkah LDII dalam deradikalisasi
Berlepas dari berbagai kontroversi di tengah-tengah umat terkait LDII. Ada hal
menarik yaitu tujuan LDII menerima tawaran deradikalisasi oleh BNPT. Wacana
deradikalisasi LDII telah ditabuh pada Rapat Kerja Nasional LDII se-Indonesia
di IPB Bogor, 11-12 April 2012. Ansyad Mbai memaparkan beberapa hal ‘curhat’
deradikalisasi BNPT. Ia mewacanakan jika yang patut melakukan ini
(deradikalisasi) adalah ulama’ dan ormas Islam moderat. Ia pun bercerita ketika
masa kecilnya merasakan ideologi radikal di tempat kelahirannya. Ia mengakui
bahwa terorisme belum ada definisi yang jelas. Penjelasan yang radikal
disampaikan Ansyaad Mbai bahwa negara demokrasi adalah fitnah dan syirik
hukumnya. Pancasila itu syirik. Demokrasi, nasionalisme, dan sekuler
bertentangan dengan aqidah. Menerima demokrasi berarti mendustakan al-quran.
Siapa saja, orang islam yang membenarkan demokrasi, meskipun kiyai, ustadz,
mubaligh jauhi jangan bermakmum dengan dia. Kalau mati jangan mau menyolati.
Inilah contoh kecil ideologi ekstrem itu. Apakah itu benar atau tidak ?
Bagaimana membentengi dari ideologi ini. Hakekatnya Islam tapi semuanya
politik, mau berkuasa. Selain itu juga, ia menyampaikan bagan piramid
radikalisme manjadi teror.
Jika diamati pernyataan dan curhat Ansyaad Mbai sangat kental dengan adu domba.
Ini merupakan pembunuhan karakter bagi siapa saja yang sesuai dengan kriteria
ideologi radikalisme menurut BNPT. Apalagi hadirin peserta Rakernas LDII
menerima begitu saja, tanpa konfirmasi kebenaran terkait ideologi radikalisme.
Tentu, hal ini tak ubahnya dulu awal kemunculan LDII. Ada yang menganggap LDII
sesat, mengkafirkan selain orang LDII, bahkan yang lebih ekstrim mengepel
masjid yang ditempati shalat orang selain LDII. Pembiusan BNPT kepada LDII tak
ubahnya menjadikan LDII mengikuti arahannya dalam perang melawan terorisme. Tak
lain adalah perang melawan sesama saudara muslim. Sungguh ini bentuk pembelokan
dan pembodohan kepada umat Islam. Umat Islam dan ormas yang ada dipaksa untuk
mengikuti Islam moderat yang diinginkan penjajah. Hal ini sangat berbahaya
dalam kerukunan dan ukhuwah umat.
Deradikalisasi LDII dan BNPT dilanjutkan di level provinsi. Sebanyak 100
mubaligh (juru dakwah) LDII se-Jawa Timur mengikuti Latihan Dakwah
Deradikalisasi di auditorium IAIN Sunan Ampel Surabaya pada 19-20 Mei 2012,
kerja sama DPW LDII Jawa Timur dengan Jurusan Siyasah Jinayah Fakultas Syariah
IAIN Sunan Ampel Surabaya. Konsep deradikalisasi telah menjadi salah satu
bagian dari "MoU" yang ditandatangani DPP LDII dengan PBNU pada
Rakernas LDII. Harapan dari kerjasama tersebut untuk membentuk kesamaan dalam
menjalankan dakwah, terutama dalam menegakan NKRI.[4]
Narasumber yang menyampaikan pengarahan antara lain Prof Dr KH Abd. A'la
MA.(Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya), Prof Dr KH Faishal Haq MAg (Dekan
Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya), dan Drs H Sudjak MAg (Kepala
Kanwil Kementerian Agama Propinsi Jawa Timur). Selain itu, Prof Dr H
Syafiq A. Mughni MA (Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah), Prof Dr KH Ali Aziz
MAg (Pembina Badan BAZ Jawa Timur), Drs KH Ilhamullah Sumarkan MAg (Ketua PW
LDNU Jawa Timur), Drs KH Abdusshomad Bukhori (Ketua Umum MUI Jawa Timur), dan
sebagainya.
Kesimpulan
Umat Islam khususnya pimpinan ormas harus waspada terhadap agenda BNPT. Ormas
Islam tidak seharusnya ‘latah’ dan mengekor begitu saja. Apalagi hanya cari
sensasi dan aman. LDII dibidik BNPT bukan karena alasan. Konsisten dan
perjuangan LDII ke depan diharapkan dan dijadikan anak emas dalam proyek
deradikalisasi. Hal itu sesuai tujuan LDII adalah “Meningkatkan kualitas
peradaban, hidup, harkat dan martabat kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara serta turut serta dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, yang
dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa guna
terwujudnya masyarakat madani yang demokratis dan berkeadilan sosial
berdasarkan Pancasila, yang diridhoi Allah Subhanahu Wa ta'ala.”
Cara yang digunakan BNPT sama persis dengan cara-cara asing untuk menghancurkan
umat Islam dengan mengadu domba secara pemikiran. Jika awal hanya sebatas
wacana dan saling serang dengan argumen masing-masing. Pada akhirnya akan
terwujud perang fisik tak terelakan (awalnya saling membenci, memfitnah,
mengkafirkan, lalu ada tawuran dan adu fisik antarormas, dll). Maka jelas, jika
LDII ikut arus dakwah deradikalisasi yang terjadi adalah tipu muslihat saja.
LDII atau ormas islam lainnya akan ditinggal bahkan dicampakan jika protek
deradikalisasi sudah berhasil. LDII akan jadi alat kepanjangan asing atas nama
ormas Islam untuk menghancurkan umat Islam lainnya. Tentu semangat LDII dalam
dakwah deradikalisasi bertentangan dengan mottonya. Moto LDII – ada tiga [3]
motto yaitu :
- “Dan hendaklah ada di antara kamu sekalian segolongan yang mengajak kepada kebajikan dan menyuruh pada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung” [ Q.S. Ali Imron, ayat: 104 ]
- “Katakanlah ini lah jalan (agama)-ku, dan orang–orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha suci Allah dan aku tiada termasuk golongan orang yang musyrik”[ Q.S. Yusuf, ayat:108 ];
- “Serulah (semua manusia) kepada jalannya Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan yang lebih baik”[ Q.S. An-Nahl, ayat 125 ].
Oleh karena itu, seharusnya apa pun ormasnya memperjuangkan Islam bukan mempropagandakan
deradikalisasi atau paham selain Islam. Justru ketika ormas Islam tidak
memperjuangkan tegaknya Syariah dan penerapan dalam bingkai Khilafah yang
terjadi justru kerugian. Kerugian di dunia karena abai terhadap penerapan
Syariah Islam. Kerugian di akhirat karena tidak memperjuangkan Islam. Bahkan
yang lebih tragis jika ormas Islam yang ada hanya cari muka, cari dana, dan
menutup diri agar selamat dari pemerintah yang dzalim. Maka segeralah
memperjuangkan Syariah Islam saja. Bukan yang lain. Apakah mereka tidak sadar?
Wallahu ‘Alam bis sowab.
Rujukan
[1]
Kang Said: Pimpinan Wilayah hingga Ranting NU Wajib Perangi Terorisme, www.nu.or.id, akses 23 Mei 2012
[2]
BNPT-Muslimat NU Kerjasama Tekan Radikalisme, www.nu.or.id, akses 23 Mei 2012
[3]
IPNU Bentuk Satgas Deradikalisasi Pelajar, www.nu.or.id, akses 23 Mei 2012
[4]
100 Mubaligh LDII se-Jatim Ikuti Latihan Deradikalisasi, www.antarajati.com, akses 23 Mei 2012
Tidak ada komentar