Menkes dorong peningkatan penggunaan kondom termasuk pada remaja
Menteri Kesehatan baru, Nafsiah Mboi yang menggantikan menteri sebelumnya membuat sebuah gebrakan di awal masa kerjanya dengan rencana akan meningkatkan kampanye penggunaan kondom kepada remaja dan masyarakat untuk mencegah kehamilan beresiko. Menurutnya, kampanye penggunaan kondom selaras dengan MDGs poin 6, yaitu memerangi HIV/AIDS.
“Kampanye kondom bukan sembarang kampanye. Itu adalah salah satu indikator dalam MDGs poin 6, yaitu penggunaan kondom pada seks beresiko. Jadi itu kewajiban kami untuk mengampanyekan kondom pada seks beresiko,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kementrian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta, Kamis (14/6).
Ia mengatakan, kalau memang tidak beresiko, sebenarnya tidak perlu menggunakan kondom. Tetapi penggunaan kondom diwajibkan bila pelaku beresiko, meski pun pada suami dan istri. Apalagi bila memang salah satu pasangan telah terdeteksi mengidap suatu penyakit.
Menkes menjelaskan, yang dimaksud dengan seks berisiko adalah setiap hubungan seks yang beresiko menularkan penyakit dan atau berisiko memicu kehamilan yang tidak direncanakan. Kampanye ini menjadi penting, mengingat masih banyak kasus kehamilan yang tidak direncanakan terjadi pada anak-anak remaja. Menurutnya, sangat penting untuk melakukan pendekatan kesehatan kepada masyarakat. Terutama untuk mencegah agar tidak ada kehamilan yang terjadi karena tidak direncanakan.
“Karena itu, kita menyasar terutama usia 15-24 tahun. Kita bisa tingkatkan pendidikan kesehatan reproduksi kepada mereka, di samping dengan keluarga berencana,” ujar Nafsiah.
Dia mengatakan, kondisi yang ada saat ini berbeda dengan yang terjadi di lapangan. Menurutnya, UU yang menyatakan yang belum menikah tidak boleh diberikan kontrasepsi sudah tidak relevan.
"Kita berharap bisa meningkatkan kesadaran mengenai kesehatan reproduksi untuk remaja. Dalam undang-undang, yang belum menikah tidak boleh diberi kontrasepsi. Namun kami menganalisis data dan itu ternyata berbahaya jika tidak melihat kenyataan. Sebanyak 2,3 juta remaja melakukan aborsi setiap tahunnya menurut data dari BKKBN," kata Menkes.
Menkes menilai, angka sebanyak itu menunjukkan bahwa banyak remaja mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Ia menegaskan, undang-undang perlindungan anak menyatakan bahwa setiap anak yang dikandung sampai dilahirkan harus diberikan haknya sesuai UU Perlindungan Anak. Maka, mempermudah akses remaja untuk mendapatkan kondom diharapkan dapat menekan angka aborsi dan kehamilan yang tak diinginkan. [arrahmah/al-khilafah.org]
“Kampanye kondom bukan sembarang kampanye. Itu adalah salah satu indikator dalam MDGs poin 6, yaitu penggunaan kondom pada seks beresiko. Jadi itu kewajiban kami untuk mengampanyekan kondom pada seks beresiko,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kementrian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta, Kamis (14/6).
Ia mengatakan, kalau memang tidak beresiko, sebenarnya tidak perlu menggunakan kondom. Tetapi penggunaan kondom diwajibkan bila pelaku beresiko, meski pun pada suami dan istri. Apalagi bila memang salah satu pasangan telah terdeteksi mengidap suatu penyakit.
Menkes menjelaskan, yang dimaksud dengan seks berisiko adalah setiap hubungan seks yang beresiko menularkan penyakit dan atau berisiko memicu kehamilan yang tidak direncanakan. Kampanye ini menjadi penting, mengingat masih banyak kasus kehamilan yang tidak direncanakan terjadi pada anak-anak remaja. Menurutnya, sangat penting untuk melakukan pendekatan kesehatan kepada masyarakat. Terutama untuk mencegah agar tidak ada kehamilan yang terjadi karena tidak direncanakan.
“Karena itu, kita menyasar terutama usia 15-24 tahun. Kita bisa tingkatkan pendidikan kesehatan reproduksi kepada mereka, di samping dengan keluarga berencana,” ujar Nafsiah.
Dia mengatakan, kondisi yang ada saat ini berbeda dengan yang terjadi di lapangan. Menurutnya, UU yang menyatakan yang belum menikah tidak boleh diberikan kontrasepsi sudah tidak relevan.
"Kita berharap bisa meningkatkan kesadaran mengenai kesehatan reproduksi untuk remaja. Dalam undang-undang, yang belum menikah tidak boleh diberi kontrasepsi. Namun kami menganalisis data dan itu ternyata berbahaya jika tidak melihat kenyataan. Sebanyak 2,3 juta remaja melakukan aborsi setiap tahunnya menurut data dari BKKBN," kata Menkes.
Menkes menilai, angka sebanyak itu menunjukkan bahwa banyak remaja mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Ia menegaskan, undang-undang perlindungan anak menyatakan bahwa setiap anak yang dikandung sampai dilahirkan harus diberikan haknya sesuai UU Perlindungan Anak. Maka, mempermudah akses remaja untuk mendapatkan kondom diharapkan dapat menekan angka aborsi dan kehamilan yang tak diinginkan. [arrahmah/al-khilafah.org]
Tidak ada komentar