Header Ads

Indonesia Negara Muslim Terbesar di Dunia Bungkam Terhadap Pembantaian Muslim di Myanmar?

Kekerasan terhadap warga minoritas Muslim di Myanmar seharusnya mendapat perhatian khusus negara-negara kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia yang mayoritas warganya beragama Islam. Negara yang mayoritas warganya beragama Islam ini seharusnya memainkan kekuatan diplomasinya. “Tapi sayangnya, pemerintah kita sangat lemah dalam hal ini. Indonesia tidak melakukan pernyataan sikap tegas atas peristiwa kekekerasn terhadap kaum minoritas di Myanmar,“ ujar Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa kemarin (24/7).


Pramono mengutarakan, persoalan di Myanmar bukan masalah muslim atau non muslim, melainkan bagaimana peran pemerintah Indonesia turut membela minoritas yang dizolimi oleh kalangan mayoritas. “Seharusyanya diberi strong poin yang cukup keras dengan adanya kekerasaan yang terjadi di Myanmar. Tapi sayangnya, pernyataan pesan yang disampaikan Pemerintah Indonesia masih abu-abu,“ ujarnya.

Indonesia adalah salah satu penggagas berdirinya negara ASEAN, karenanya harus mampu memainkan peran perdamaian di Asia Tenggara. Seperti diketahui, Sekretaris Jenderal Organisasi Konsferensi Islam (OKI) Ekmeleddin Ihsanoglu mengatakan pihaknya sedang melakukan kontak dengan ASEAN untuk upaya mengakhiri kekerasan terhadap minoritas Muslim di Myanmar.

Sedangkan ketua DPR RI Marzuki Alie meminta pemerintah Indonesia menegur keras Myanmar menyusul pembantaian muslim Rohingya oleh Junta Militer negara setempat. Kejadian itu merupakan tragedi memprihatinkan dan dapat dikatagorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia berat dan kejahatan kepada kemanusiaan. "(Kejadian itu) secara spesifik mengarah kepada genosida atau pemusnahan etnis," kata Marzuki melalui pernyataan tertulis, Selasa (24/7). Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi HAM dan juga Ketua ASEAN, kata Marzuki, harus proaktif mendesak Myanmar untuk menghormati HAM dan menyelesaikan konflik etnis yang ada dengan memberikan hak hidup dan kewarganegaraan terhadap etnis Rohingnya.

Di sisi lain, jelas Marzuki, Perserikatan Bangsa-Bangsa harus ikut aktif dalam merespons kasus Rohingnya ini, baik dari sisi kemanusiaan maupun politis. Dari sisi kemanusiaan, yang harus diantisipasi adalah masalah pengungsi. "Sementara secara politik, PBB harus mendesak Myanmar agar menghormati

Bagaimanapun, pembantaian dan pengusiran etnid Rohingnya, sehingga mereka tak berkewarganegaraan adalah perilaku negara yang tidak beradab," kata Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini. Myanmar, kata Marzuki, harus diingatkan komitmennya terhadap demokrasi, bukan hanya secara prosedural dengan membolehkan oposisi Aung San Su Kyii untuk ikut pemilihan umum. Lebih penting adalah terkait HAM, khususnya hak hidup etnis Rohingnya. DPR, ujar Marzuki, khususnya Komisi I, proaktif merespons masalah ini, dan mendesak agar Pemerintah Indonesia dapat memainkan peran strategisnya khususnya melalui ASEAN.

Kasus ini, kata Marzuki, juga mesti direspon Organisasi Konferensi Islam (OKI). Harus ada langkah konkret untuk melindungi suku Rohingya, sehingga tidak menjadi sasaran serangan etnis mayoritas dan Junta Militer. "OKI harus mndesak PBB agar memberi sanksi tegas. Pemimpin Myanmar bisa diajukan ke Inter Criminal Court (ICC) dengan tuduhan upaya genosida secara sistematis terhadap suku Rohingnya," ujar Marzuki.

Pembantaian etnis Rohingnya, secara khusus merupakan ujian bagi solidaritas umat Islam yang tengah menjalankan ibadah puasa Ramadan agar berdoa dan memberikan uluran tangan bagi mereka.

Pada bagian lain, Ketua MPR RI Taufiq Kiemas menyayangkan aksi pembantaian Muslim Rohingya di Myanmar. Pembantaian itu menurutnya melanggar hak asasi manusia. Kiemas menyarankan pemerintah lewat Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mempertanyakan tragedi itu kepada Pemerintah Myanmar. Sebagai Ketua ASEAN, Indonesia berkewajiban memperhatikan masalah ini. "Menlu harus meminta kepada Myanmar penjelasan kejadian seperti apa," kata Taufiq Kiemas di Kompleks Parlemen, Selasa kemarin (24/7).

Ketua Kaukus Myanmar Parlemen ASEAN (AIPMC), Eva Kusuma Sundari, menyesalkan dan mengutuk pembunuhan para Muslim Rohinya yang terjadi di Arakan Myanmar. AIPMC mempertanyakan bagaimana kedatangan Hillary Clinton ke Myanmar membius media internasional, sehingga kejadian kejahatan kemanusiaan tidak penting dan seolah ditoleransi. "Di saat yang sama, AIPMC menyesalkan pula penyelesaian yang ditawarkan Presiden Than Sein yang sama sekali tidak mencerminkan semangat rekonsiliasi nasional sebagaimana dikampanyekan sebagai salah satu agenda demokratisasi di Myanmar," kata Eva.

Karena itu, AIPMC menuntut ASEAN dan PBB bersuara dengan melakukan tindakan khusus berupa perlindungan dan tuntutan penghentian tindakan kekerasan terhadap etnis Rohinya. Pemerintah Myanmar mesti ditekan agar melakukan upaya penyelesaian politik. "Ini ironis karena kebijakan penghapusan sanksi larangan investasi dan bisnis keuangan di Myanmar oleh Pemerintah Amerika Serikat justru disambut sikap konservatisme oleh militer garis keras dan bila kecenderungan ini berlanjut, memberikan risiko serius bagi perjalanan demokratisasi di Myanmar," kata Eva.(fq/jaringnews/metro/eramuslim)
[al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.